"Suatu saat perenungan diujung senja akan membuat kita sadar, bahwa kenangan yang indah bisa diciptakan oleh orang yang salah."
• • •
Dengan sebab yang tidak jelas Milia merasakan getaran yang membuat gelisah. Semacam efek yang ia rasakan ketika Bu Rosma memanggilnya ke ruang guru BP atau ketika menit - menit terakhir ulangan fisika. Tapi bukan. Ini bukan perkara yang bisa diprediksi seberapa sialnya ia ketika di sekolah. Adalah hal lain ketika dua kata dalam sebaris pesan lagi - lagi masuk ke ponselnya.
'Udah tidur?'
Milia menegakkan kembali punggungnya yang semula sudah menempel pada sprei. Selimut tebal bergambar sinchan miliknya ia sibakkan dengan spontan setelah membaca pesan di layar ponselnya.
Apa yang harus ia bilang hanyalah ...
'Belum'
Dada Milia bergemuruh. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh dan gadis itu berpikir keras kenapa semalam ini orang di seberang masih mencarinya.
'Bisa keluar?'
Deg.
Dengan cepat Milia berjingkat dari tempat tidurnya, berlari ke arah jendela kamarnya. Memastikan ada siapa di bawah sana dengan sedikit rasa cemas. Tapi nyatanya tidak ada siapa - siapa. Milia mengeratkan genggaman pada ponselnya dan merapatkannya ke dada.
'Ngapain keluar?' balasnya.
Tidak ada balasan lagi. Sampai beberapa menit lamanya, akhirnya Milia melemparkan ponselnya ke tempat tidur dan melemparkan tubuhnya juga.
Apaan sih ga jelas, gerutu batinnya.
Gadis itu menutup wajahnya dengan bantal dan benar - benar akan tidur dengan perasaan sedikit kesal. Tapi kegelapan kamarnya membuat pancaran sinar dari ponselnya terlihat kontras. Membuatnya membuka urung menutup mata dan meraih ponselnya malas.
'Gue kira lo udah di luar.'
Milia bangkit lagi dengan mood meningkat dua kali lipat, lalu matanya melebar dengan senyum tipis ketika dari jendela kamarnya di lantai dua ia melihat sebuah mobil dengan lampu depan yang masih menyala. Tangannya dengan refleks merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dan memastikan tidak ada cela di wajahnya. Setelah itu ia berlari ke bawah dan menarik napas panjang di balik pintu utama rumah.
Setelah ia menarik daun pintu dan menyembulkan sedikit kepalanya, ia bisa melihat cowok itu di luar sana melalui sela - sela gerbang. Sekali lagi gadis itu menarik napas panjang, lalu melangkah mendekat sampai sosok familiar itu terjangkau matanya dengan jelas.