Dua Puluh Tujuh

24.1K 1.9K 49
                                    

Makin kesini tuh sireadersnya makin banyak yaa. Beda jauh sama votenya. Sireaders sampe tiga kali lipat di banding votersnya.

Apa susahnya sih cuma tekan love di pojok kiri? Apa susahnya sekedar menghargai karya orang lain? Kalian pengen ceritanya cepat di next, tapi sekedar vote aja susah banget. Ayolaah, kita sama-sama menghargai.

Sebenarnya sih paling malas bahas beginian yaa. Aku nggak pernah ngeluh votenya berapa. Kalo nggak capai target pun tetap di next. Sama kek ini, part sebelumnya belum capai target tapi udah next. Tapi kalo gini mulu, bikin aku drop. Apalagi sekarang udah mulai banyak tugas kuliah.

Sekarang di tekanin, di garis bawahi juga Kalo kalian pengen cerita ini tetap lanjut penuhin target. Kalo kalian udah malas baca cerita ini nggak usah vote aja.

Target vote ini, 170 vote. Di next kalo targetnya udah kecapai.

Di patokin target tuh bukan karena gila vote tapi buat penambah semangat buat nulis next partnya dan juga biar penulis ngerasain feedback dari pembaca :)

❤ Happy Reading ❤

Salsha berjalan sendirian di koridor dengan langkah cepat. Tadi pagi Aldi mengirimi pesan yang menyatakan jika lelaki itu tak bisa menjemputnya ke sekolah karena terlambat bangun. Jika masih harus menjemput Salsha ke rumah, maka mereka berdua akan terlambat sekolah. Makanya, Salsha terpaksa menaiki bus untuk bisa sampai ke sekolah ini.

Salsha meraih ponselnya di dalam tas tanpa memedulikan sekitarnya. Hingga tak sengaja Salsha menabrak orang. Ia terlonjak ke belakang dan terkejut saat melihat orang yang di tabraknya.

"Ketemu lagi kita."

Salsha merasa bodo, ia segera melewati samping gadis yang ia tabrak untuk berlanjut ke kelasnya namun langkahnya di cekal gadis itu.

"Santai, dong. Urusan kita belum selesai."

Salsha menghempaskan tangannya namun gagal. Pegangan gadis itu semakin kuat. Gadis itu menarik tangan Salsha dan membawanya menjauhi koridor sekolah. Salsha memberonta, namun tenaganya kalah telak dengan gadis itu. Cekalannya di tangan Salsha sama seperti cekalan tangan Aldi, kasar. Salsha yakin, tangannya akan memerah setelah ini.

Gadis itu melepaskan tangan Salsha saat keduanya telah sampai di taman belakang sekolah. Gadis itu memberikan senyuman mengejek sembari meneliti penampilan Salsha.

Salsha pun sama, ia meneliti penampilan gadis di hadapannya ini. Gadis itu adalah selingkuhan Aldi. Walaupun Salsha baru bertemu sekali saat di belakang gudang, Salsha yakin jika ia adalah gadis yang sama.

"Gue nggak salah orang 'kan? Lo pacar Aldi waktu itu 'kan?" nada ucapan Caitlin seperti tak yakin. Ia menatap jijik penampilan Salsha.

"Kenapa emang? Gue emang orang yang pergokin kalian selingkuh," jawab Salsha, "Gue rasa kita nggak ada urusan apapun."

"Jelas ada!" Caitlin memutar bola mata, "Gue nggak terima, orang yang jadi saingan gue cuma cewek culun kayak lo."

Salsha paham. Gadis di depannya ini tak terima dengan keputusan Aldi. Pasti gadis itu tak sudi di sandingkan dengan Salsha. Secara penampilan keduanya yang sangat jauh berbeda.

"Walaupun lo nggak terima cewek culun ini saingan ini. Tapi tetap aja, cewek yang lo bilang culun ini, lebih di pilih sama Aldi!" jawab Salsha tanpa perasaan takut. Ia tak ingin terlihat lemah lagi. Cukup di depan Aldi ia di rendahkan, ia tak ingin di hadapan orang lain pun di perlakukan seperti itu.

"Lo bangga?" cibir Caitlin. Emosinya naik, "Lo udah di selingkuhin tetap aja mau sama Aldi, nggak malu?"

Salsha terdiam. Kata-kata Caitlin memang benar. Harusnya setelah di selingkuhi Salsha memilih pergi dari sisi Aldi. Namun semua terasa sulit. Aldi yang memintanya tetap tinggal.

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang