Choi Minki seorang psikopat gila diam-diam mencintai kim Jonghyun seorang dokter tampan yang dulu menyelamatkan hidupnya
Tapi Jonghyun punya sisi gelapnya sendiri.
Aku suka saat mereka berteriak kesakitan, tapi aku benci harus membersihkan sisa maya...
Langit begitu cerah hari ini, kalau saja aku tidak sedang bertengkar dengan Minki, aku akan mengajaknya main ke pantai, dia suka sekali pantai. Yang ku heran darinya adalah saat dia berjemur di bawah sinar matahari tanpa tabir Surya, kulitnya tidak menghitam sama sekali, dia hanya akan berubah menjadi merah seperti pantat bayi yang iritasi.
Aku sedang di kampus sekarang, mengurus revisi skripsi yang entah sudah ke berapa ribu kali, sebenarnya aku sudah lelah, belajar bukan bakatku, atau mungkin aku hanya salah ambil jurusan.
Cewek-cewek yang melewati ku pasti akan tersenyum padaku, aku akan membalasnya dengan melambai.
Saat aku baru sampai parkiran saja sudah ada cewek yang memberikan nomernya padaku, dia menuliskan nomernya pada secarik kertas dan menempelnya di kaca spion. Sebenarnya itu mengganggu, itu mengotori mobil baruku.
Duduk di kelas kosong di sore hari seperti ini seram juga, anak-anak yang lain mungkin sudah pulang ke rumah. Siapa juga yang mau berlama-lama di kampus tempat penyiksaan mental ini, aku saja sudah hampir gila karena bertahan di sini selama tujuh tahun.
Tapi aku memang sengaja menunggu kampus agak sepi, aku akan bertemu seseorang, aku janji dengannya di sini.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya dia datang.
Pria berkulit gelap, kepalanya botak, dia memakai hoodie berwarna hitam dan jeans kebesaran yang sobek-sobek, kalau mahasiswa di sini, dia pasti kena teguran.
"Mana bayaran ku" pria itu menadahkan tangannya.
"Kau pikir uang jatuh dari langit! Berikan dulu yang ku minta!"
Dengan berat hati di serahkannya amplop berwarna coklat yang sedari tadi di pegangnya. Aku juga segera memberikan uang padanya, yang sebelumnya ku gulung mengunakan karet gelang.
"Hubungi saja aku lagi jika butuh yang lain" dia mencium uang itu sambil tersenyum lalu pergi
Aku menyuruh pria itu untuk menyelidiki latar belakang Jonghyun, dokter yang sangat di sukai Minki.
Umurnya sudah tidak muda lagi, tapi harus ku akui dia lumayan tampan, dia juga manis saat tersenyum. Menjijikan, kenapa juga aku harus memuji sesama pria.
Dia tidak punya catatan kriminal, ibunya seorang ibu rumah tangga, dan ayahnya pemilik rumah duka bernama Elisabeth funeral home.
Usahanya cukup sukses tapi pendapatannya tidak terlalu tinggi, hanya keluarga yang sederhana ternyata.
Luar bisa, aku berdecak kagum, saat melihat riwayat pendidikannya, dia tidak punya celah sedikitpun, anak yang jenius, peraih beasiswa, kuliah di luar negri di kampus yang bergengsi.
Yang membuatku bingung hanya satu, dia hanya seorang dokter, berapa banyak uang yang bisa di hasilkan dokter dalam setahun. Paling banyak mungkin hanya 200 ribu dolar. Dia menyumbangkan 70% pendapatannya pada yayasan amal. Itu berarti uang yang di terimanya tidak banyak.
Tapi kenapa setiap tahunnya dia bisa membeli properti dengan harga yang jauh melebihi gajinya sebagai dokter.
Bahkan baru-baru ini dia membeli sebuah gedung bertingkat 5 di tengah kota dengan harga 347 ribu dolar, aku yakin dia punya bisnis lain yang lebih menguntungkan.
Apa mungkin dia orang yang membersikan kekacauan yang di buat Minki?
Tapi menurut orang-orang dia orang sangat baik, buka tipe orang yang akan melakukan atau menutupi kejahatan. Tapi Minki juga dapat panggilan angel di kampus, nyatanya dia bukan malaikat baik hati, tapi monster yang harus darah. Para pelaku kriminal memang pandai bersandiwara. Termasuk aku.
Aku menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal, aku harus menyelidiki orang yang bernama Jonghyun ini lebih lanjut, akan ku pastikan dia orang yang pantas untuk Minki.
Aku berjalan santai menuju parkiran kampus, keadaan benar-benar sunyi sekarang.
Langkahku terhenti saat mobil berkaca hitam berhenti tepat di depanku. Aku mengeluarkan sumpah serapah pada si pengemudi mobil karena sudah hampir menabrak ku.
Tapi ocehanku terhenti saat pintu penumpang terbuka, seorang pria berbaju hitam ketat mengarahkan stun gun yang di pegangnya padaku, itulah saat terakhir yang ku ingat, sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
☠☠☠
Aku merasa sangat kedinginan, tubuhku menggigil hebat, kepalaku rasanya berat, aku juga tidak bisa bergerak. Ku buka mataku perlahan, aku tidak mengenali tempat ini, ini tempat yang asing bagiku.
Badanku basah karena di siram air dingin, aku hanya memakai celana dalam, kurasakan tanganku terikat ke belakang, kakiku juga terikat, badanku rasanya remuk, aku pasti habis di pukuli.
"Sudah bangun? Apa tidurmu nyenyak?"
Seorang pria mengangkat daguku supaya aku bisa menatapnya, aku mengenali pria bertubuh kecil ini, namanya Matthew Gill.
Sebulan yang lalu aku berhasil menipunya dan menggasak habis uangnya, ku dengar dia hampir bangkrut. Aku sama sekali tidak perduli dia bankrut, atau bisnisnya semakin maju, lagi pula bisnis yang di lakoninya adalah bisnis haram. Anggap saja aku sedang menghukum orang jahat.
Aku meludahinya dan tersenyum kecut, berani-beraninya mengikatku di sini, memangnya dia pikir aku takut hanya karena hal ini, Minki jauh lebih menakutkan, asal tahu saja.
Dia menamparku keras sampai aku terjatuh, kepalaku menghantam lantai. Tidak cukup sampai di situ dia mengambil balok kayu dan memukuliku membabi buta.
Aku mengantupkan gigi menahan rasa sakit, tapi aku masih saja terus tersenyum menghinanya, aku tidak ingin di anggap lemah.
Akhirnya dia kelelahan dan berhenti memukuliku, aku pikir aku akan mati sebentar lagi, sakitnya Samapi menempuh tulang-tulang ku. Aku bahkan bisa merasakan darah mengalir dari pelipisku.
"Kau harus mengembakikan uangku beserta bunganya, sialan!" Matthew menggeram, giginya gemeretak, dia pasti sangat marah padaku.
"Kau mau aku membayarnya dengan apa heh! Aku tidak punya apa" ucapku pelan.
"Ada yang menelpon bos" anak buah Matthew memberikan hp ku. Aku tidak tahu siapa yang menelpon, aku harap itu bukan Minki, aku tidak mau dia melihatku seperti ini.
"Anak perempuan yang cantik, namanya Minki"
"Tidak! Jangan berani-berani kau mengangkat telpon darinya, aku akan membunuhmu kalau kau melakukannya"
Matthew tertawa mendengar ucapanku.
"Kau ingin membunuhku, sedangkan kau terikat tak berdaya, kau gila ya?" Matthew memberikan kembali hp ku pada anak buahnya tanpa mengangkat panggilan dari Minki.
"Bayar semuanya tunai, atau aku akan mengambil gadis ini dan ku jual ke rumah pelacuran!"
Dasar sialan, bisa-bisanya dia mengancam ku dengan menggunakan Minki. Walaupun mikni itu psikopat gila, tapi dia masih seorang cewek lemah, mana bisa dia melawan Matthew dan puluhan anak buahnya.
Aku tidak ingin Minki terlibat, tapi aku juga tidak bisa mengembalikan uang Matthew, semuanya sudah ku pakai habis.
"Aku akan membayarnya, ambil saja sebelah ginjalku" ucapku getir.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kenapa gak di biarin aja sih dia telpon Minki Supaya itu orang di bantai habis 😏😏