"Aku kembali untuk kamu."
• • •
"T-shirt and jeans?" Komentar Haris ketika ia pertama kali bertemu Milia di pintu kedatangan.
"Nggak usah sok ngoreksi penampilan orang. Lo kira gue lupa dulu lo hobi kemana – mana cuma pake kolor?"
Haris tertawa mendengarnya. Semenjak lulus sekolah desainer ia kira Milia akan banyak berubah termasuk penampilannya. Tapi nyatanya gadis itu masih sama. Rambutnya yang semakin panjang pun hanya dicepol, terakhir kali ia melihat di video call, tatanan paling niatnya hanya kuncir ponytail.
Laki – laki itu tidak menyangka meskipun Milia bersikukuh untuk tidak pulang, pada akhirnya ia pulang. Entah untuk alasan apa, yang pasti beberapa hari semenjak Haris kembali ke Indonesia, Milia memikirkan semuanya.
Ia pulang.
"Mau langsung ke rumah?" Tanya Haris ketika mereka sudah berada di dalam mobil.
Milia tampak berpikir sejenak, lalu ia menjentikkan telunjukkan tanda tidak setuju. "Makan dulu. Gue laper."
Lagu Best Partnya Daniel Caesar dan H.E.R mengalun di dalam mobil. Milia menganggukkan kepalanya pelan seiring lagu itu mengalun. Melihat Milia yang begitu santai dengan keadaan seolah melupakan alasannya kembali pulang, Haris bisa bernafas lega. Setidaknya Milia perlahan mengizinkan dirinya terbebas dari labirin rumit perasaannya sendiri.
Laki – laki itu tidak lagi menemukan Milia yang terakhir kali menangis di pelukannya setelah acara prom night berakhir. Dia tidak lagi menemukan Milia yang begitu sensitif ketika nama Sam disebut – sebut seperti saat awal masa kuliahnya. Milia yang duduk di sampingnya sekarang sangat berbeda. Haris sangat bersyukur karena itu.
Setelah selesai makan dan mengunjungi makam Marina, Milia pulang diantar Haris. Begitu melihat Papanya di ambang pintu, Milia berlari menghambur ke pelukan Papanya. Wajahnya yang semakin menua tersenyum bahagia melihat putri tunggalnya pulang. Seketika hati Milia menghangat. Menyadari bahwa Haris masih ada untuknya, Papanya selalu menyayanginya tanpa batas, Milia rasa rumah adalah tempat paling tepat untuk kembali.
Ia sangat bahagia karena memutuskan untuk pulang.
• • •
Haris mengetuk pintu kamarnya, membuat Milia berjengit dan buru – buru membuka pintu dan meyembulkan sedikit kepalanya keluar. "Wait a minute."
"Dari tadi bilang 'wait a minute' mulu lo. Sampe kembung gue nungguin lo dandan sambil ngopi sama Om Bagas."
Milia melebarkan matanya. "Ntar kalo lo mules di jalan gimana?"
"Nggak lah. Mulesnya keduluan senep nungguin."
Milia nyengir melihat muka badmood Haris. Ia mengelus lengan laki – laki itu cepat. "Sabar ya. Tinggal pake lipstik."
Setelah kembali ke lantai satu dan lima menit berlalu, Milia sudah siap dan menghampiri Haris di ruang tamu yang sedang duduk bersama Papanya. Setelah berpamitan mereka pun pergi dengan mobil Haris. Selama perjalanan Milia tidak mengatakan apa – apa, dia hanya memainkan ponselnya dan sesekali melihat ke arah jalanan.
Seolah tidak ingat tujuannya malam ini hendak kemana, Milia terlampau tenang. Haris sesekali meliriknya, memastikan apakah Milia baik – baik saja di balik sikap tenangnya. Ketika laki – laki itu meraih sebelah tangannya dan menggenggamnya, tangan gadis itu terasa dingin dan berkeringat.
Haris tersenyum miring, Milia sangat pandai bersandiwara.
"Lo takut?" Tanyanya lembut.
"Enggak. Gue cuma.. gue cuma..." Milia mengusap wajahnya sendiri. "Sedikit nggak siap."