31

254 15 0
                                    

"Seandainya semua masalah di masa lalu sudah selesai dan menjadi damai tak mungkin dua orang yang memang tak sangkut paut dari masalah itu saling membenci."

***

Tadi setelah Azka pergi dari rumahnya bersamaan dengan Alfan yang pulang dengan wajah babak belur, Aleysa segera melengos masuk ke kamarnya. Sebenarnya ia memang lelah.

Tapi juga ingin merenung mengenai masalah yang sedang diungkit lagi. Mencoba merangkai dari apa yang ia tahu. Aneh memang dirinya tidak tahu apa-apa padahal ia sangat dekat dengan Alfan dan Aldren yang memang sudah ia tahu sejak pertama ia masuk SMP.

Mengingat kembali pada saat Alfan mengucapkan bahwa Leon pengecut dan menusuk dari belakang, entahlah Aleysa tak begitu mengingat lebih detail bagaimana mereka berbicara, tapi ia tahu makna dari itu semua.

Tok tok

"Leysa, Sa, ayo makan," panggil Alfan yang sepertinya masih di depan pintu kamarnya.

"Iya nanti gue ke sana," jawab Aleysa dengan nada malas.

"Tapi Mamah bilang cepetan, sekarang juga," mulai deh lelaki itu ingin membuatnya kesal.

Karena Aleysa tahu, Reina tak mungkin seperti itu. Karena kalau memang begitu pasti Mamahnya itu akan mendatanginya secara langsung.

"Ck, huft...," Aleysa bangun dari duduknya tadi di pinggir ranjang.

Membuka pintu kamar dan melengos tanpa menatap Alfan. Kali ini ia benar-benar malas  dengan kembarannya itu. Kapan sih Alfan berpikiran dewasa seperti Azka? Azka baik, pintar, dan berpikiran luas. Tapi tunggu, bukan berarti ia membeda-bedakan Alfan yah, hanya ingin saja lelaki itu seperti Azka.

Minimal menyelesaikan masalah dengan pikiran dingin. Tidak asal memukul, pantesan saja lelaki itu tidak laku mungkin karena lelaki itu emosian. Walaupun tak menjamin sih bahwa lelaki itu tak laku karena itu. Tapi itu yang Aleysa pikirkan tiba-tiba di otaknya.

"Sa, tungguin gue!" Kesal Alfan.

Aleysa tidak menurut dan memilih lebih dulu turun dari tangga. Sementara waktu ia malas berbicara dengan kembarannya itu.

***

"Sa, Sa, Sa!!" Panggil seseorang yang terdengar semangat sekali memanggilnya.

"Apaan sih Kar?" Kesal Aleysa.

Lagian temannya itu terus memanggilnya dengan tak tahu situasi. Sudah tahu sekarang ia sedang makan, kalau tersedak bagaimana? Lalu meninggal. Pasti nanti akan muncul berita memalukan seperti "seorang murid SMA perempuan tersedak baso, karena dipanggil berkali-kali dan terus ditepuk bahunya."

Ih... Aleysa tak mau itu terjadi. Sangat memalukan sekali, elit-an dikit dong. Misalnya meninggal karena diserempet helikopter. Oke abaikan itu sangat tidak bermutu.

"Gue udah nemu Ibu Kandung gue," jelasnya yang masih tertunda.

Tapi kalimat itu sudah sangat membuat Aleysa bahagia. Gadis itu menyeruput es teh manis yang tinggal setengah dan kembali menatap Sekar yang kini sudah duduk dengan nyaman di depannya.

"Tapi... Sa, Ayah gue.... Udah nggak ada," jelas Sekar melanjutkan kalimat tadi yang sebenarnya belum selesai.

"Loh kok bisa?" Tanya Aleysa kini, senyuman bahagia gadis itu kini meluntur.

"Awalnya...,"

***

"Assalamualaikum," salam kedua gadis yang kini sudah menginjak lantai yang bisa dibuat bercermin. Ruangan yang luas menyambut mereka.

LOVE ME RIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang