"Maafin gue."
-Aldren Nagivaro Alex-***
Bunyi pendeteksi detak jantung yang mulai stabil mengisi ruangan putih. Orang terdekatnya sudah menunggu di luar ruangan dengan wajah cemas. Wajahnya sangat pucat, jarum infus menempel di tangan kirinya. Tubuhnya ditutupi oleh selimut tebal sedangkan di sini seorang lelaki berjas putih dan para suster bernafas lega.
Lalu mereka keluar bersamaan. Membuat orang terdekat lelaki yang masih berbaring itu segera mewakili untuk bertanya.
"Bagaimana anak saya dok?" Tanya lelaki yang sudah berkepala empat tapi masih memancarkan wajah tampannya.
"Alhamdullilah, detak jantungnya sudah berdetak stabil, hanya kepalanya terbentur lumayan keras membuatnya bisa koma beberapa hari kita tidak bisa memperkirakannya," mereka yang mendengarnya menghela nafas lega.
"Oh ya, kalian sudah bisa melihat keadaannya, baik saya pamit dahulu," dokter lelaki itu pergi setelah diberi anggukan oleh lelaki berkepala empat.
Suster pun sudah memberitahu untuk membayar adminstrasinya. Beberapa dari mereka masuk. Menyisahkan beberapa orang termasuk Aleysa yang masih meneteskan air matanya. Ia sangat shok saat mendengar kabar Aldren yang dilarikan ke rumah sakit.
Ia sampai sempat pingsan sekali.
Di sebelahnya ada Azka dan Alfan yang mencoba menghiburnya.
"Udah Sa, Aldren udah baik-baik aja, lo nggak mau liat dia?" Tanya Alfan yang masih mengelus punggung gadis itu yang bergetar.
"Lagian lo sih malah keluar nggak bilang," ucap lagi Alfan yang langsung dipelototi Azka.
"Nggak ada yang salah, sekarang Leysa mau liat Aldren?" Tanya Azka lembut membuat Aleysa mengangguk dan berhenti menangis.
Tapi Aleysa sempat bilang ingin melihat Aldren jika sudah sepi. Jadi Azka menemani Aleysa di tempat duduk panjang berwarna silver. Sampai semua yang menengok Aldren berpamitan termasuk orangtua Aldren yang menitipkan putranya, karena mereka harus kembali melanjutkan pekerjaan mereka. Azka dan Alfan membiarkan Aleysa masuk sendiri.
Aleysa membuka pintu kaca itu dan dinginnya suhu pendingin ruangan menerka wajah mulus Aleysa dan bau obat tercium lumayan menyengat. Ia masih melihat lelaki pucat itu terbaring lemah. Nafasnya begitu tenang begitu juga wajahnya. Seperti tak ada beban.
Ia menggeser kursi yang dekat dari ranjang yang Aldren tiduri dan menduduki bokongnya di sana. Dengan gemetar Aleysa mencoba menggenggam tangan yang terakhir ia genggam hangat kini sangat dingin. Mengelus pelan. Sampai suara isakan terdengar.
"Kak... Bangun....," Aleysa tak bisa membendung tangisnya.
Air matanya menetes di tangan Aldren yang digenggam olehnya.
"Aku kangen," itulah kata-kata yang mewakilinya.
Biarpun Aldren selalu menatap tajam dirinya, tapi ia benar-benar rindu tatapan tajam itu. Walau menyakitkan. Tapi itu sudah seperti sarapannya. Ia merasa ada yang hilang.
"Kakak, kapan sadar?" Ia terus bertanya membayangkan jika Aldren akan menjawabnya.
Walau itu sangat tak akan mungkin, karena dokter sudah bilang jika Aldren akan bangun beberapa hari lagi. Dan tak bisa memperkirakannya. Wajah lelaki itu sangat tenang. Seperti tak ada beban sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE ME RIGHT
Teen FictionSequel Don't go (SlowUpdate) Update sabtu, minggu atau nggak salah satunya. *** Kapan hubungan ini akan berakhir? Jika engkau saja tidak menyutujui aku mengakhirinya, dan tetap menganggap bahwa kita seperti tidak ada hubungan apa pun. Itu menyakitka...