34. Renungan

7.4K 449 93
                                    

Jev melepas snelli lalu meletakkannya di sisi bangku kayu yang kosong. Kemudian ia juga melepas kancing lengan kemejanya lalu menggulungnya hingga sebatas siku. Menghela napas pelan, ia pun membuka sekaleng softdrink yang ia beli tadi di minimarket rumah sakit.

Detik berikutnya Jev sudah meneguk softdrink sampai habis hanya dengan beberapa tegukan. Ia mengernyit, merasakan sensasi menggigit minuman itu di mulut dan tenggorokannya. Merasa belum puas, ia pun meletakkan kaleng kosong itu di dekat snelli-nya lalu membuka kaleng kedua. Meski minuman itu terasa dingin di tubuhnya, nyatanya keringat mulai bercucuran di sekitar wajah dan leher pria itu. Membuat dirinya yang terkena terik matahari tampak mengkilat.

Kaleng kedua softdrink nya masih bersisa setengah ketika ia meletakkan kaleng itu di sebelah kaleng yang kosong tadi. Jev mendesah, lalu menyandarkan dirinya di bangku taman rumah sakit itu. Kepalanya pun menengadah dengan mata terpejam, seolah ia menikmati terik matahari yang menyengat tubuhnya.

Dua minggu terakhir merupakan minggu-minggu terberat yang pernah ia alami dalam hidupnya. Bukan hanya karena permasalahannya dengan Nou yang tak kunjung selesai, tapi juga karena sang kakak yang memilih bungkam hingga kepulangannya ke Bandung dua hari yang lalu.

Semua permasalahan memang terasa menggantung. Termasuk masalah hatinya.

Jev bukan tak mau berusaha meluluhkan hati Nou, ataupun tak mau mencoba untuk memperbaiki segala kesalahannya. Tapi ia sangat tau bahwa yang Nou butuhkan saat ini adalah waktu. Dan dirinya juga butuh waktu untuk memperbaiki dirinya.

Ya, berkat pertemuan terakhir mereka waktu itu Jev menyadari bahwa ia tak bisa terus-terusan memohon maaf atau bahkan membujuk Nou untuk memaafkannya saat hubungan mereka dalam masalah.

Sebab yang perlu ia lakukan adalah introspeksi diri dan memperbaiki hal buruk yang ada dalam dirinya.

Maka dari itu ia membutuhkan banyak waktu untuk berpikir. Dan resikonya ia harus menahan diri mati-matian untuk tidak menghubungi Nou atau berlari memeluknya. Sungguh, ia merindukan gadis itu dan ingin mendekapnya erat. Tapi ia tau sebelum ia melakukannya, ia harus memperbaiki dirinya terlebih dahulu.

Memikirkan perkataan Nou, Jev jadi bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Alih-alih tak mempercayai pria-pria yang berada di sekitar Nou, benarkah selama ini justru dirinya yang tak mempercayai Nou? Benarkah ia segala tindakannya untuk menjaga dan melindungi Nou adalah upaya untuk menjaga hatinya sendiri dari rasa sakit hati? Benarkah ia... Seegois itu?

Setelah mencoba bertanya pada hatinya dan berpikir lebih jauh, Jev teringat pada masa lalu hubungan percintaannya yang tak begitu baik. Sebelum bersama Nou, Jev pernah beberapa kali menjalin hubungan yang semuanya gagal dengan satu alasan, selingkuh.

Dulu, kesibukan Jev sebagai mahasiswa kedokteran membuatnya sulit membagi waktu untuk memperhatikan --mantan-- kekasihnya sehingga membuat kekasihnya itu mencari orang lain. Satu kali kecolongan membuat Jev mengambil pelajaran dan berusaha memperbaiki kesalahannya pada hubungan berikutnya. Namun lagi-lagi, --mantan-- kekasihnya memilih untuk berselingkuh akibat kesibukan dan kurangnya perhatian. Dan semuanya berulang hingga dua kali hubungan selanjutnya.

Jev tak pernah menganggap rendah sebuah hubungan dengan perempuan. Hubungan-hubungannya terdahulu sebelum ia bersama Nou ia jalani sepenuh hati meski kesibukan selalu menghalangi. Namun siapa sangka, justru kepercayaannya pada perempuan yang saat itu masih berstatus sebagai kekasihnya itu membawanya pada jenis pengkhianatan yang tak pernah bisa ia lupakan.

Meski begitu, Jev tetap mencoba berpikir positif dan tidak jera untuk menjalin hubungan kembali. Maka ketika ia bertemu dengan Nou, Jev berjanji pada diri sendiri -- apabila ia berhasil menjadikan perempuan itu miliknya-- untuk menjaganya semaksimal mungkin agar kejadian terdahulu tidak terulang.

DOCTOR FREAK ✅ (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang