Empat Puluh Lima

18.7K 1.2K 192
                                    

Aldi meletakkan sepiring soto ayam, nasi dan es jeruk nipis di atas meja. Ia menatap Salsha dengan senyum tipis kemudian duduk di depan gadis itu.

"Makan yang banyak. Pasti beberapa hari terakhir lo jarang makan. Sampe badan lo makin kurus gitu." perintah Aldi.

Salsha mengangguk tipis dan menuangkan beberapa sendok soto ayam ke piring nasi. Kemudian memasukkan sesuap nasi ke mulutnya, "Kamu nggak makan?"

Aldi menggeleng, "Ngelihat lo makan banyak aja gue udah kenyang," Aldi menyeruput sedikit es jeruk nipis milik Salsha, "Janji sama gue setelah ini lo harus makan teratur. Gue nggak suka lo yang kayak gini. Kurus kerempeng kayak nggak ada yang urus."

Salsha menghendikkan bahunya, "Emang nggak ada yang urus 'kan? Aku hidup sebatang kara disini."

Hati Aldi berdecit mendengar itu. Menyandarkanya betapa jahat perbuatannya beberapa hari ini, "Setelah ini gue yang bakal pastiin lo makan teratur."

"Iya-iyaa." Salsha semakin lahap memakan masi itu. Terakhir ia makan itu kemaren malam. Setelah itu tak ada lagi asupan makanan yang masuk ke dalam mulutnya.

"Habis makan lo balik ke kelas. Cukup dua mata pelajaran yang lo lewatin," ujar Aldi. Mereka memang bolos dua mata pelajaran. Dan sekarang sedang istirahat. Aldi merogoh ponsel dari saku dan bermain game di ponsel itu.

Salsha menatap Aldi sendu, ia pun menghentikan makannya, "Gimana kalo mereka masih sinis ke aku? Gimana kalo Cassie masih ngatain aku?"

Aldi melirik Salsha sekilas, "Nggak bakal. Ada gue yang lindungin lo."

Salsha meletakkan sendok di atas piring. Ia sudah tak berselera makan. Sekarang, ia malah was-was dan takut masuk ke kelasnya, "Tapi kan kalo nggak selamanya di kelas aku. Gimana kalo pas kamu pergi Cassie bully aku?" tanpa Salsha sadari ia bergantung kepada Aldi.

Aldi menghentikan gamenya dan menatap Salsha sembari menaikkan sebelah ujung alisnya, "Ya lawan." Aldi menyodorkan satu sendok nasi ke mulut Salsha. Menyuapi gadis itu, "Nggak usah takut kalo lo nggak seperti yang dia tuduhkan. Atau jangan-jangan Cassie benar lagi."

"Nggak!" bantah Salsha cepat, "Itu semua fitnah." Ia menerima suapan Aldi itu dan mengunyahnya.

"Gue tahu." Aldi kembali menyuapi Salsha, "Lawan dong kalo lo di bully. Tunjukin kalo lo nggak takut sama dia."

"Tapii..." ucapan Salsha menggantung, "Gimana kalo dia main fisik sama aku. Dia juga punya Bryan di belakangnya."

Aldi menghentikan aktifitasnya menyuapi Salsha, "Dan lo juga punya gue yang akan selalu lindungin lo," jawab Aldi tulus, "Kalo dia ngata-ngatain lo balas juga ngata-ngatain dia. Dia bilang lo murahan, pelacur atau sebagainya balas juga bilang dia gitu. Tapi kalo tangan dia mulai kenak sama lo cukup telfon gue. Gue pasti datang buat belain lo. Jadi jangan takut lagi."

Hati Salsha tersentuh saat Aldi mengatakan itu. Jelas sekali Salsha lihat ketulusan dari ucapan Aldi. Jika seperti ini 'kan Salsha merasa tenang menjalani kehidupannya. Tak masalah jika Iqbaal atau Bryan datang menganggunya. Yang terpenting ia punya Aldi, itu sudah lebih cukup.

Aldi kembali menyuapi Salsha makan. Sampai tak terasa nasinya sudah habis tak tersisa. Salsha pun menyeruput minumannya.

"Ayo, gue anterin ke kelas." Aldi berdiri dari duduknya dan di ikuti Salsha. Keduanya berjalan beriringan di koriir menuju kelas Salsha.

Ada banyak desas-desus yang menceritakan keburukan Salsha yang di kaitkan dengan Bryan. Mereka bilang Salsha telah berselingkuh dengan pentolan sekolah sebelah.

Diam-diam Salsha melirik Aldi. Melihat respon lelaki itu mendengar banyak orang yang terang-terangan membicarainya. Aldi tampak biasa saja dengan raut wajah datar.

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang