Kesembilanbelas

4.2K 363 7
                                    

Aku tau semakin sulit untuk menghindari yang nama nya jatuh cinta pada orang yang sangat ku kagumi.

Sama sulitnya dengan berusaha mendekati dia. Yang bahkan tidak pernah melihat ku sedikit saja.

Bukan hanya aku yang berusaha mendekati dia, tapi Fahri,  Herman, Abel dan masih banyak lagi.

Kami tidak bersaing untuk mendapatkan cintanya, tidak akan bisa. karena untuk berbicara dengan nya saja kami harus berfikir sehari semalam tentang topiknya hasilnya pas bicara hanya di balas satu atau dua kata olehnya. Bagaimana kami bisa mendekatinya dengan sikap nya yang super duper dingin,  cuek dan pendiam gitu.

Maka dia dengan sendirinya menjadi fantasi indah dalam otak ku. Saat ini aku mungkin tidak perlu berjuang memilikinya, biarlah aku menjadi orang yang pantas untuknya nanti, setelah aku merasa pantas barulah aku berjuang.

Aku berjanji pada diriku sendiri akan datang padanya nanti sebagai orang yang hebat,  orang yang mampu dia banggakan sama seperti dirinya yang selalu mampu di banggakan. Aku janji akan menjadi sepadan dengan nya agar aku menjadi pelengkap nya yang hampir mendekati kata sempurna.

Maka aku menjalani hari-hariku dengan semakin menyiksa karena memikirkan nya namun tak bisa mendekatinya.

Pengalihan terbaik nya adalah pacar baru tapi tetap tak ada yang seperti dia. Tidak pernah ada.

Semester demi semester belalu, tahun demi tahun terangkai hingga membuatku semakin nyaman dengan perasaan terpendam ku ini.

Hingga di pertengahan semester tujuh. 

Di perjalanan pulang dari kampus, jalanan macet. Bisa ku tebak dari banyak nya kerumunan orang bisa jadi itu adalah kecelakaan.

Ku tepikan motorku, aku sedikit penasaran dengan kecelakaan tersebut. Aku juga penasaran seandainya ada Aisyah di sini dia pasti akan lewat saja dan tidak peduli akan kejadian ini. Dia akan orangnya cuek.

Aahh aku masih selalu memikirkan dia.

Seketika jantungku rasanya di remas saat ku kenali motor yang sudah rusak parah di terinjak mobil rush.

Itu adalah motornya Aisyah. Segera ku cari orang yang mengendarai motor itu aku ingin tau keadaan nya.

Di tengah kerumunan orang yang hanya asyik mengambil foto dan melihat. Tergeletak Aisyah dengan bersimpah darah di sekujur tubuhnya.

Tidak ada yang berani menyentuhnya atau pun memeriksa keadaan nya,  yang ku dengar mereka hanya berkata

"dia sudah tiada"

Seluruh badan ku menjadi lemas,  ku terobos kurumanan itu dan mendekati Aisya. Helm nya bahkan masih terpasang.

Ku lepas helm nya,  ku perbaiki posisinya telentang, ku atur eksistensi kepalanya dan ku raba denyutan nadinya.

Entah karena panik, takut atau kaget tak dapat ku rasakan denyutan nadinya. Ku tundukan kepala ku untuk merasakan nafasnya tapi juga tidak ada.

"dia sudah tiada" lagi-lagi mereka mengatakan itu membuatku semakin kehilangan kontrol.

"diam" ku bentak mereka semua, aku terlalu kesal karena dari tadi mereka hanya menjadi penonton dan tidak mencoba memberikan pertolongan pertama. Maklumi saja karena mereka orang awam jadi tidak tahu.

Ku buka jaket ku dan ku ambil baju kaos yang selalu ku pakai sebagai dalaman. Ku robek menjadi beberapa bagian dan ku pakai untuk membalut luka Aisyah agar pendarahan nya berhenti. Terutama di bagian kaki dan punggung nya yang paling parah.
Setelah selesai ku balut lukanya aku mulai melakukan CPR. tidak peduli mereka mengatakan Aisyah sudah mati atau tidak aku akan terus berusaha menolong nya. Dia harus tetap hidup.

Dear Future Husband (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang