Prolog

129K 3.6K 261
                                    



"Lo telat!"

Aldi menatap malas gadis di hadapannya. Gadis yang beberapa bulan lalu resmi menjadi pacarnya.

Gadis itu, Salsha, menghela nafasnya. Ia sudah susah payah datang ke rumah Aldi menaiki angkot dan sekarang ia harus menerima kemarahan pacarnya.

Bukan hal yang baru bagi Salsha mendengar Aldi memarahinya. Lelaki itu terlalu sering marah untuk hal-hal kecil yang sebenarnya tak penting. Membuat Salsha sudah terbiasa dengan sikap Aldi seperti itu.

"Sorry, Ald. Tadi aku lagi baca novel makanya gak tau kalo kamu nge chat aku dan minta buat kesini." Salsha berkata jujur. Ia memang tak mengetahui jika Aldi mengiriminya pesan untuk datang ke rumah lelaki itu dan membawakannya nasi goreng.

"Alasan!" balas Aldi dingin.

Salsha menelan ludahnya susah payah. Ia telah membuat, Aldi, pacarnya emosi. Dan ia akan segera mendapat balasannya.

"Tapi... aku masakin kamu nasi goreng, kok. Seperti yang kamu pesan." Salsha menyerahkan sebuah kotak makan ke arah Aldi. Berharap lelaki itu paham dan mau memaafkannya.

Aldi hanya menaikkan ujung bibirnya, ia meraih kotak makan itu dari tangan Salsha. Tanpa berfikir dua kali lagi. Aldi membuang kotak makan itu ke dalam tong sampah.

Salsha yang melihat nasi gorengnya telah di masukkan ke dalam tong sampah membuat hatinya sakit. Ia telah susah payah memasak nasi goreng itu dan tanpa belas kasihan Aldi membuangnya? Kemana otak pria itu?

Airmata Salsha hampir terjatuh, jika ia tak buru-buru menahannya, "Kenapa di buang, Ald? Katanya kamu mau makan."

"UDAH JAM BERAPA INI!" bentak Aldi, "GUE NYURUH LO DATANG JAM 1. DAN INI UDAH JAM 3. MIKIR!"

Salsha tak kuasa menahan airmatanya. Aldi membentaknya lagi. Hanya karna masalah sepele seperti ini.

Salsha menunduk, tak mampu melihat wajah Aldi, "Kenapa kamu bentak aku, Ald. Salah aku dimana?"

Aldi menyunggingkan senyum remehnya, "Masih tanyak salah lo dimana? Lo telat ngasih gue makan! Lo tahu gue belum makan dari tadi pagi!" suara Aldi meninggi.

Salsha menutup matanya, setetes airmata keluar dari mata Salsha. Sakit. Sangat sakit. Ia belum pernah di bentak seperti ini oleh keluarganya. Tapi Aldi, yang berstatus sebagai pacarnya berani membentaknya.

"Kamu jahat, Ald."

"Jahat?" Aldi tertawa keras, "Kalo lo gak tahan sama gue, pergi! Gue juga gak nyuruh lo bertahan sama gue. Gue gak butuh cewek yang gak bisa nerima kekurangan gue."

Salsha mengangkat wajahnya, ia menatap Aldi dengan linangan airmata, "Kalo aku bisa, aku juga bakal pergi, Ald. Tapi aku gak bisa. Aku sayang sama kamu. Aku cinta sama kamu."

"TAPI GUE UDAH GAK CINTA SAMA LO. GUE BOSAN PACARAN SAMA CEWEK LEMAH KAYAK LO!" kata Aldi penuh penekanan.

Salsha menggeleng tak percaya. Air matanya semakin deras keluar. Ia sudah tak sanggup lagi. Ia capek di perlalukan seperti ini.

"Aku tahu kalo kamu gak serius ngomong gitu. Pasti karna kamu emosi 'kan?"

Aldi terkekeh keras, "Emosi? Haha. Pikir aja sendiri! Mending sekarang lo pulang! Pergi dari hadapan gue."

Salsha menghapus air matanya. Ia mengatupkan kedua tangannya di depan Aldi, "Anterin aku, yaa."

"Gak sudi!" tandas Aldi, "Pulang sendiri. Gak sudi gue motor gue di dudukin sama cewek kayak lo."

Salsha mengerucurkan bibirnya, berusaha membujuk Aldi untuk mau mengantarkannya pulang, "Anterin aku, yaa. Aku gak punya ongkos buat pulang."

"Hahaha." Aldi tertawa keras, "Pulang sendiri. Jalan kaki kek, apa kek. Pergi sana!"

"Tap..."

Belum sempat Salsha menuntaskan perkataannya, Aldi telah lebih dulu masuk ke rumahnya dan menutup pintu itu dengan keras.

Salsha kaget saat Aldi menutup pintu dengan keras. Salsha merasa menjadi cewek paling hina. Dimana ia tetap bertahan meski Aldi selalu bertindak kasar kepadanya.

Dalam hati, Salsha selalu tekankan jika Aldi sangat mencintainya, tapi karna sikapnya lah yang membuat Aldi jadi seperti ini. Ia juga tahu, Aldi hanya emosi sesaat. Karna kejadian seperti ini telah sering Salsha lalui.

"Aku tahu kalo kamu lagi emosi, Ald. Makanya kamu kayak gini." Lirih Salsha.

*****

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang