"Ketika kamu merasa bahwa dia adalah milikmu, cobalah berpikir ulang. Dia bukan benar - benar milikmu, hanya kamu yang merasa memilikinya."
• • •
Lima belas menit lagi sampai waktu istirahat dimulai, Milia masih menatap guru Kimia di depan kelas tanpa semangat. Suaranya yang nyaring pun hanya lewat begitu saja di celah pendengaran gadis itu. Ia butuh minum air mineral, tapi segan dengan gurunya.
"Gue kemarin abis nonton video terbarunya Tasya Farasya." Bisik Disa di sela - sela pelajaran. "Kayanya gue mesti beli lipstik baru yang meracuni hasrat gue setelah nonton video itu."
Milia mengernyit, "Mau latihan jadi emak - emak dari sekarang? Ngapain sih lo buang - buang duit biar jadi dewasa sebelum waktunya."
"Dasar." Disa berdecih. "Selama ini lo tinggal di gua? Nggak maju banget pemikiran lo jadi perempuan."
"Gaya lo pemikiran. Emang lo pernah mikir?"
"Karena lo belum kecanduan dandan. Pokoknya temenin gue ke mall nanti pulang sekolah."
Milia membuang pandangannya kembali ke papan tulis. "Ogah."
"Nanti kalau gue diculik karena jalan sendirian gimana?" Mohon Disa.
"Nggak ada yang mau nyulik elo."
"Mili pleaseeeeeee."
Milia melirik teman sebangkunya tanpa minat. "Ogah. Dana tuh, sukarela kalau lo minta temenin."
Keduanya kompak menoleh ke pojok depan kelas dimana laki - laki culun berkacamata tebal yang namanya disebut Milia, yang kebetulan juga sedang menatap Disa dengan gelagapan. Disa merinding, lalu cepat - cepat mengalihkan pandangannya dari Dana.
"Hih."
"Dia udah cinta mati sama lo tapi elonya sibuk nyari kecengan kesana kemari." Ujar Milia enteng seraya menyalin tulisan di papan tulis. Semudah itu ia berujar seolah sedang membicarakan cuaca hari ini.
Disa merengut, lalu memelankan suaranya karena tatapan laser guru di depan sana hampir menyerangnya. "Menjerumuskan teman sendiri lo."
"Ntar kalo dia jadi keren kaya CEO di novel - novel lo bakal nangis sambil ngesot."
"Yaudah kalo gitu buat lo aja."
"Terima kasih." jawab Milia dengan nada sarkas, lalu ia merasakan getaran di saku roknya.
Setelah memastikan ia aman dari jangkauan pandangan sang guru, ia mengecek ponselnya di laci meja. Sebuah pesan masuk membuatnya melebarkan mata.
Samuel : Pulang sekolah sibuk?
Milia bisa menjawabnya tanpa berpikir.
Milia : Enggak, kenapa?
Samuel : Bisa keluar?
Milia : Maybe.
Milia menunggu jawaban selama beberapa menit sampai balasan berikutnya datang lagi.