"Yes I'm a mess but I'm blessed to be stuck with you. I just want you to know that ... If I could I swear I'll go back. Make everything all better."
(Blessed - Daniel Caesar)• • •
"Selain black coffee dan cheese cake, ada lagi pesanannya Kak?"
"Sudah, terima kasih."
Waiter itu tersenyum sekilas, lalu pergi ke dapur kafe. Milia menumpukan dagunya dengan tangan di atas meja, melihat ke sekeliling kafe yang mulai lengang dari pengunjung.
Pikirannya terasa penuh sekarang, ia benar - benar lelah. Bukan hanya tentang keadaan Marina-yang jujur-belum membaik, tapi beberapa tugas sekolah yang belakangan membuatnya sibuk.
Sebelum black coffee-nya datang dan ia tidak akan tidur beberapa jam ke depan, gadis itu memutuskan untuk menutup matanya beberapa saat. Di atas meja, bersama dengan aroma minuman hangat yang menguar dimana - mana, Milia menutup matanya.
• • •
Milia kembali tidur ketika seorang waiter mengantarkan pesanannya, namun tak lama kemudian ia terusik untuk membuka mata lagi. Dengan kantung mata yang semakin menghitam, ia dapat melihat seorang cowok duduk di seberangnya.
"Ngapain lo di sini?" Tanya Milia langsung.
Cowok itu mengendikkan bahu, "Hak gue datang ke tempat umum manapun."
Kemudian cowok itu melemparkan selembar kemeja OSIS ke atas meja. "Gue cari lo kemana - mana tapi nggak ada. Lo mau menghindar?"
Milia mengernyit, "Yang ada juga gue yang nyariin lo."
"Ck, buruan pasang."
Milia menarik napas dalam. Tidakkah ia kurang terlihat lelah malam ini? Bahkan ia masih memakai seragam OSIS dengan hoodie, seperti biasanya ketika ia harus menjenguk Marina sepulang sekolah lalu pergi ke kafe yang sama setiap malam. Harusnya Samuel bersyukur karena ia sudah sempat membersihkan diri dan berganti pakaian dengan bersikap lebih sabar.
"Oke.." Milia mendesah. "Kasih waktu sebentar, gue mau ngopi."
Samuel tidak menjawab dan Milia asumsikan sebagai 'ya'. Gadis itu menyeruput kopinya dengan santai, berusaha melupakan bahwa makhluk mengesalkan macam Samuel ada di depannya. Setelah itu ia memotong kecil - kecil cheese cake-nya dan memasukannya ke dalam mulut.
Semakin lama wajah Samuel semakin suram, membuat Milia sedikit membanting garpu ke piring cheese cake. Cowok di depannya terlalu tidak sabaran.
Lalu dengan gerakan cepat ia mengeluarkan kotak kecil dari tas berisi peralatan jahit plus dua kancing seragam Samuel. Dengan telaten ia mulai memasukkan benang ke lubang jarum dan memasangkan kancingnya. Samuel hanya memperhatikan, alih - alih membuang mukanya ke jalanan melalui dinding kaca.
Lima belas menit berlalu, hingga akhirnya Milia selesai memasangkan dua kancing itu. Ia memutuskan benang yang masih terkait dengan menggigitnya.
"Nih." Ia menyerahkan seragam Samuel.
Cowok itu menerima dengan ekspresi datar. Tidak ada senyum basa - basi, tidak ada terima kasih.
"Ini juga,"
Milia merogoh tasnya, mengeluarkan dua batang bolpoin yang dibalut pembungkus plastik tebal yang diikat dengan pita. "Terima kasih udah pinjemin gue pulpen waktu itu."
Samuel hanya melirik, lalu Milia menyodorkan bolpoin itu dan meletakannya di atas meja di depan Samuel.
"Gue mau tanya sesuatu."
Milia mendongak. "Apa?"
"Kenapa lo belum pulang dan ganti pakaian?"
Gadis itu berdeham, lalu menimbang sejenak. "Not your bussines."
"Gue cuma tanya, gak ada niat buat ngurusin."
"Dan setelah lo tau, lo mau apa?"
"Nothing." Sam menegakkan posisi duduknya. "Tapi seenggaknya lo tau kan, ini cukup malem buat cewek kayak lo apalagi masih pakai seragam."
"Nobody cares." Milia tersenyum miring.
"But me."
Gadis itu menghela napas pelan. Ia rasa cowok di depannya tidak akan kehabisan kalimat pendebat untuknya. Untuk apa ia peduli kalau setelah ini mereka tidak akan bertemu lagi kecuali kebetulan, Milia berani bertaruh.
Diperhatikannya lagi Samuel yang sedang melipat tangan di depan dada, dengan sorot mata seolah - olah ingin menyelami hidup Milia. Ayolah, sikapnya terlalu arogan belakangan ini.
"Kita udah selesai di sini. Gue juga udah capek, mau cabut." Milia mengaitkan tali tasnya lalu beranjak berdiri, "Gue duluan."
Milia melalui Samuel begitu saja. Berjalan dengan sedikit terburu - buru karena tiba - tiba ia merasa gerah. Gadis itu keluar dari kafe, lalu menunggu sebentar di halaman hingga akhirnya sebuah taksi berhenti di hadapannya. Ia pergi.
Sementara Samuel masih diam di tempat duduknya. Tidak menoleh sedikit pun untuk melihat kepergian Milia. Ia hanya memikirkannya. Sambil bergumam kecil beberapa saat setelah Milia berlalu melewati sisi tubuhnya.
"Bubble gum."
• • •
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan 💙