Ketigapuluh Dua

4.5K 409 16
                                    

Kita tidak bisa memilih takdir tapi kita bisa memilih bahagia

Yusuf VO:

Aku tidak pernah bisa menebak yang di fikirkan Aisyah, aku juga tidak pernah menduga apa yang akan dilakukan olehnya. Namun jika menatap matanya malam ini entah mengapa keyakinan itu muncul bahwa dia juga ingin bertahan bersamaku.

Sejujurnya aku ingin marah padanya saat dia begitu santai mengantarku naik ke panggung untuk peresmian pertunangan aku dengan Hafisah. Aku tidak yakin ada wanita di dunia ini yang setangguh itu kecuali jika dia memang tidak benar-benar mencintaiku.

“lihat sendiri kan, Aisyah itu tidak sungguh-sungguh mencintaimu, kalau dia serius dia pasti akan memperjuangkan kamu. Bukanya menyerah begitu saja karena rintangan kecil seperti ini” ibu mulai lagi memanaskan suasana.

Keadaan sudah sepi, para tamu undangan sudah pulang. Sekarang tinggal ada aku, ibu, ayah, Hafisah dan beberapa pelayan yang membersihkan

 “ibu harusnya belajar melapangkan hati dan fikiran, saya tidak pernah mengajarkan ibu untuk selalu berprasangka buruk pada orang lain" Ayah melerai dan membelaku

“ya emang kenyataan nya gitu kan” ibu tidak kendor

“jika ibu melihatnya dengan fikiran sempit seperti itu apapun yang di lakukan Aisyah akan tertap terlihat buruk di mata ibu, mau itu kebaikan atau keburukan ibu akan tetap melihatnya buruk. Perbanyak istigfar ibu. Salah satu nikmat ibu sudah si cabut oleh Allah” nasehat Ayah

“nikmat untuk selalu berprasangka baik telah di cabut, hati ibu telah di sempitkan. Aku mohon perbanyak istigfar” sambung ayah

“Hafisah tolong ajari ibu tentang keutamaan selalu berprasangka baik terhadap orang lain, mungkin dia lupa. Atau kamu juga sudah lupa?”

Ibu dan Hafisah terdiam mendengar perkaan ayah. aku harap sekarang mereka istigfar, karena sungguh mereka lah yang sebenarnya telah jauh dari Allah.

“sepertinya kalian lah yang perlu belajar banyak kepada Aisyah, apa perlu aku menyuruh Aisyah menjadi mentor pengajian kalian?” tanya Ayah, dia benar memihak ku dan Aisyah.

“sudah lah. Lupakan. Kalian membuat saya malu” lanjut ayah

“saya ingin membahas sesuatu yang lebih penting, mister Lu menyarankan Yusuf ke tingkok untuk belajar tentang pertambangan di perusahaan terbesar di sana. Bagaimana menurutmu Suf?” bukan hanya aku, Hafisah dan ibu pun ikut mendelik mendengar perkataan ayah

“kok bisa?” Tanya ku heran

“dia menyarankan  ini sebagai syarat untuk kerjasama kalian. Kalau menurut ayah ini sangat bagus. Kamu bisa menimbah ilmu yang banyak di sana dan kelak kamu terap kan ke perusaan kita yang baru agar perusahaan ini lebih maju dan berkembang” kata Ayah

“tapi kan Pah, Yusuf akan segera menikah dengan Hafisah, dia tidak mungkin meninggalkan Hafisah ke tiongkok” ibu menyelah pembicaraan ini

“siapa bilang saya setuju mereka menikah segera? Inikan ide nya mama bukan ide saya” ayah membantah

“tapi ayah juga harus memikirkan perasaan Hafisah” sambung mama

“kalau Hafisah sungguh-sungguh mencintai Yusuf dia pasti akan mendukung karir Yusuf dan masa depan perusahaan nya. Dia harus bisa membuktikan cintanya dengan menunggu Yusuf selesaikan urusan nya ini” ayah sepertinya mengembalikan kata-kata mama

Dear Future Husband (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang