“kok jadi kacau gini sih, kalian ngapain ngerecokin rencana saya” Fahri terlihat kesal melotot kepada Herman dan Abel bergantian kepada aku juga
“bukan Cuma kamu aja yang suka sama Aisyah, jadi wajar lah kalau kita juga mau memperjuangkan dia. Selama dia belum menjawab iya ke kamu kita juga masih punya hak” Abel mempertahan kan rasa tidak bersalahnya
“udah-udah, biarkan Aisyah yang menjadi penentu” Herman melerai
Kami kembali metap ke arah Aisyah tadi berdiri, ternyata di sana sudah tidak ada dia.
“Aisyah mana?” Tanya Fahri pada Nayla
“gak tau tadi masih ada di sini” Nayla juga terlihat bingung karena gadis itu menghilang tanpa permisi
Aku beranjak dari tempatku di saat mereka masih sibuk mencari keberadaan Aisyah. Mereka mungkin tidak melihat gadis itu pergi, tapi aku melihatnya. Mataku tidak bisa lepas darinya.
Aku mengikuti Aisyah yang berjalan terburu-buru sendirian kabur dari keramaian, lari dari kenyataan dan menolak untuk percaya
Beberapa kali ku liat dia menendang batu-batu yang ada di tengah jalan, seolah dia melampiaskan kekesalan nya pada batu itu.
Mengapa dia begitu kesal? Aku berani bertaruh moment seperti ini menjadi moment yang di inginkan hampir semua perempuan. Kenapa dia justru kesal terhadap kenyataan itu.
Langkahnya terhenti saat batu terakhir yang dia terndang mendarat manis di jendela rumah warga dan jendela itu dari suaranya sepertinya pecah.
Sepertinya dia akan terlibat masalah, dan kalau aku tidak salah tebak kali ini dia pasti akan tanggung jawab. Dari gaya-gaya seorang Aisyah dia akan lebih memilih di marahi dan tanggung jawab dari pada lari.
Baik lah, dia harusnya memiliki yin dan yang dalam dirinya agar menjadi seimbang, kalau pun dia tidak punya maka aku yang akan melengkapinya.
Aku berlari mendekati Aisyah dan segera menarik tangannya agar berlari.
“Yusuf kenapa kita lari?” Tanya Aisyah sambil mencoba melepas genggaman tanganku, manum semakin ku eratkan. Aku tau dia tidak akan setuju untuk berlari
“iku ajah, ada tempat yang indah yang ingin ku tujukan” Aku merubah topiknya agar dia melupakan jendela itu
“tapi tadi itu jendelanya orang pecah. Harus tanggung jawab Yusuf”
“besok ajah Aisyah, mungkin yang punya rumah sudah tidur”
Tak ku dengarkan lagi perlawanan apapun lagi dia dia. yang ku dengar hanya suara nafasnya yang tersengal karena kami sudah berlari cukup jauh.
Ku lepaskan tangan nya saat kami sudah tiba di tempat tujuan, aku membawa Aisyah di pinggir sungai yang berjarak sekitar 500 meter dari posko
Aisya masih diam, dia malah menikmati pemandangan dan tidak mencoba mengajakku bicara. Aku tetap saja di cuekin bahkan ketika kita hanya berdua saja
“Aisyah tadi kenapa kamu lari?” aku memulai percakapan
“karena kamu narik tangan aku” Jawaban Aisyah memang benar tapi bukan itu yang aku maksud
“Maksud aku kenapa kamu lari dari acara tadi?” Tanya ku lari
“aku gak lari kok, aku jalan” lagi-lagi Aisyah menjawab benar namun rasanya kok kesel ya?
“ya terus kok pergi gitu aja? Di sana mereka cariin kamu, kamu juga belum terima salah satunya”
“jadi aku harus menerima mereka gitu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Future Husband (Complete)
RomanceAku Aisyah Kehidupan karirku di umur 26 tahun tampak sempurna, sebelum aku bangun dari koma dan sadar ternyata aku masih berumur 20 tahun dan masih kuliah Bukan itu masalahnya, mimpi yang aku lihat saat koma seperti memperlihatkan masa depan ku 6 t...