03 (MINKI)

195 37 4
                                    

Aku meraih hp yang ada di saku jaketku dan mulai menekan mencari nomer Inguk.

Api sudah mulai membesar dan aku terjebak di ruang bawah tanah ini, aku harus minta tolong padanya, kalau tidak aku juga akan mati terpanggang.

Aku merapatkan diriku ke dinding menghindari api yang mulai mendekat dan ruangan ini juga sudah di penuhi asap, membuatku sulit bernafas.

"Kenapa baru mengangkat telpon! Kau ingin membalasku tentang yang tadi pagi heh!!" Aku senang akhirnya Inguk mengangkat telponnya setelah sekian lama, tapi aku juga harus mengomelinya terlebih dahulu.

"Maaf aku ketiduran, kau sudah selesai?"

"Sudah! Tapi aku terjebak di sini, aku membakar sesuatu dan aku melupakan diriku sendiri, selamatkan aku"

Aku berbicara selembut mungkin, itu senjata terampuh cewek untuk meminta sesuatu dari seorang cowok. Walaupun aku agak jijik juga dengan diriku sendiri, kenapa juga harus bersikap lembut pada Inguk.

"Apa kau bisa menjangkau lemari di pojok sebelah kanan?"

Aku melihat sekelilingku dan ya, memang ada lemari di pojok kanan, dan aku bisa menjangkaunya karena di sana tidak terjamah api.

"Iya aku bisa menjangkaunya"

"Di dalam lemari itu ada respirator mask, kau bisa memakainya supaya tidak terhirup asap"

"Bagaimana dengan apinya?!" Aku mulai panik, bagaimana tidak panik kalau Inguk sangat santai bicara di telpon padaku, sepertinya dia memang ingin aku mati di sini.

"Di dinding dekat lemari ada tombol warna merah, tekan saja itu" lagi-lagi Inguk menjawab ku santai.

Setelah memakai masker aku mencari-cari di mana tombol merah itu berada, saat menemukannya aku langsung menekannya dengan sekuat tenaga, hidupku tergantung pada tombol merah sialan ini sekarang.

Setelah memakai masker aku mencari-cari di mana tombol merah itu berada, saat menemukannya aku langsung menekannya dengan sekuat tenaga, hidupku tergantung pada tombol merah sialan ini sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seketika air menyembur dari arah atas, aku merasa seperti di guyur hujan, tapi ini terjadi di dalam ruangan, seketika api berhenti dan aku bisa menuju tangga untuk keluar.

Hebat juga Inguk bisa-bisanya dia terpikir untuk memasang sprinkle pemadam otomatis di ruang bawah tanah ini. Ku akui dia memang pintar untuk ukuran orang yang menghabiskan waktu 7 tahun untuk bisa lulus kuliah.

Aku segera berlari keluar gubuk tua reot ini dan juga aku ingin segera keluar dari hutan, sambil mengingat-ingat jalan mana yang ku ambil saat datang tadi.

Akhirnya aku menemukan jalan yang tepat, aku melihat Rubicon merah milik Inguk sangat menonjol di balik rimbunnya dedaunan hijau.

Ku lihat Inguk berdiri bersandar di depan mobilnya mengenakan kacamata hitam, dia pikir dia keren, menurutku sih dia lebih terlihat seperti tukang pijat tunanetra.

Inguk membentangkan tangannya menyambut kedatanganku, bukannya memeluknya aku malah memukul kepalanya dengan keras menggunakan tanganku, masih untung aku tidak memukulnya dengan kunci Inggris.

ONE SHOT ALL KILL || JREN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang