Keduapuluh Sembilan

4.1K 397 26
                                    

Aku sudah terlanjur berada dalam garis kehidupan Yusuf. Entah dia yang melewati jalur ku atau kita yang memang berada di jalur yang sama tetap saja aku sudah terlibat. Maka jangan salahkan aku kalau aku berusaha menkepoi dia.

Hari ini aku ke kantor nya Yusuf, aku sangat ingin mencari tau siapa Hafisah itu. Wanita yang di jodohkan orang tuanya Yusuf. Wanita bercadar yang berprofesi sebagai dosen dan selalu mengingatkan Yusuf untuk sholat lima waktu.

Aku harap aku mendapat petunjuk,  karena ini sudah sangat di luar nekat ku untuk mencari tau sampai di kantornya Yusuf.

Aku memakai jilbab untuk menunjang penyamaran ku agar tidak mudah di kenali. Aku bahkan berfikir untuk memakai cadar.

Tapi tunggu dulu, mungkin tidak perlu se extrem itu. Cukup memakai jilbab maka belum tentu Ada yang mengenaliku di sana.

Aku duduk di lobby kantor sambil membaca koran untuk menutupi wajahku. Yang ku cari adalah petunjuk. Apapun itu mungkin ada di sini.

Ini adalah kebodohan yang mungkin akan ku sesali seumur hidup. Kenapa aku harus ada di sini. Padahal petunjuk yang aku cari belum tentu ada di sini.

"Assalamu alaikum Yusuf"

Jackpot. Sepertinya bukan cuma petunjuk yang aku dapatkan tapi orang nya langsung. Dan Yusuf juga berada di lobby. Aku menaikkan koran yang ku baca agar tidak terlihat sama sekali.

"Waalaikum salam Hafisah" Balas Yusuf

"kamu sudah makan siang? Ini aku bawakan makanan"

Tanpa sadar sepertinya aku mengenggam terlalu erat koran yang ku baca.

Tenang Aisyah. No need to jelous

"maafkan aku Hafisah,  aku ada janji makan siang di luar. Kamu bisa makan siang bersama karyawan yang lain nya di sini"

Sangat melegakan mendegar penolakan itu dari yusuf.

"baik lah,  kalau begitu sholat dzuhur dulu baru keluar ya"

Aku seperti kena stun mendengar itu, wanita itu sangat tawakkal rupanya.

Yusuf sepertinya menjadi bimbang.

"kita sholat berjamaah di mushollah ya,  ajak karyawan kamu untuk sholat juga" Ajak wanita yang bernama Hafisah itu

"baik lah"

Yusuf sepertinya tidak bisa menolak ajakan yang satu ini. Aku mengerti itu, untuk urusan dengan Allah kita tidak boleh menolak nya. Karena itu adalah kebaikan.

Yusuf mengajak karyawan nya ikut sholat Dzuhur bersama di mushollah kantornya. Termasuk Hafisah juga ikut menjadi makmun nya.

Aku hanyalah penonton ketika mereka sama-sama mengadu kepada sang pencipta. Aku menjadi jengah pada diri ku sendiri.

Aku juga sholat,  meskipun kadang bolong saat-saat crowded. Tapi sekarang aku tidak mungkin ikut berjamaah dengan mereka. Karena kalau Yusuf melihatku itu sama saja aku aku bunuh diri.

Ku rasa sudah cukup hari ini,  aku datang ke sini sepertinya hanya untuk menyakiti diriku sendiri. Melihat mereka menghadap kiblat yang sama di waktu yang bersamaan bukan lah petunjuk untuk membuatku merasa lega.

Aku baru akan keluar dari lobby kantornya Yusuf tiba-tiba hp ku berbunyi.

Nomor baru menelpon

"halo" jawab ku

"dimana?" Tanya suara asing di telpon

"di kantor" jawabku lesuh,  aku bahkan tidak penasaran siapa yang menelpon ku

Dear Future Husband (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang