31. Sebuah Keinginan

1K 55 0
                                    

Sudah hampir satu Minggu Galva rawat inap di rumah sakit. Dan selama itulah dia tidak melihat Karen sama sekali. Dia tau kalau mungkin Karen kecewa terhadapnya, tapi apakah semua itu adalah atas kesalahannya?

Meskipun dirumah sakit dia tidak sendirian, masih ada kakaknya yang setiap hari datang setelah kuliah. Kedua orangtuanya yang bergantian berjaga, bahkan ketiga sahabatnya yang sekaligus pembuat onar rumah sakit. Tapi rasanya tetap beda jika salah satu prioritasnya tidak ikut menjenguknya, siapa lagi kalau Karen.

Galva sudah memberitahukan semua kejadian kepada sahabatnya secara detail, bahkan ketiga sahabatnya merespon positif dan berniat memberikan pelajaran untuk Lizi. Tapi mereka baru ingat, hampir seminggu juga, mungkin setelah tragedi dirumah Galva itu, Lizi tidak hadir kesekolah.

Keenan sudah mencari tau lewat Dina. Dan Dina juga tidak tau, karena tidak ada keterangan sama sekali, layaknya hilang ditelan bumi.

Ketiga sahabatnya juga sudah menjelaskan secara rinci kepada Karen, tapi entah kenapa sampai sekarang Karen tetap tidak datang. Bagaimanapun juga, ini semua bukan sepenuhnya salah Galva. Mengingat Galva juga sedang sakit waktu itu.

"Nggak usah galau, mungkin Karen masih perlu waktu" kata Keenan seolah memberikan semangat kepada Galva.

"Tapi lo beneran udah jelasin kan?" Ketiga temannya nampak begitu jengah, sudah ke 27 kalinya Galva menanyakan hal yang sama.

"Njir gal, harusnya kemarin gue nge vlog pas ngasih penjelasan ke Karen ya" kata Brilli

"Bangke lo" ucap Galva

Setelah itu mereka bertiga tampak sibuk kembali, Tama dan Brilli sibuk bermain game. Sedangkan Keenan tampak bermain rubiknya. Galva sendiri tampak tak tenang, membuat Keenan merasa pecah konsentrasi.

Keenan meletakkan rubiknya dan menatap Galva Secara tajam
"Lo mending tidur deh, apa perlu gue panggil dokter biar lo disuntik obat tidur"

Galva menatap horor Keenan
"Apa sih lo, serah gue lah"

"Bodo, yang penting jangan ganggu in gue"

Galva mengambil salah satu bantal yang ada disebelah kanannya, lalu melemparnya ke Keenan
"Siapa yang ganggu lo peak"

Tapi naasnya bantal itu mengenai Tama yang sedang bermain game
"Anjiiing" umpat Tama

"Yeyeye gue menang, tokek kalah" Brilli beruforia dengan kemenangannya, sedangkan Tama tampak menatap tajam pada Galva, Galva sendiri malah tersenyum manis seolah mengatakan "tidak apa-apa"

"Assalamualaikum..."

Semua orang didalam kamar tentunya langsung menengok kearah kamar. Galva sendiri tampak tersenyum senang mengetahui siapa yang datang, Dina, Jena, Wulan. Senyumnya memudar saat mengetahui Karen tidak ikut hadir menjenguknya.

"Karen nggak ikutan ya?"

Ketiga gadis itu hanya tersenyum miris,
"Udah gue ajakin tadi, tapi dia nggak mau" ujar Dina. Hal itu membuat Galva tersenyum, tapi tersenyum sedih, ketiga sahabatnya pun tampak saling pandang

"Gue tau masalah lo, yang sabar gal, gue yakin sebentar lagi Karen pasti sadar kalo lo nggak salah" kata Wulan.

Galva tampak tersenyum, mengamini dalam hati apa yang dikatakan oleh Wulan.

Tidak lama kemudian empat orang seumuran orang tua Galva masuk kedalam kamar Galva, mereka adalah kedua orang tua Raga dan orang tua Karen. Disusul seorang laki-laki sambul menggendong anak perempuan, itu adalah Raga dan Salwa, adik Raga. Semua sahabat Galva bahkan sahabat Karen izin keluar, agar kamar inapa tidak penuh.

DeclairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang