BAB 40

26 4 1
                                    

"Aku ingin merindukan kamu, tapi aku tahu ini salah."

• • •

Satu minggu adalah waktu yang cukup lama bagi Milia ketika ia sama sekali tidak melihat Sam. Sama sekali. Bukan berarti ia mencari Sam dan berhenti menghindar, tapi cowok itu seolah menghilang tanpa jejak sedikitpun. Biasanya ia akan terlihat di antara kelompok temannya di meja kantin atau sekadar lewat di koridor. Tapi selama seminggu ini Milia tidak melihatnya dan ia yakin menghilangnya Sam bukan kebetulan.

Beberapa kali Milia ingin bertanya pada Haris tentang keberadaan Sam, tapi ia tahan mati – matian. Ia tidak mau merusak niatnya sendiri meskipun mungkin Haris bisa tahu apa yang dia pikirkan. Semua terasa serba salah saat ini. Milia yang ingin maju namun tertahan egonya. Berhari – hari ia menumpuk pertanyaan dalam kepalanya tapi semua hanya berujung tanpa jawab.

Sampai hari ini dimana rasa ingin tahunya sampai di ujung, Milia tidak sengaja bertemu Haris. Cowok itu baru saja kembali dari koperasi sekolah dengan setumpuk fotokopian.

"Oit pacar Dylan di sini." Sapa cowok itu seperti biasa.

Milia hanya tersenyum kikuk. Tidak seperti biasanya karena saat ini ia menahan sesuatu.

"Kebelet boker ya?" Tanya Haris. "Ke toilet dulu sana. Nggak bagus ditahan – tahan."

Gadis di depan Haris tidak merasa tersinggung karena ia percaya wajahnnya terlihat cukup aneh.

"Ris." Panggil Milia mengabaikan candaan Haris.

"Ya?"

"Gue boleh tanya sesuatu?" Tanya Milia hati – hati.

Haris menaikkan sebelah alisnya.

"Lo tau kan apa?" Tanya Milia kedua kalinya, berharap Haris masih punya kemampuan istimewanya itu.

Sebagai jawaban Haris tersenyum hingga matanya menyipit. Ia mengangguk mengerti, "Iya, nanti gue cari tahu dia kenapa. Gue jarang merhatiin anak yang absen di kelas soalnya."

Milia ingin sekali memeluk Haris dan mengucapkan terima kasih sekeras – kerasnya. Terima kasih karena selalu ada dan tidak melihat perasaannya sebagai sesuatu yang salah. "Terima kasih, Ris."

• • •

Makhluk Ganteng : Dia sakit, Mil.

Makhluk Ganteng : Maag akut katanya.

Makhluk Ganteng : Anak kelasan pada gatau sih.

Milia menghentikan langkah kakinya. Baru saja ia mengunjungi makam Marina, dan sekarang gadis itu sudah keluar hingga ke tepi jalan menunggu taksinya. Milia sama sekali tidak tahu kalau Sam sakit cukup serius. Bagaimana keadaannya sekarang?

Milia Adisatya : Is he ok?

Cukup lama tidak ada balasan dari Haris. Padahal tidak biasa cowok itu slow respon. Sampai taksi yang dipesan Milia datang dan mengantar Milia sampai rumah, Haris belum juga membalas. Barulah ketika Milia selesai mandi, notifikasi dari Haris muncul pada pop up.

Makhluk Ganteng : Mbb.

Makhluk Ganteng : Nganter nyokap belanja.

Makhluk Ganteng : Sam oke kok, katanya udh mendingan.

Makhluk Ganteng : Tapi dia masih dirawat di rs.

Milia Adisatya : Makasih ya Ris.

Makhluk Ganteng : Sama – sama cyn.

Makhluk Ganteng : Haris ganteng mau ambil laundry dulu yach.

Makhluk Ganteng : Bye bye :*

Milia Adisatya : Wkwk yaudah sana.

Sejenak Milia mematung di tempatnya sambil mengeringkan rambut. Detik berikutnya ia menemukan ide kecil dalam kepalanya yang mengantarkannya ke dapur, lalu di sanalah ia melakukan hal yang menurutnya benar.

Hal sederhana yang Milia lakukan adalah membuat bubur untuk Sam. Di sela – sela kegiatannya ia mengingat – ingat kembali ajaran Marina dalam memasak, lalu gadis itu tersenyum simpul. Setelah selesai dengan masakannya, Milia mengepaknya dengan rapi dan sekali lagi, ia tersenyum menatap kotak makannya.

Milia mengeluarkan ponsel dari sakunya, lalu ia membuka roomchatnya dengan Haris.

Milia Adisatya : Ris, boleh minta tolong? Udah balik dari laundry kan?

Makhluk Ganteng : Udah, minta tolong apa?

Milia Adisatya : Bisa ke rumah gue sekarang?

• • •

"Tapi jangan bilang ini dari gue ya? Please?"

Haris mengingat – ingat pesan Milia yang satu itu. Ia tidak bisa memahami pola pikir Milia, dan tambah tidak mengerti lagi kenapa ia begitu tidak ingin terlihat di mata Sam. Untuk apa dia susah payah memberi perhatian dari jauh kalau Sam lebih melihat Ana yang ada di dekatnya sekarang. Milia tahu dirinya sedang terluka, tapi dia pura – pura tidak melihat lukanya. Tapi melihat bagaimana Milia memohon bantuannya, Haris tidak tega menjabarkan seberapa salah Milia. Cowok itu hanya ingin menghargai perasaan dan kemauan orang lain.

Ketika Sam melihatnya, Haris justru terpaku sejenak melihat Ana di samping ranjang Sam. Sam menyapanya, dan itu yang membuat Haris sadar dari lamunannya dan berjalan mendekat.

"Sakit nggak bilang – bilang, gue kira lo raib ke mana dah." Sam yang masih berwajah pucat terkekeh mendengarnya.

"Hai Haris." Sapa Ana, demi keberadaannya diketahui.

"Hai, An. Lama nggak ketemu ya sejak lo pindah."

Ana tertawa kecil. "We were busy. Sampe lupa nyapa temen lama yang lain juga."

"Gimana? Kapan masuk sekolah?" Kini perhatian Haris beralih pada Sam.

"Dua atau tiga hari lagi. Kangen lo sama gue."

"Yee." Haris mengelak dengan wajah tidak terima. "Lo pikir gue cowok belok pake acara kangen sama lo."

Ketiganya hanyut dalam percakapan yang mengalir kemana – mana. Sebenarnya Ana sudah mengenal Haris karena Haris adalah teman Sam sejak lama, hanya saja hubungan keduanya tidak sedekat hubungan Ana dengan Sam. Tentu saja, karena dalam pikirannya Haris tahu Ana punya harapan pada Sam, mana mungkin Haris bisa menyaingi kedekatan keduanya dengan Ana.

Ketika Haris hendak pulang karena hari semakin malam, ia berkata "Tuh, dimakan keburu dingin." Sambil mengarahkan dagunya pada kotak bubur Milia.

Sam melihat kotak itu, "Dari mana?"

Haris berpikir keras untuk menjawab, haruskah dia menuruti kata Milia atau dia jujur saja? Berbohong seperti yang sering Milia lakukan ternyata tidak mudah. Cowok itu merasakannya sekarang.

"Nyokap gue."

"Oh.." Sam mengangguk – angguk. "Bilangin terima kasih ya."

Dasar bego. Itu dari Milia.

• • •




Super MiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang