Sembilan Puluh Tiga

8.4K 642 99
                                    

Aldi menatap nanar bangunan didepannya. Tangannya bergetar tak karuan serta jantungnya yang berdetak dengan cepat. Ntah bagaimana perasaan Aldi sekarang, yang pasti berada di tempat ini sama sekali tak pernah terbayang di pikirannya. Setelah bertahun-tahun lamanya, ia akan bertemu lagi dengan Liston, orang yang telah menyakiti hati Mamanya dan ia pulalah yang mengantarkan lelaki itu ke penjara.

Aldi menghela nafasnya gusar. Jika boleh memilih, ia tak akan mau datang ketempat ini. Ia belum siap bertemu dengan Liston, Papanya. Tetapi nasehat dan desakan Salsha tak bisa ia hiraukan. Gadis itu membujuknya untuk secepatnya menjenguk Liston.

Aldi merasakan tangannya menghangat. Ia mengalihkan pandangannya kebawah dan melihat tangan Salsha menggenggam tangannya hangat. Aldi menatap ke samping dan disuguhkan dengan senyum manis gadis itu.

"Semangat, Ald. Ini mungkin nggak mudah buat kamu. Tapi aku yakin kamu bisa lewatin ini," ujar Salsha memberikan semangat.

Melihat senyum manis itu seketika membuat Aldi menarik sudut bibirnya ke atas membentuk senyuman pula. Lagi-lagi Aldi menghela nafasnya. Rasanya masih sangat sulit. "Gue belum siap."

"Siap nggak siap kamu harus siap. Kamu cuma ketemu sama Papa kamu dan memperbaiki keadaan. Kalo bukan sekarang, kapan lagi? Bukannya lebih cepat lebih baik?" Salsha semakin menggenggan erat tangan Aldi, memberikan semangat. "Kamu udah maafin Papa kamu, 'kan? Kamu udah bisa ikhlasin semuanya, 'kan?"

Aldi menatap lurus kedepan. Ia menutup matanya sejenak. Berusaha melupakan semua kesalahan Liston di masalalu. Ia akan membuang semua kenangan pahit itu. Aldi membuka matanya dan menghela nafas lagi. Kemudian ia menatap Salsha dan berkata dengan penuh keyakinan. "Gue udah maafin Papa. Nggak baik dendam sama Papa sendiri. Itu kan kata lo."

Salsha terkekeh ringan. Lelaki itu sudah banyak berubah sekarang.  Banyak energi positif yang keluar dari diri Aldi. Dan Salsha senang melihatnya.

"Sekarang kamu masuk, ketemu sama Papa kamu. Aku tunggu disini," ujar Salsha.

Aldi menggeleng, ia ingin Salsha ikut menemaninya. "Lo harus ikut sama gue."

"Kok aku ikut?" tanya Salsha. "Kamu sendiri aja. Inikan pertemuan pertemuan kamu sama Om. Aku nggak mau ganggu."

"Nggak, lo harus ikut!" Aldi bersikeras. "Gue butuh lo di dalam karena cuma lo yang bisa bikin gue tenang. Sekalian gue mau ngenalin lo ke Papa. Gue mau bilang kalo lo orang yang udah buat gue maafin Papa."

"Bukan aku," koreksi Salsha. Ia tak suka mendengar ucapan Aldi itu. "Tapi diri kamu sendiri. Aku cuma perantara aja. Kamu itu sebenarnya nggak benci sama Papa kamu, kamu cuma nggak terima dan kecewa sama perbuatan beliau."

"Yaudah ayo, lo ikut gue ke dalam," kata Aldi tak terbantahkan. Ia menarik tangan Salsha untuk mengikuti langkahnya masuk kedalam penjara itu.

Setelah mengatakan kepada polisi maksud tujuan mereka datang ke penjara ini. Salsha dan Aldi duduk di ruang tunggu untuk menunggu kedatangan Liston.

Jantung Aldi semakin berdetak dengan kencang. Wajah dan tangannya juga semakin berkeringat. Aldi gugup. Bingung harus mengatakan apa dan merespon seperti apa saat melihat Liston nanti.

"Gue harus bersikap gimana? Gue harus ngomong apa?" tanya Aldi kepada dirinya sendiri.

Salsha terkekeh, apalagi melihat mimik muka Aldi yang  gugup. Sangat menggemaskan. Salsha mengusap peluh keringat di dahi Aldi. "Kamu kenapa sih, kok gugup gini. Kamu cuma ketemu sama Papa kamu. Bukan mau ngelakuin hal yang aneh-aneh."

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang