Part4 (Labrak)

1.3K 53 0
                                    

Di ruang tengah rumahnya, Gilang beberapa kali menekan tombol remot tv di tangan, tidak ada tayangan yang menarik baginya. Pemuda dengan celana pendek selutut itu menghembuskan nafas frustrasi, harinya kenapa sehampa ini semenjak putus dengan Ghea? Tidak, sejak pacaran pun Gilang tidak begitu mencintai gadis itu. Ini hanya perasaannya saja, tidak mungkin Gilang merindukan gadis polos nan lugu itu.

Pintu rumahnya terbuka, lantas Andra langsung masuk diikuti Melissa di belakangnya. "Nih, adek lu. Gue pulang dulu, Assalamualaikum." Andra meninggalkan tempat itu. Menyisakan Gilang yang kebingungan dengan keadaan Melissa.

"Duduk," pinta Gilang.

Melissa menunduk, tanpa berani menatap Gilang yang mungkin akan merasa menang karena semua kutukannya tentang hubungan Melissa akhirnya menjadi nyata.

Gilang sudah menebaknya, ini pasti ulah Tomi. Pria itu lanjut duduk tegap, menghela nafasnya berat. "Liat gua."

Perlahan, Melissa mendongak. Menunjukkan mata sembab dan bibir yang masih bergetar. Gilang tersenyum ke arahnya. Lalu ia mendekat dan mendekap adik satu-satunya itu. Mengusap pelan puncak kepalanya hingga tangis Melissa kembali pecah di dada bidang abangnya.

"Gue diselingkuhin sama Tomi, huaa..."

Tangan sebelah kiri Tomi mengepal kuat mendengar pengakuan Melissa. Laki-laki brengsek itu benar-benar cari mati. Namun, Gilang harus tetap tenang guna meredam emosi Melissa yang mungkin tak beraturan sekarang. Ia ikut sedih melihat keadaan adiknya seperti ini, menangis seolah tak berdaya. Tentu saja Gilang tidak akan diam saja.

***

"Lu di mana? Ikut gua. Ada yang harus kita beri pelajaran."

Gilang mengenakan Hoodie hitam lengkap dengan topi yang juga hitam. Mengendarai mobilnya menjemput Reza untuk menjalan aksi gerebeg-gerebeg manja. Tak lama, Reza datang dan langsung masuk ke dalam mobil milik Gilang. "Kita mau baku hantam kah?" tanya Reza namun tak mendapat tanggapan apa pun dari Gilang. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, seolah tak ingin melewatkan setiap detik pun untuk menghabisi pria sialan itu.

Gemerlap bintang menghiasi langit malam Jakarta, semakin larut semakin ramai orang keluar kandang mencari hiburan diri. Pukul sepuluh malam, Tomi duduk tenang di kuris bar paling ujung. Menunggu orang yang mungkin akan menghujaninya dengan pukulan. Pria itu menghela nafas berat, wajar saja ini memang salahnya. Pintu bar temukan, menampakkan siluet dua pria tinggi. Meskipun lampu remang-remang berwarna tak bisa menerangi seluruh ruangan Tomi dapat melihatnya, itu Reza dan Gilang. Tomi lantas melambaikan tangannya. Gilang dengan cepat menghampirinya dan langsung menarik kerah baju Tomi kuat-kuat. Tangannya sudah terkepal siap melayang ke arah Tomi kapanpun itu. Untung saja, Reza dengan sigap menahan Gilang.

"Woi, istighfar lu. Anak orang mau lu apain?!"

Gilang pun melepaskan Tomi yang tak melawan, namun amarahnya benar-benar dipuncak sekarang. Teringat wajah Melissa yang menangis sedu tadi siang, hasrat untuk membunuh pria ini kembali membara.

"Gue bilang dari awal sama lu, jauhin adek gue, cowok brengsek!" teriaknya.

"Gue belum jelasin semuanya, Melissa main pergi aja. Ini salah paham," jelas Tomi. Saat itu juga sebuah pukulan melayang tepat ke arah lesung pipinya. Tomi jatuh tersungkur, merasakan panas yang menjalar dari wajahnya.

"Apa pun alasannya, jangan pernah sentuh adek gue lagi, jangan temui dia dan anggap aja kalian gak saling kenal. Kalo sampe lu sampe ganggu dia, gue bakal bikin lu nyesel seumur hidup lu."

***

Hening, Reza yang biasanya bercanda kini bungkam melihat ekspresi Gilang seserius itu. Jalanan yang tidak terlalu ramai membuatnya bebas kebut-kebutan. "Kenapa gue mukul dia cuma sekali? Argh! Harusnya gue abisin aja tadi," seru Gilang memukul stir mobilnya pelan.

"Lu mau anak orang mati? Terus lu dipenjara?"

"Mending gue dipenjara dari pada dia yang bebas nyakitin adek gue."

***

Hari ini, Melissa memaksakan dirinya untuk tetap bersekolah. Meratapi dirinya terus tidak akan menghilangkan rasa sakitnya. Setidaknya Melissa punya pengalihan untuk tidak memikirkan hal itu terus, Melissa harus move on.

"Mel, ikut ke kentin?" tawar Ghea.

Beberapa menit lalu bel berbunyi, menyisakan mereka berempat di kelas itu.

"Nggak, duluan aja."

Febi menepuk pundak Melissa yang menenggelamkan wajah ke dalam dekapan tangannya di atas meja. Gadis itu masih saja terlihat kacau. "Sebenarnya pengen gue nemenin lu di sini, tapi gue lapar banget, Mel. Kita gak lama kok ke kantinnya, nanti kita balik lagi buat nemenin lu."

Setelah mendapat respon anggukan dari Melissa, ketiga gadis itu beranjak ke kantin.

M

eskipun dengan mata terpejam, Melissa dapat merasakan seseorang yang mendekat ke arahnya. Gadis itu mengintip dari celah tangannya, ia terkejut mendapati Andra yang berada tepat di depan matanya, dekat.

"Lu ngapain di sini?" cetus Melissa.

Andra mengangkat kedua bahunya, lalu pria dengan setelan badboy namun goodboy itu duduk di kursi samping Melissa. Di dalam kelas hanya ada mereka berdua.

"Pergi, lu anak IPA. Gimana kalo nanti ada cowok IPS yang liat lu di sini, abis lu!"

"Bodoamat." Andra menyenderkan kepalanya. Memejam mata dengan bulu yang lentik itu. "Gue udah denger semuanya dari Abang lu," ujarnya menutup mata.

"Ya terus? Lu kasian sama gue? Maaf gue gak perlu dikasihani."

Andra terkekeh kecil, ia membuka mata lanjut menatap Melissa serius. "Cuma gara-gara diputusin doang sampe mau bunuh diri, goblok!"

Melissa terbelalak, seumur hidupnya baru Andra yang berani menghinanya seperti itu. Melissa menghela nafasnya berat, mengontrol emosinya agar tidak meledak sekarang. "Lo pergi atau gue yang pergi?"

"Mending kita pergi bareng-bareng."

Memutar bola matanya kesal, Melissa pun beranjak dari kelasnya berniat menyusul kawan-kawannya di kantin.

Keselek Cinta Gadis IPS (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang