Empat Puluh Tiga

16.6K 1.1K 99
                                    

"Udahan dong nangisnya."

Steffi mengusap rambut Salsha dengan lembut. Gadis itu menangis di kamarnya. Sudah lebih dari dua jam, namun lelaki itu belum juga berhenti menangis. Steffi yang melihatnya kasihan. Ia tak tega melihat Salsha di campakkan seperti ini.

"Bryan jahat banget sama gue, Steff," suara Salsha tersedu-sedu, "Dia makin memperbesar masalah gue sama Aldi."

"Iyaa, gue tahu. Tapi dengan lo nangis kayak gini. Nggak akan bisa ngerubah keadaan. Mending lo bicara sama Aldi. Jelasin ke dia. Gue bantu deh, nanti." ajak Steffi. Aldi sudah keterlaluan. Beberapa hari ini ia selalu membuat Salsha menangis. Sebesar apapun masalahnya, Aldi tak seharusnya bertingkah kekanakan seperti ini.

"Aldi pasti muak sama aku. Dia pasti nggak mau ketemu sama aku."

"Makanya di coba dulu. Jelasin baik-baik sama Aldi. Gue bantu jelasin kok nanti. Kalo memang Aldi udah nggak peduli dan nggak percaya sama lo. Baru, deh, lo nyerah." Steffi membujuk Salsha.

Salsha beranjak dari tidurnya. Ia mengusap airmata di pipinya. Matanya terasa berat karena kebanyakan menangis, "Tapi kita nemuin Aldi dimana? Gue nggak mau kerumah dia, Mamanya jahat sama gue."

"Kita ke tempat tongkrongannya Aldi. Bastian udah share locationnya, kok."

Salsha mengangguk antusias. Ini terakhir kalinya ia memohon kepada Aldi, jika lelaki itu tetap tak ingin mendengarkannya, maka Salsha akan menyerah. Ia akan mencoba melupakan Aldi.

Salsha berlari ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Matanya pasti membengkak karena kelamaan menangis. Sudah beberapa hari ini memang wajah Salsha sangat memprihatinkan.

Setelah mencuci wajah Salsha meraih jaketnya dan memasangkannya. Mereka berdua berjalan cepat keluar dari rumah itu.

"Kita naik taxi aja, yaa. Gue tadi di antar supir kesini."

Salsha mengangguk. Keduanya menyetop sebuah taxi yang kebetulan melewati kompleks perumahan Salsha. Setelah mengatakan arah tujuan mereka, taxi tersebut segera menyalakan mesin mobilnya.

Selang berapa lama taxi itu berhenti di depan sebuah warung yang di sulap menjadi tempat tongkrongan Aldi dkk. Setelah membayar ongkos, keduanya berjalan beriringan menuju warung itu.

Langkah Salsha terhenti, tiba-tiba saja ia ragu untuk menemui Aldi, "Gue takut Aldi nggak mau ketemu sama gue."

"Pasti mau. Ayo. Udah kepalang tanggung, nih." Steffi menyemangatinya.

"Tapi gimana kalo Aldi kasar sama gue?" Salsha was-was. Wajahnya jelas menampilkan ke khawatiran yang besar.

"Nggak mungkin. Gue yakin Aldi masih punya otak. Optimis dong. Jangan pesimis gini."

Karena gemas, Steffi menarik tangan Salsha untuk semakin dekat kepada warung itu.

"Kalian beneran kesini?" tanya Bastian yang baru saja datang. Tadi ia pergi sebentar untuk membelikan makanan kepada Jeha, kekasihnya, "Gue kira cuma becandaan."

Steffi dan Salsha menghentikan langkahnya. Keduanya berbalik menatap Bastian, "Aldinya ada 'kan?"

"Ada," Bastian mengangguk, "Kalian nunggu di luar aja, deh. Di dalam isinya cowok semua. Nantinya kalian malah di apa-apain lagi. Gue panggilin Aldi dulu."

Bastian masuk kedalam warung sedangkan Steffi dan Salsha duduk di kursi yang di sediakan di depan warung tersebut.

Bastian menghampiri Aldi yang tengah menikmati rokoknya di sudut ruangan sendirian. Bastian menepuk pundak Aldi, "Ada Salsha di depan."

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang