Balikan yuk?

411 16 6
                                    

Reza memarkirkan mobilnya di halaman luas rumah Melissa. Tiga gadis bawaannya turun mendahuluinya dan mengetuk pintu rumah besar itu. Perasaan panik masih menyelimuti Febi, gadis dengan rambut terurai itu sama sekali tidak menyadari Reza yang sejak tadi memperhatikannya.

Tak lama, pintu terbuka. Tatapan datar Gilang yang menyambut mereka. "Mau ngapain lo pada ke sini?" mata Gilang melirik sinis ke arah Reza. "Ehh Za, ngapain lu banyak amat nyewa l*nte. Duit dari mana lo?" lanjutnya dengan tatapan masih datar.

"Ya Allah, itu punya mulut sekate-kate banget lo!" protes Febi tak terima.

"Gilang, kita ke sini mau ketemu sama Melissa, kita pengen liat keadaan dia," jelas Ghea dengan wajah santai dan manisnya. Tidak terlihat emosi sama sekali. Gilang menatap mata indah gadis itu, masih sama seperti dulu. Ghea yang polos, yang pernah mencintainya dengan segala ketidaktahuan Ghea tentang kehidupan Gilang. Gilang luluh, ia membuka pintu lebih lebar dan membiarkan keempat orang itu masuk. Ghea tersenyum ke arahnya. "Terimakasih, Gilang."

Gilang masih terpatung di tempatnya. Ia meyakinkan perasaannya bahwa sudah tidak ada lagi cinta untuk Ghea. Tidak, Ghea tidak cocok untuk lelaki mesum seperti Gilang.

"Caren, Ghea, kalian duluan aja ke kamar Melissa, Febi mau buatin minum dulu buat kalian," aku Reza. Febi celingukan dibuatnya.

"Ohh ok, Ghea minta es teh ya, Febi. Gak kuat ini haus banget. Ayo Caren kita ke atas."

Kedua gadis itu menaiki tangga dengan riangnya. Reza tersenyum, ini kesempatannya untuk mendekati Febi.

"Lo berdua ngapain di situ?" Gilang melipat kedua tangannya di dada, menatap kedua sejoli itu dengan sinis.

"Gue mau ke atas aja, males banget sama cowok yang mulutnya pedes," sinis Febi.

"Maksud lu gue?"

"Ya siapa lagi? Cowok yang ngatain cewek sembarangan. Gue heran aja sih kenapa dulu Ghea mau sama cowok kek lu? Gak ada akhlak, untung banget Ghea udah putus." Tanpa menunggu tanggapan dari lawan bicaranya. Febi langsung beranjak menyusul kedua temannya.

"Feb, temen lu nitip es teh?"

"Lu bikin aja sendiri."

"Yahh, gagal lagi gue mau deketin Febi," keluh Reza. Kini, ia balik menatap Gilang sinis. "Gara-gara elu si, punya mulut gak ada remnya. Tau sendiri kan cewek itu sensitif."

Apa ini alasan kenapa Ghea ninggalin gue dulu? Apa karena mulut gue yang kotor? gumam Gilang.

"Kan malah bengong, kepikiran omongan Febi kan lo. Mampus lu sukurin. Dahlah males gue sama lo."

***

"Melissa jangan sedih lagi ya, kan sekarang ada Ghea sama Caren. Melissa gak sendiri lagi." Gadis dengan kawat gigi itu tersenyum lebar untuk menghibur sahabatnya.

Sementara itu, Caren membantu merapikan kamar Melissa yang sangat berantakan. Tak lama, Febi datang menyapa.

"Febi, mana es teh punya Ghea?"

"Gak ada."

"Kok gak ada?!"

Febi merebahkan tubuhnya di samping Melissa, memeluk sahabatnya erat. "Mati satu tumbuh seribu. Tenang aja, masih banyak yang sayang sama lo."

"Apa sih lo," Melissa menepis tangan Febi yang memeluknya. "Dateng-dateng sok jadi Mario Teguh. Gue gak papa, gue cuma kecapean makanya gak bisa sekolah!"

"Ni anak lagi kacau juga masih aja sok kuat banget."

"Ehh Reza," teriak Ghea yang melihat Reza di ambang pintu. "Es teh punya Ghea?"

"Gak ada."

"Lu bikin sendiri ngapa, Ghe. Manja banget jadi cewek," celoteh Caren yang sedang menata buku. Tanpa menoleh ke arah Ghea.

Dengan langkah gontai Ghea pun keluar kamar. Satu persatu anak tangga ia jajaki, matanya terus fokus menatap ke bawah. Bibirnya ia majukan, kesal sekali sekarang.

"Ini dapurnya di mana? Rumah segede gini Ghea bisa kesasar." Ghea celingukan, menemukan sosok lelaki tengah duduk di sofa, sedang menonton tv.

"Permisi," ucap Ghea santai. Lelaki itu menoleh.

"Apa?"

"Gilang boleh bantu Ghea tunjukin di mana dapurnya? Ghea mau bikin es teh."

"Di sana," tanpa menoleh, Gilang menunjuk ke arah kanan di mana dapur berada.

"Gilang niat ngasih tau gak si?"

Gilang menoleh, mendapati wajah Ghea yang memerah karena marah. Lelaki dengan kaos hitam bertuliskan supreme itu beranjak dan mengusap puncak kepala Ghea gemas. "Ayo gue antar ke dapur." Dengan senyum yang jarang Gilang lontarkan, ia meraih tangan Ghea dan membawanya ke arah dapur. Ghea terdiam, tidak biasanya Gilang bersikap seperti ini padanya.

Setibanya di dapur, Ghea mengambil beberapa gelas dan menaburkan sedikit gula ke dalamnya. Mengambil teh celup dari dalam laci dan menuangkan sedikit air hangat ke dalam masing-masing gelas. Gilang mengambilkan sebotol air dan beberapa butir es batu dari dalam kulkas. "Terima kasih, Gilang."

"Bikin es teh banyak amat, mau lu abisin semua?" kata Gilang basa-basi.

"Ya enggak lah, ini buat semua orang."

"Kan cuma lu yang mau, kenapa semua orang dibikinin?"

Ghea menghentikan aktifitasnya, menatap Gilang serius. "Ketika kita menginginkan sesuatu, kita tidak selalu memintanya bukan? Aku tahu mereka pasti haus, cuma mereka gak bilang aja."

Sama kaya gue, pengen balikan cuma gak bilang aja.

Bersambung...

Keselek Cinta Gadis IPS (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang