Delapan Puluh Empat

9.4K 707 147
                                    

Iqbaal keluar dari kamar mandi setelah selesai mencuci muka. Mendengar ponselnya berbunyi ia segera meraih ponsel itu, duduk di kursi dan mengangkat telfon dari Caitlin, kakak kelas yang juga merupakan partnernya untuk menghancurkan hubungan Salsha dan Aldi dulu. Iqbaal memang masih berhubungan dengan Caitlin. Iqbaal selalu memberi kabar kepada Caitlin tentang kelanjutan hubungan Salsha dan Aldi.

Salsha yang berada di balik tirai kamar Iqbaal pun hanya bisa berdoa agar keberadaannya tidak diketahui oleh Iqbaal. Ia penasaran tentang apa hubungan Caitlin dengan pacarnya. Sedari tadi yang Salsha lakukan hanya menggigit ujung kukunya. Takut.

"Haloo, Cait." sapa Iqbaal ramah. Ia tau apa maksud Caitlin menghubunginya.

"Gue dengar Aldi udah keluar dari sekolah. Emang betul?" tanya Caitlin diseberang telfon. Caitlin memang tidak pernah menunjukkan dirinya dihadapan Aldi lagi. Setelah kejadian di bar, Caitlin memilih memantau dari jauh. Caitlin sangat membenci Aldi yang sudah mencampakkannya dan lebih memilih Salsha. Ia ingin balas dendam tanpa menimbulkan jejak. Makanya, ia memilih memantau Aldi lewat Iqbaal.

"Betul lah. Akhirnya gue berhasil ngedepak dia dari sekolah. Lo udah nggak ngeraguin kemampuan gue kan." Iqbaal berkata dengan bangga.

"Tapi gimana caranya? Kenapa tiba-tiba tuh bocah keluar?"

Iqbaal meraih sebatang rokok diatas nakas dan menghidupkannya. Ia akan bercerita semua kepada Caitlin, "Itu urusan kecil buat gue. Lo tau kan selama ini gue selalu punya ide gimana cara agar dia putus sama Salsha."

"Iya. Tapi kerja lo lambat. Harusnya pas gue masih pacaran sama Aldi lo rusak hubungan mereka. Tapi lo gagal kan. Trus kenapa sekarang lo berhasil?"

"Caitlin, Caitlin, gue belajar dari pengalaman. Kalo dengan cara ngenalin Aldi ke cewek-cewek nggak berhasil. Gue make cara yang lembut. Gue ngedekatin Salsha dan bikin dia sama Aldi salah paham." Iqbaal tersenyum membayangkan apa saja yang sudah ia lakukan untuk menghancurkan hubungan Aldi dan Salsha.

"Trus mereka putus kemaren juga gara-gara lo?"

"Bukan. Itu karena masalalu Aldi tiba-tiba datang. Nggak ada sangkut pautnya sama gue." kata Iqbaal. Perihal Katya, Iqbaal memang tidak melakukan apapun. Ia hanya mengambil kesempatan untuk masuk ke hati Salsha lewat itu, "Tapi gue bersyukur. Gue nggak perlu mikirin cara biar mereka putus. Mereka udah putus sendiri."

"Setelah gue putus, gue ngadu domba mereka. Gue bikin seolah-olah Aldi masih kasar padahal dia udah berubah. Gue heran sih kenapa tu anak bisa berubah. Dan gue berhasil, Salsha nerima gue jadi pacarnya."

"Gue berusaha biar Salsha benci banget sama Aldi. Nggak susah karena memang Salsha udah terlanjur sakit hati sama perlakuan Aldi. Jadi, pas gue gas sedikit apinya langsung keluar. Salsha memang bodoh banget. Di panas-panasin dikit aja udah langsung nyala tu api." Iqbaal tertawa terbahak-bahak. Ia bangga karena sudah berhasil mengelabui Salsha, "Gue ingat, waktu itu gue berhasil bikin Salsha benci sama Aldi dengan cara bikin Aldi emosi. Lo tau kan kalo Aldi anaknya emosian. Gue pancing masalah keluarganya dia dan dia udah langsung mukulin gue. Niat gue memang bikin dia mukulin gue dan Salsha bakalan respect sama gue. Gue berhasil. Gue senang banget pas Salsha maki Aldi di hadapan semua orang. Gila sih, mukanya Aldi disitu sedih banget. Andai lo ada disitu lo juga pasti bakal senang."

Salsha mendengar itu semua. Ia sangat terkejut mendengar fakta yang secara langsung keluar dari mulut Iqbaal. Salsha ingat, saat kejadian itu Aldi mencoba membela diri tetapi ia tidak peduli. Kemarin juga Steffi sempat menceritakan itu kepadanya tetapi ia tak percaya. Salsha merasa bodoh sudah tertipu dengan mulut manis Iqbaal.

Salsha mengepalkan tangannya. Nafasnya memburu menahan gejolak amarah yang ingin ia lampiaskan. Ternyata selama ini, ia membela orang yang salah.

"Trus habis itu apalagi yang lo lakuin."

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang