Hari Menyakitkan 9

250 15 0
                                    

"Lelah adalah yang mendeskripsikan hati yang kini sudah kehilangan sang pemilik yang kini telah pergi."

***

Hari Rabu seperti biasa selalu membuatnya senang. Tapi berbeda dengan sekarang. Kini Aldren duduk di pinggir ranjang sambil memegang ponselnya yang sudah jarang ia sentuh sedikit pun. Dulu ponsel ini selalu banyak notif yang berisi pesan Alfan dan Aleysa yang entah menanyai keberadaan, dan keadaannya sekarang mereka seakan jauh walau masih di satu kota dan sering bertemu.

Lalu ia kembali bangkit dan keluar rumah ingin ke mini market untuk membeli minuman soda agar dirinya sedikit lebih tenang.

Selesai membeli ia meminum sebentar dan duduk di kursi yang sudah tersedia di depan mini market tersebut.

Tapi kegiatannya terjeda saat ponselnya bergetar dan di sana menampilkan Alfan yang menelfon dirinya.

"Hallo?"

"Hallo, Dren cepet ke sini. Kondisi Aleysa makin parah, sekarang dia kritis," jelas Alfan kini dengan nada panik.

"Hah? Yaudah gue kesana," ucap Aldren dan mematikan telfon.

Kini dengan buru-buru Aldren membuang minuman soda itu dan berlari cepat menuju rumah sakit yang sungguh jauh. Ia terus berlari melewati perempatan jalan, melewati lampu merah. Dan terus berlari sesekali melihat jam dari ponselnya.

***

Kini dengan keringat yang membanjiri tubuhnya Aldren masuk lift. Memencet tombol ^5.
Kepalamya sudah dikelilingi oleh pikiran negatif mengenai Aleysa. Pemberitahuan ini sungguh mendadak. Ia sungguh takut.

Sampai akhirnya suara ting bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Ia lalu dengan cepat keluar dan berlari menuju kamar yang kini ramai dengan beberapa orang yang menangis.

Ia mengernyit bingung, ini benar kamar Aleysa 'kan? Tapi kenapa banyak orang yang menangis. Dengan nafas yang belum seluruhnya tenang karena sedaritadi berlari. Ia mendekat kearah Wanita paruh baya yang msih terpancar kecantikannya walaupun rambutnya sudah berwarna putih dan abu-abu.

Oh iya, Aldren baru ingat. Itu kan Neneknya Aleysa.

"Permisi Nek, ada Alfan nggak?" Tanya Aldren kini.

Nenek itu sambil menutup mulutnya yang terus mengeluarkan isak tangis menunjuk remaja lelaki yang berdiri menghadap dinding  dengan punggung bergetar.

"Makasih Nek," ucapnya lalu segera berjalan menuju Alfan.

"Fan," panggilnya.

Lelaki itu menoleh, Aldren bisa melihat kondisi lelaki itu yang sungguh berantakan. Wajah yang memerah, mata yang mengeluarkan air mata, rambut yang acak-acakkan.

Lelaki itu tanpa menjawab panggilan Aldren memberi kertas yang terlipat.

"Pergi sekarang lo Dren dari sini!" Usir Alfan.

Membuat Aldren semakin terheran-heran. Tapi akhirnya lelaki itu mengangguk.

Dengan langkah bimbang ia berjalan di koridor rumah sakit itu sedikit menjauhi kerumunan orang yang masih mengeluarkan isak tangis.

LOVE ME RIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang