Sembilan Puluh Satu

17.8K 1K 276
                                    

"Kok lo datang bareng dia, sih." Kezia mendengus kesal saat melihat Aldi datang bersama Salsha. Ia menatap gadis yang membuat hubungannya hancur itu dengan tajam. Kezia tidak menyukai Salsha karena muka gadis itu yang polos tetapi sikapnya sangat memuakkan. Bagi Kezia, Salsha adalah gadis yang munafik.

Salsha tersenyum nanar. Jelas sekali Kezia tidak menyukainya. Ia bisa menyadarinya dari tatapan dan ucapan gadis itu kepadanya. Salsha maklum, ini semua juga karena kesalahannya. Aldi yang melihat perubahan raut wajah Salsha pun menggenggam tangan gadis itu sembari tersenyum lembut.

"Ada hal yang penting yang mau gue bicarain." ucap Aldi. Ia duduk di depan Kezia. Sedangkan Salsha duduk di sampingnya.

"Bareng dia?" Kezia menatap Salsha jijik, "Janjinya kan kita berdua, kenapa malah lo ajak dia."

"Bukan cuma dia. Ada satu orang lagi." ucap Aldi. Ia berdehem untuk mencairkan suasananya.

Tak berapa lama, Karel datang menghampiri mereka. Karel terkejut melihat kehadiran Kezia di tempat ini. Karena sepengetahuannya, ia hanya bertemu dengan Salsha dicafe tersebut.

"Ada Kezia juga?" tanya Karel bingung, "Maksudnya apa, nih?"

Kezia juga terkejut melihat kehadiran Karel. Ia segera bangkit dan berdiri tepat di samping Aldi. Ia memegang tangan Aldi, "Maksud lo ngundang mereka berdua apa? Lo kok ingkar janji, sih."

"Ohh bukan, gue bukan mau ingkar janji sama lo. Tapi gue mau nepatin janji." jelas Aldi. Ia menatap Kezia dan Karel bergantian, "Duduk, dulu."

Karel mengangguk. Ia segera duduk di depan Salsha sementara Kezia masih keukeuh berdiri, "Gue nggak mau."

"Kez, duduk." titah Aldi, "Jangan kayak anak kecil."

Kezia mengerucutkan bibirnya dan menghentakkan kakinya kesal. Namun tak urung, ia duduk di samping Karel. Ia melirik Karel dengan tajam.

Aldi berdehem singkat, "Jadi gini, maksud gue sama Salsha ngundang lo berdua mau selesaiin kesalahpahaman. Gue nggak mau kesalahpahaman ini semakin berlanjut."

"Kesalahpahaman apa?" tukas Kezia, "Semua udah jelas 'kan kalo dia ngerebut perhatian Karel dari gue."

Salsha menunduk, untuk sekedar membela diripun ia tak sanggup. Tuduhan Kezia memang benar. Karel selalu perhatian kepadanya dan mengabaikan Kezia.

Aldi yang melihat Salsha menundukkan wajahnya pun mengangkat dagu gadis itu dan tersenyum lembut. Kemudian ia beralih menatap Kezia, "Tahan emosi lo dulu. Kita bisa selesain ini semua dengan cara baik-baik kan."

"Gue udah nggak bisa." sahut Kezia cepat. Ia melirik tajam Karel yang menatap nanar kearahnya, "Bagi gue semua udah jelas."

"Lo masih ingat perjanjian kita?" tanya Aldi, "Lo bilang kalo lo mau balas dendam sama Karel dan lo butuh bantuan gue. Gue udah bantuin lo buat Karel ngerasa cemburu. Karel juga udah ngerasa bersalah sama lo dan udah ngejar-ngejar lo lagi. Trus mau lo apalagi?"

Kezia menghela nafasnya, "Tapi gue nggak mau sama Karel lagi."

"Kenapa?" kini giliran Salsha yang berbichara, "Kata Aldi lo masih cinta sama Karel. Dan semua ini lo lakuin biar Karel balik sama lo."

"Kez, lo kenapa sih? Udah la, balas dendamnya. Lagian Karel udah ngakuin kesalahannya. Dia juga udah nggak dekat sama Salsha. Mau lo apalagi?" ujar Aldi. Ia bingung dengan cara berpikir gadis itu. Kesempatan balikan bersama Karel sudah di depan mata, tapi Kezia seolah-olah sedang mempermainkan keadaan.

Kezia menatap Karel malas, "Tapi gue udah nggak cinta sama Karel," kemudian ia beralih menatap Aldi, "Sekarang gue cintanya sama lo bukan Karel. Mungkin niat awal gue ngedekatin lo biar Karel cemburu, tapi lama-kelamaan gue malah punya perasaan sama lo."

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang