33

239 16 0
                                    

"Rasa menyakitkan itu saat mengetahui bahwa orang yang kita cintai berada di zona berbahaya."

***

Bunga kering yang masih di dalam vas bunga, kini dibuang dan digantikan dengan bunga merah yang wangi dan segar. Lalu tangan yang sudah mengganti itu kini membuang bunga kering itu ke tong sampah yang berada di dekat pintu.

Lalu kembali mendekati seorang gadis yang masih lemas yang masih memejamkan matanya tanpa bergerak sedikit pun seperti mayat yang masih bernafas. Sudah hari keempat, tapi gadis itu belum juga membuka matanya. Membuatnya semakin khawatir.

Lelaki itu menghembuskan nafas lelah. Kini ia duduk di kursi yang sudah disediakan. Semakin hari dirinya semakin merasa bersalah dengan semua kejadian ini. Walaupun ini bukan kesalahannya tapi ia berada di dalamnya dan membuat gadis itu masuk ke masalahnya, padahal perempuan itu tak tahu menahu.

Entahlah sudah berapa ribu kali ia mengungkapkan kalimat maaf untuk gadis itu entah di dalam hati maupun di saat ia sedang berada di depan gadis itu walaupun perempuan itu tak mendengarnya.

Ia menggenggam kembali telapak tangan gadis itu yang hangat. Mengusapnya perlahan. Mencoba untuk menghilangkan kekhawatiran.

Cklek...

Pintu ruangan terbuka. Jadi akhirnya dengan paksaan,  mereka bisa masuk ruangan Aleysa. Walaupun itu hanya boleh beberapa orang yang masuk.

Alfan masuk dengan seragam SMA nya yang masih melekat.

"Masih khawatir lo sama adek gue?" Tanya sinis Alfan yang kini menaruh tas sekolahnya dengan asal di sofa yang sudah tersedia, lalu duduk di samping tasnya.

"Stop Fan, gue lagi males debat," jawab Aldren yang kini masih fokus menatap wajah pucat Aleysa.

"Siapa juga yang debat, orang kenyataannya gitu kok," jawab Alfan dengan santainya.

Alfan memang sering membuat Aldren tersulut emosi. Kembaran perempuan yang tertidur lemas itu tak kapok-kapok mengganggunya. Yah... selama di Jakarta sekarang, maksudnya saat ia di sini dan Alfan muncul. Pasti keributan selalu terjadi. Ya entah melalu mulut, atau bisa juga dengan baku hantam.

Dan setiap hal itu terjadi di depan perempuan yang sedang berbaring pasti nantinya akan ada masalah tiba-tiba dari tubuh gadis itu. Seperti detak jantungnya melemah. Entah kebetulan atau apa tapi itu memang kenyataannya. Aldren jadi selalu berpikiran kemana-mana.

"Gue cuma tanya, lo masih peduli sama adek gue? Setelah pergi dengan alibi takut adek gue kenapa-napa kalo lo ada di sini. Tapi nyatanya apa? Sama aja kan?" Tanya Alfan akhirnya.

"Lo nggak tau apa-apa Alfan. Lo sendiri sebagai abangnya, saudara kandung, orang yang paling deket. Bisa nggak lindungin Leysa?" Tanya Aldren kesal.

Yah... Seperti itu lah yang selalu mereka ucapkan bila bertemu. Menyalahkan satu sama lain. Tak mau ada yang mengalah, padahal penyebab Aleysa seperti itu karena mereka juga.

Kini Alfan menghela nafas kasar. Tangannya sudah mengepal menahan kekesalan yang sudah tidak bisa ia tahan.

Ia segera melayangkan pukulannya. Bersamaan dengan pintu ruangan yang terbuka dan teriakan seseorang.

LOVE ME RIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang