Empat Puluh Dua

19.9K 1.5K 227
                                    

Salsha gelisah sendiri di kelasnya. Pertandingan futsal yang di adakan di sekolah mereka sudah mulai sejak sepuluh menit yang lalu. Semua kelas di liburkan, mereka semua boleh menonton pertandingan tersebut. Suporter dari sekolah sebelah pun banyak berdatangan. Tentu saja mereka menyemangati tim futsal sekolah mereka.

Lain hal dengan Salsha. Ia sama sekali tak menonton pertandingan itu. Ia hanya diam kelas. Ia hanya takut Iqbaal memberikan foto itu kepada Aldi. Belum lagi Bryan yang akan menemui Aldi juga. Salsha baru sadar tadi malam, Bryan itu licik. Ia tak akan mudah mengubah keputusan apa yang sudah ia buat. Jika ia ingin menghancurkan seseorang, maka apapun yang terjadi niat tersebut harus terwujud. Dan bodohnya Salsha mau menuruti keinginannya untuk memeluk lelaki itu.

Dua masalah gini menanti Salsha. Ntah apa pemikiran Aldi nanti kepadanya. Bisa saja Aldi membencinya dan tak ingin berhubungan lagi dengannya. Salsha malu bertemu dengan Aldi. Terlalu banyak yang menerpa hubungan mereka dan itu semua karena kepolosannya.

"Loh, Salsh, kok lo disini. Nggak nyemangatin Aldi?" Steffi masuk ke dalam kelas dan terkejut melihat keberadaan Salsha disana, "Di lapangan aja, Caitlin teriakin nama Aldi. Masa lo kalah, sih."

"Gue nggak bisa kesitu. Aldi benci sama gue, Steff." Salsha ingin menangis lagi. Harusnya memang ia berada disana, memberikan semangat untuk Aldi bertanding.

"Perasaan lo aja kali. Aldi nggak benci, kok, sama lo. Dia nungguin di lapangan. Ayo!" Steffi menarik tangan Salsha. Tetapi Salsha tetap diam.

"Kenapa sih, Sals? Lo kayak takut gitu." lanjut Steffi.

Salsha menghela nafasnya, kemudian mulai bercerita tentang masalahnya. Tentang siapa sebenarnya Bryan dan maksud lelaki itu mengadakan pertandingan abal-abal ini. Serta tak lupa pertemuan mereka kemaren.

Steffi tentu saja tak menyangka. Bryan juga tak pernah bercerita tentang Salsha kepadanya, "Jadi Bryan mantan lo?"

Salsha menggangguk lesu, "Iya. Dan sialnya Bryan masih menganggap gue pacarnya karena kita nggak ada kata putus."

"Gilaa. Jadi maksud Bryan pacaran sama Cassie apa?" Steffi mengepalkan tangannyan. Salsha dan Cassie adalah sahabatnya. Tak mereka sudah terperdaya sama Bryan.

"Bryan bajingan!" emosi Steffi menggebu-gebu, "Tapi masalah Bryan nggak penting. Mending sekarang kita lihat Aldi tanding."

"Gue takut."

"Nggak ada yang bakalan terjadi. Kalopun Bryan datang, gue bakalan jelasin semua ke Aldi. Gue bakal selalu jagain lo selama disana, gue nggak akan jauh-jauh dari lo," Steffi menenangkan, "Aldi butuh kehadiran lo disana. Ayok."

Akhirnya Salsha setuju. Keduanya melangkah bersama menuju lapangan indoor untuk melihat Aldi bertanding. Salsha juga akan memberikan semangat kepada lelaki itu.

****

"Semangat, dong, Ald. Udah mau dua puluh menit, lo belum nyetak goll. Bisa-bisa kita kalah." Bastian menggerutu tak jelas.

"Lo aja yang nyetak gol, kenapa harus ngarepin gue?" sinis Aldi. Nafasnya tampak ngos-ngosan akibat berlari mengejar bola. Ia tak bersemangat karena tak ada dukungan dari seseorang yang sangat ia harapkan. Seseorang itu tak datang untuk sekedar memberikannya support.

"Nggak ada Salsha lo loyo gini. Kalau dia dia, lo sok-sok cuek. Munafik!"

"Berisik!" Aldi menyikut perut Bastian dan mulai berlari kembali untuk mengoper bola. Tim futsal mereka telah kalah satu poin dari tim lawan.

Bastian terkejut saat melihat Salsha sudah berada di lapangan. Ia berdiri paling depan bersama Steffi dan yang lainnya. Gadis itu tampak mengayunkan tangannya di udara dan berteriak menyemangati Aldi.

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang