BAB 3

104 9 0
                                    

"Saat duniamu mulai pudar dan kau merasa hilang ... Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu."
(Sayap Pelindungmu - The Overtunes)

• • •

Setelah menekan tombol lift yang ia naiki menuju lantai 6, Milia mendekap tubuhnya sendiri yang berbalut hoodie biru sambil menunggu sampai di lantai tujuannya. Jam tangan berwarna caramel di tangan kirinya menunjukkan pukul enam sore, dan ia tahu betul ia belum mandi. Dibalik hoodie yang dipakainya seragam sekolah pun masih melekat.

Bau obat - obatan semakin menguar ketika Milia keluar dari balok besi itu. Dia sudah terbiasa tahan karena terlalu familiar. Langkah kakinya melaju menuju sebuah ruangan berjarak beberapa meter dari ujung lorong.

Gadis itu membuka pintu perlahan, lalu suasana yang lebih tenang menyelimuti ruangan itu.

"Halo, Mama." Sapanya pada wanita yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Nafasnya begitu tenang, bahkan semua orang yang melihat perlu memastikan ia masih bernafas dalam jarak dekat.

"Mili baru pulang, Ma." Lanjut Milia pada orang di depannya yang jelas - jelas tidak menjawab selagi ia beristirahat. Namun itulah nyatanya yang dilakukan Milia hampir setiap hari. Membawa cerita yang ia punya pada Mamanya, tanpa mengharapkan lebih pada jawaban.

Dan gadis itu akan sangat bersyukur bila bisa menemui Mamanya dalam keadaan sadar.

"Hari ini Mili terlambat masuk lagi, soalnya tadi malam Mili terlambat tidur. Maaf ya, Ma."

"Mili juga dapat surat undangan orang tua, maafin Mili lagi ya Ma ... "

Milia menunduk, menggenggam erat tangan Mamanya. Merasakan dinginnya kulit penuh kasih itu di bawah telapak tangannya. Seandainya saja Marina-Mamanya-membuka mata, Milia yakin ia pasti akan mengelus rambut putrinya itu dengan sayang. Mengatakan padanya bahwa tidak ada orang yang salah. Terlebih lagi orang yang mengakui kesalahannya dan meminta maaf, mereka tidak salah.

Karena satu - satunya orang yang percaya bahwa Milia berusaha menjadi baik adalah Marina.

Semua kesalahan ada alasannya, selalu begitu katanya.

Tidak ada tanda - tanda Marina akan membuka mata. Milia hanya bisa menatap sendu Mamanya yang bernafas pelan. Tidak pernah ia merasa semelankolis ini selain saat melihat kondisi Marina.

Berapa lama lagi Marina akan bertahan?

Berapa lama lagi kesempatan yang Milia punya bersama Mamanya?

Bagaimana mereka akan berpisah nantinya?

Pertanyaan - pertanyaan terkutuk yang tidak pernah Milia percaya. Ia yakin Marina sedang memperjuangkan hidupnya, mengulur waktu bersama anaknya. Tidak peduli separah apa kanker otak yang sedang ia derita.

Super MiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang