Enam Puluh Sembilan

16.8K 833 216
                                    

Salsha menghabiskan waktu istirahatnya dengan membaca buku di perpustakaan. Ia sudah tak memiliki teman lagi. Steffi, Cassie dan Bella sudah tidak termasuk kedalam daftar temannya. Lagipula ia tak butuh teman yang hanya bisa menusuknya dari belakang. Lebih baik seperti ini. Sunyi, sepi dan tenang.

Salsha membolak-balikan buku yang ia baca dengan gelisah. Pikirannya di penuhi dengan obrolannya beberapa waktu lalu dengan Aldi. Terus terang saja, Salsha takut jika Aldi melakukan apa yang ia katakan tadi. Ia tahu jika Aldi adalah orang yang keras kepala dan suka berbuat seenaknya tanpa berpikir terlebih dahulu. Ia hanya tak ingin di tuduh jadi penyebab apapun yang menimpa Aldi jika lelaki itu melakukan apa yang ia minta.

"Gue boleh duduk disini?"

Salsha mendongak dan menemukan Raya berdiri di hadapannya. Salsha mengangguk sekilas, "Duduk aja."

Raya duduk di hadapan Salsha dan membuka buku biologi yang baru saja ia ambil dari rak dan mulai membacanya. Sesekali ia melirik Salsha yang tampaknya tidak tenang, beberapa kali gadis itu menghela nafas panjangnya. Karna penasaran, Raya pun bertanya, "Lagi ada masalah?"

Salsha menggeleng pelan. Ia tak mudah akrab dengan orang baru, "Nggak papa."

"Kita mungkin nggak dekat, Sha. Tapi kalo lo butuh teman curhat, gue bisa jadi teman curhat lo itu." tawar Raya dengan senyum manisnya.

"Makasih. Tapi gue bukan tipe orang yang mudah terbuka ke orang lain."

Raya mengerti, ia juga sama seperti Salsha. Temannya di sekolah juga tak banyak. Tetapi, Raya ingin lebih dekat dengan Salsha, "Lo lagi ada masalah sama Steffi?" tanya Raya hati-hati, takut menyinggung perasaan Salsha, "Bukan maksud gue ikut campur, tapi gue heran aja kenapa lo sampai pindah tempat duduk gitu."

Salsha enggan menjawab. Menurutnya, tanpa menjelaskan apa yang terjadi pun Raya sudah pasti tahu jika mereka sedang terlibat masalah.

Raya menghela nafasnya. Mengorek informasi dari Salsha ternyata sangat sulit, "Apa ada hubungannya sama Aldi?"

Salsha greget, ia tak suka ada orang lain yang ingin tahu urusannya, "Gue lagi nggak pengen bahas itu." ia kembali membaca buku di hadapannya.

Tetapi Raya tak berhenti sampai disitu, "Tapi rumor lo putus sama Aldi udah nyebar. Lo mungkin nggak peduli sama ini, tapi lo harus tahu. Semenjak lo nggak masuk sekolah, setiap hari Aldi datang ke kelas dan nanyain lo. Dia juga makin aneh sekarang. Dia datang kesekolah tapi nggak pernah ada di kelas. Guru-guru pada pusing nyariin dia. Dia juga beberapa kali berantam sama Iqbaal. Anak-anak, sih mikirnya ini ada hubungannya sama lo."

Salsha mencoba tak peduli dengan apa yang Raya katakan tentang Aldi. Tetapi tak bisa, bayangan tentang percakapannya dengan Aldi tadi pagi di tambah dengan pengakuan Raya barusan membuat hati Salsha tak tenang.

"Gue cabut dulu," kata Salsha. Ia akan menemui Aldi di kelasnya. Ia harus memastikan jika lelaki itu tidak mengindahkan apa yang katakan tadi.

Salsha berjalan cemas di koridor. Pikirannya enggan untuk menemui Aldi. Tetapi hatinya terus saja memberontak untuk menemui lelaki itu.

Salsha celingukan mencari keberadaan Aldi di kelas tetapi tak menemukannya. Pikirannya semakin tak tenang. Ia takut, Aldi melakukan apa yang ia katakan.

"Nyari Aldi lo?" ketus Andirah sembari menatap Salsha sinis.

Salsha diam. Masa bodo dengan ucapan Andirah. Baginya Andirah tidak penting. Yang terpenting adalah memastikan keadaaan Aldi baik-baik saja.

"Ngapain lagi, sih, lo datang kesini. Harusnya lo pergi aja. Jangan ganggu kebahagiaan orang lain. Jangan jadi parasit di hubungan Aldi dan Katya." komentar Andirah keji.

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang