Part 1

3.2K 123 12
                                    

Di suatu hari tanpa sengaja kita bertemu ehh *shit, belum apa apa udah typo* :v

Di suatu hari hiduplah sebuah Rio yang sudah stay depan rumah Reza untuk sekedar numpang sarapan. Ibu Rio tidak sempat memasak di pagi hari karena harus merawat Freddy yang masih kecil.
Dan ibunda Reza pun sudah paham atas sikap keponakannya itu.

***

Ting.. Tong...

"Pagi pagi udah lari lari. selamat pagi tante Sari." Seperti tidak punya urat malu, Rio langsung saja menerobos dapur dan menemui ibu Reza yang sedang memasak di sana. Senyumnya lebar menampakkan rentetan gigi rapi nan bersihnya.

"Ada apa?" Seolah tahu siapa yang datang, Sari bertanya tanpa menoleh. Kelakuan ponakannya satu ini memang di luar batas akal sehat manusia. Memencet bel namun nyelonong begitu saja.

"Cabe rawit sekilo ada, Tan?" tanya Rio bersandar di pintu dapur. Pandangannya ia edarkan mencari sesuatu yang ia tanyakan tadi.

"Tante gak jualan cabe."

"Ya iyalah... Masa iya cabe jual cabe," ujar Rio tak sopan, ia langsung berlari ke ruang tengah khawatir tantenya berubah jadi Hulk versi wanita.

"Good morning nenek.." sapa Rio kepada sang nenek yang tengah duduk di kursi goyang.

"Gigi siapa yang kuning?" Yah.. Begitulah orang tua, seiring pertumbuhan jembut ehh usia, pendengaran mereka mulai berkurang.

"Gigi ayam, Nek." jawab Rio kesal. Ia memilih untuk memijit pundak sang Nenek, siapa tahu umurnya bertambah.

"Lah katanya kuning. Sekarang hitam yang benar yang mana sih?" tanya nenek sepertinya ia mulai kesal.

"Ngapain lo? godain nenek gue lagi?" Seorang pria dengan seragam putih abu-abu lengkap dengan tas hitam bermerk di punggungnya, ia menuruni anak tangga.

"Iya, zZa. Nenek lu gue gombalin ampe klepek klepek. Buktinya noh giginya pada rontok saking besarnya klepekan dia." kata Rio kesel.

"Ada bakat lo jadi kang cimol," sahut Reza. Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa, bersantai.

"Hubungannya apa, woyy?" kata Rio

"Gak ada. Ayo dah ke sekolah, ntar telat kita." Pemuda berhidung mancung itu membenarkan tali sepatunya. Helaian rambutnya jatuh menutupi alis tebal pria itu.

"Mbah ijat lagi mandi. Emang udah telat dari tadi," kata Rio. Tangannya masih lihai memijit pundak sang Nenek.

"Bango, kenapa lo gak bilang dari tadi."

"Lah.. Lu gak nanya."

"Serah lo. Ayo cepetan sebelum gue sunat idup idup lu." kata Reza.

Setelah bersalaman kepada Nenek dan Sari, Reza pun melesat ke garasi mencari keberadaan motornya, diikuti Rio dari belakang.

"Za, perut gue," keluh Rio. Kedua tangannya memegangi perut yang di dalamnya terdapat cacing yang sedang berpesta rakyat.

"Biar kenyang nanti di sekolah lo jejelin kaos kakinya si Gilang. Ayo dah cabut!"

Reza bergegas mengeluarkan motor Sport andalannya yang diberi nama Jupe. Ia mengenakan helmnya dan langsung jalan.

"Reza! Ada yg ketinggalan!" teriak Rio dari dalam garasi, lantas Reza langsung berhenti dan menoleh.

"Apaan?"

"GUE!" Rio pun berlari dan tertawa mengejar Reza yang sama sekali belum jauh.

"berangkat dah..."

***

Sesampainya di sekolah, gerbang berwarna hitam pekat itu sudah tertutup rapat bagai keperawanan mimi peri.

"Ambil bawang pake skup. kok gerbangnya ke tutup?"

Belum sempat mengatur rencana untuk menerobos masuk, Pak Ari -satpam- sudah menunggu di balik gerbang. Kumis baplangnya yang naik turun menandakan sang empu sedang dalam mode serius.

"Kalian telat! ucapnya dingin. Tidak ada ekspresi apa pun dari wajah bulat dengan hidung yang juga bulat itu. Perut besarnya membuat kancing di bagian tengah terlepas.

"Lah emang kita telat, siapa yg bilang kita lagi maen congklak. Iya gak? celoteh Reza mencairkan suasan.

"Betul betul betul."

"Masuk sana, biar Bu Indah yang ngasih pelajaran ke kalian. Saya cape! Setiap hari harus bertemu dengan kalian terus. Cepat sana masuk!" ucap pak satpam lalu membuka gerbang untuk mereka. Tanpa membuang waktu lama, kedua pemuda tak tahu diri itu langsung melesat ke dalam.

Rio mengintip dari jendela kelasnya, Bu Indah sang guru killer tengah menerangkan pelajaran hari ini. Bagaimana mereka bisa masuk tanpa ketahuan kalo begini.

"Rio, Reza!"
Entah sejak kapan Bu Indah ada di depan pintu. Padahal baru saja Rio melihatnya ada di dalam. Tatapan wanita berusia kisaran 40 tahunan itu sangatlah tajam.

"Ehh ibu.. kirain kang paket," celetuk Reza dengan ekspresi minta ditumbuk.

"Cepat kelapangan!" cetus Bu Indah

"Ngapain, Bu?" tanya Rio.

"Dihukum lah bege, ya kali lu mau debus." Seolah hafal dengan aktivitasnya tiap pagi, Reza langsung menarik Rio ke lapangan. Diikuti Bu Indah di belakangnya.

"Sudah, di sini saja." Di tepi lapangan yang dihiasi rumput hijau Bu Indah memberhentikan laju kakinya. Rio dan Reza lantas menoleh.

"Kok di sini, Bu? Biasanya kan hormat bendera di sana?" tanya Reza.

"Bukan."

"Terus apa dong?"

"Ngepel lapangan?" tebak Rio asal.

"Bukan."

"Nyebokin Pak Ari?"

"Bukan."

"Botakin Rapunzel?"

"Bukan."

"Gelitikan limbad ampe ngakak.?"

"Bukan."

"Terus apa dong.." Rio nyerah menebak. lalu Bu Indah Menyerahkan sebuah gunting kuku.

"Buat apa, Bu? kuku saya kan sudah cantik, kemaren baru perawatan di mall ambasador."

"Perawatan ndas lu kotak. Jangankan perawatan motong kuku aja digigitin." kata Reza penuh kebenaran. Ia terlalu muak dengan tingkah Rio yang selalu aja menguras emosinya.

"Sekarang kalian potong semua rumput ini sampai rapi, pake gunting kuku itu," ucap bu Indah tak tanggung tanggung.

"Amboooy.. Demi susanti yang pindah kewarganegaraan apa ibu sedang bergurau?" tanya Reza memastikan.

"Tdak! Hukuman hormat ke bendera sudah terlalu mainstream dan tidak menimbulkan efek jera untuk kalian. Sudah! Cepat kerjakan. Ibu kembali semuanya sudah bersih. Mengerti?" tegas sang guru. Lalu pergi meninggalkan.

"Toko sendal samping toko kue.
sial amat nasib gue." Lagi lagi Rio mengeluh.

Kedua pemuda itu lalu berjongkok, memotongi kumpulan rumput liar dengan sebilah gunting kuku.

"Ngapain kalian? Semedi?" Seorang gadis melintas di hadapan mereka. Sepertinya ia baru saja selesai mengikuti pelajaran olahraga. Terlihat dari keringat yang bercucuran di leher jenjangnya.

"Kita lagi gali kubur, Neng," jawab Reza kesal.

"Owh.. Ghea kira kalian lagi ngemis," ujar salah satu gadis yang menyebutkan namanya itu. Lalu keduanya berlalu meninggalkan tawa yang penuh luka bagi Rio dan Reza.

"Awas aja ya, kalo ketemu lagi bakal gue bikin jatuh cinta sama gue."

Keselek Cinta Gadis IPS (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang