"Aku selalu butuh kamu."
• • •
Begitu menginjakkan kaki di rumah Ana, Samuel tahu bahwa gadis itu pasti sedang mengunci diri di kamarnya. Maka dari itu setelah seorang asisten rumah tangga mengatakan bahwa Ana tidak mau keluar dari kamarnya sejak kemarin sore, Samuel langsung menghampirinya ke dalam kamar.
"Hei," Sapa laki - laki itu melihat kepala yang menyembul sedikit dari balik selimut tebal.
Ana tidak bergerak sama sekali, lalu Samuel mendekat dan mengusap kepalanya, membuat gadis itu bangun dengan mata sembab. Ia langsung menegakkan badannya dan merengkuh Samuel, menumpahkan semua air matanya lagi.
Tanpa Ana bilang pun Samuel tahu bahwa berada di posisi Ana seperti sekarang sangat tidak menyenangkan. Tidak ada seorangpun yang peduli sekalipun ia sakit, ia sedih, ia terpukul. Percuma terlahir dalam keluarga kaya raya karena Ana akan selalu merasa hidup sebatang kara.
"Udah ke dokter?" Tanya Samuel merasakan suhu tinggu tubuh Ana.
Ana menggeleng lemah dalam pelukannya. Samuel melepaskan gadis itu, lalu merogoh ponsel di sakunya, mengubungi dokter keluarga Ana.
"Istirahat dulu, aku telfon dokternya." Ana kembali berbaring, lalu bersembunyi lagi di balik selimutnya.
Ketika Samuel hendak pergi, ia mencekal tangan laki - laki itu, dan bergumam pelan. "Jangan pergi,"
Samuel tersenyum, "Aku nggak akan kemana - mana."
• • •
Haris adalah orang yang absurd.
Setelah pertemuannya dengan Milia sore itu di depan gerbang sekolah, ia memaksa Milia pulang dengannya. Jangan tanya seberapa annoying nya Haris, yang pasti Milia sudah tidak sabar menolaknya secara halus. Ingin rasanya ia menjambak rambut cowok itu dan berteriak, "Ngerti nggak sih lo gue lagi pengen sendiri?!"
Tapi Milia segera sadar, Haris orang baik. Maksudnya baik. Bahkan cowok itu menawarkan es krim supaya Milia mau pulang dengannya, childish. Jujur cowok itu tidak mau meninggalkan gadis itu sendiri. Sudah mulai sepi pula. Kalau ada penjahat lewat Haris belum ikhlas teman ngopinya itu jadi korban kriminalitas. Meskipun masih sore, sih.
"Buat apa sebanyak itu?" Tanya Milia ketika Haris membawa sekantong besar camilan dari minimarket. Ia pikir cowok itu hanya akan membeli es krim.
Haris acuh, lalu memberikan kantong itu pada Milia. "Bawain."
Meskipun ragu Milia membawakannya, dan keduanya melaju di jalanan dengan motor Haris. Beberapa meter sebelum sampai di gerbang perumahan Milia, Haris membuka kaca helmnya. "Maaf ya Mil, gue nggak bisa nemenin lo lama lama."
"Apa?" Milia mendekatkan telinganya.
"Nggak bisa nemenin lama lama!" Ucap Haris lebih keras.
"Oh.."
"Gue baru ingat nyokap mau arisan. Disuruh ngurusin cucian."
"Iya, nggak papa."
Sesampainya di depan rumah Milia, gadis itu dengan susah payah turun dari motor Haris. Cowok itu tersenyum lebar hingga matanya menjadi sebuah lengkungan yang dengan menjijikkannya Milia menganggap itu menggemaskan. "Gue pulang ya, jangan terngiang-ngiang sama kegantengan ini."