Empat Puluh Tujuh

17.7K 1.2K 324
                                    

Seluruh penghuni di kelas itu terkejut melihat kehadiran Aldi yang tiba-tiba. Tangan mereka terasa sulit di gerakkan untuk kembali melempar kertas ke arah Salsha.

Aldi mengepalkan tangannya saat melihat Salsha terduduk lemas. Keadaan gadis itu juga sangat memprihatinkan. Aldi mendekat, memposisikan dirinya di samping Salsha, "Bangun," katanya dengan nada dingin.

Perlahan, Salsha berdiri dengan susah payah. Ia merasa atmosfer di kelas ini berbeda dengan yang tadi. Ia berdiri di samping Aldi dengan menundukkan wajahnya.

Steffi yang sedari tadi geram melihat tingkah Cassie berlari ke samping Salsha dan mengusap punggung lemah gadis itu berkali-kali. Bastian juga ikut berdiri belakang Aldi sembari geleng-geleng melihat keadaan Salsha.

"Pembullyan. Siapa dalang semua ini?" jika menuruti nafsunya, Aldi ingin sekali menghajar semua siswi yang berada di kelas itu dan membawa Salsha keluar. Atau ia langsung memeluk gadis itu dan menenangkannya. Tapi Aldi tak ingin melakukan itu. Ia ingin Salsha sendiri yang melawan mereka.

Cassie maju, ia memposisikan dirinya berhadapan langsung dengan Aldi, "Lo nggak punya urusan disini. Mending pergi."

Aldi menautkan kedua alisnya, merasa tertantang karena Cassie sama sekali tak takut kepadanya, "Siapa lo berani bully Salsha?"

"Nggak usah sok jadi pahlawan kesiangan, deh, lo!" Cassie mencebikkan bibirnya.

"Nggak usah sok berkuasa disini!" balas Aldi sengit, "C'mon, lo nggak lebih baik dari dia."

"Dan buat semua orang yang udah berani ngebully Salsha!" Aldi berkata dengan lantang, "Udah ngerasa diri kalian paling benar? Udah ngerasa kalo kalian paling suci dan nggak punya dosa?"

"Ayolaa, semua orang punya aibnya masing-masing. Apa perlu gue bongkar aib kalian?" Aldi berkata dengan santai. Tak ingin terburu-buru. Ia melirik Salsha yang masih menunduk. Ia benci melihat Salsha lemah seperti itu.

"Lo juga nggak usah ngerasa diri lo paling benar! Cowok yang bisanya cuma ngasarin cewek. Apa yang perlu lo banggain?" tantang Cassie. Ia tak ingin kalah dalam debat ini.

"Gue?" Aldi terkekeh garing, "Gue ganteng, gue keren, banyak yang naksir gue. Kalo lo? Sadar diri kalo mau bully orang." Aldi menepuk-nepuk pundak Cassie, meremehkan gadis itu.

Cassie menepis kasar tangan itu dan memandang tajam Aldi, "Brengsek lo!"

Aldi menghendikkan kedua bahunya dan mundur dua langkah, ia menatap Salsha sembari tersenyum miris.

"Gue juga dengar ada yang bilang jalang, pelacur, simpanan Om-Om, murahan. Itu siapa yang bilang?"

Salsha menubrukkan tubuhnya  ke Steffi. Tak ada yang bisa mengetahui dengan pasti bagaimana perasaan Salsha saat ini. Ia benar-benar merasa di permalukan.

"Pacar lo memang jalang. Terima fakta, dong." Cassie tersenyum remeh. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada.

Aldi manggut-manggut. Menarik tangan Salsha untuk bisa berdiri tegak. Ia tak ingin Salsha terlihat lemah seperti ini. Salsha menghapus airmatanya. Ia butuh pelukan Aldi sekarang, tetapi untuk memeluk lelaki itu Salsha tak berani.

"Lo di katain jalang sama, dia. Lo benaran jalang, Sha?" tanya Aldi sembari menaikkan sebelah alisnya.

Steffi membelalakkan matanya saat Aldi menyebut Salsha jalang. Ia menatap ke Salsha, gadis itu kembali menangis, "Aldi." tegur Steffi.

"Lo jalang, nggak?" ulang Aldi lagi saat tak ada respon dari Salsha.

Salsha menggeleng lemah.

"Jawab, bego."

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang