32. Marga Keluarga

1.2K 57 7
                                    

Karen menghela nafasnya berulang kali saat dirinya sudah berdiri didepan pintu kamar inap milik Galva. Setelah tau akan kebenarannya tentang Galva, Karen baru siap menemuinya setelah 4 hari kemudian. Itu semua juga karena bujukan Raga yang mengatakan Galva berencana kabur dari rumah sakit kalau saja Karen tetap tidak datang.

Karen melongokan kepalanya kedalam, mendapati Galva yang tengah tertidur. Infusnya sudah terlepas, menurut keterangan Raga seharusnya hari ini Galva sudah dibolehkan pulang. Tapi karena tubuhnya yang masih belum stabil akhirnya diundur besok atau lusa baru bisa dia pulang.

Karen duduk dikursi samping brangkar Galva. Meraih telapak tangannya yang sudah tidak terinfus lagi.

"Maafin aku, aku sayang kamu"

Galva menggeliat saat merasakan ada seseorang menyentuh keningnya. Benar saja, saat Galva membuka mata, dia tersentak, mungkin kalau dia dalam keadaan duduk dia akan terjengkang kebelakang.

Karen tengah mengusap-usap keningnya sambil tersenyum.

"Karen.. kamu..." Galva tergagap sendiri melihat Karen ada dihadapannya

"Maaf" ujar Karen

Galva masih diam tak melakukan reaksi apapun

"Maafin aku, aku yang terlalu mengambil keputusan. Aku yang salah" kata Karen, air matanya kembali mengalir. Tangan Galva yang bebas mengusap pipi Karen yang basah

"Hei hei, udah ya. Kamu nggak salah, kamu ngelakuin itu tandanya kamu benerar sayang sama aku, kamu takut kehilangan aku" kata Galva.

Karen tersenyum. Dadanya menghangat, bagaimana bisa Karen tidak percaya dengan Galva. Bahkan Galva dengan mudahnya memaafkan dia, Karen memang terlalu bodoh dengan menyia-nyiakan Galva. Dia sekarang yakin, Galva adalah yang terbaik untuknya.

"Jadi?" Tanya Galva sedikit menggantung

"Apanya?" Karen yang tidak paham menaikan salah satu alisnya

Galva pun berdecak sebal, nyatanya ke peka an karen tidak bertambah sama sekali.

"Ck, lupa ternyata" kata Galva. Raut wajahnya berubah muram

"Apa sih? Aku nggak tau" kata Karen

Galva menatap dalam-dalam mata Karen, dan menggenggamnya dengan erat

"Kita jadi putus?" Hawa di ruangan itu mendadak panas. Setelah mengatakan itu hawa canggung diantara mereka berdua mulai terasa.

Karen yang tampak salah tingkah pun berdehem berulangkali.
"Gimana?" Tanya Galva sekali lagi,

"Enggak jadi" cicit Karen. Galva tersenyum senang, lalu segera bangun dari tidurnya dan segera mendekap Karen ke dalam pelukannya. Karen tersenyum dan ikut membalas pelukannya.

Ruangan kamar terbuka, segera saja Karen dan Galva melepaskan pelukannya sebelum ada yang melihat mereka berdua. Pintunya terbuka lebar dan menampilkan Fatimah yang kelihatan baru pulang dari swalayan, membawa beberapa buah dan cemilan.

"Kalian habis ngapain?" Tanya Fatima curiga karena melihat situasi canggung diantara mereka berdua, Karen tampak salah tingkah dengan menyibakkan rambutnya kebelakang, sedangkan Galva tampak mengusap-usap hidungnya.

"Apa? Enggak kok" saut Galva

"Eh tante, sini Karen bantuin" kata Karen tiba-tiba, sambil berdiri dan merebut halus belanjaan Fatima

Fatimah yang memang baru sadar bahwa Karen sudah lama tidak kesini pun menyapanya.

"Loh Karen, kamu kemana aja? Kok baru jenguk Galva sekarang?" Karen tersenyum kikuk mendapatkan pertanyaan itu dari Fatima.

DeclairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang