⚽ LIMA BELAS ⚽

2.2K 210 4
                                    

"Selalu cemburu lihat kalian sedekat ini," kata Milan yang sekarang mendekati Alma.

Sejak menyebut nama Milan, Febri masih terdiam, terbujur kaku tidak bisa mengatakan apapun. Dia masih tidak mengerti, sama tidak mengertinya dengan Milan, mengapa jantung mereka sama-sama berdetak kencang ketika berdekatan, khususnya Febri yang baru hari ini merasakan kejanggalan.

"Habis jalan-jalan darimana, Dik Alma?" Tanya Milan yang sejujurnya tengah memperbaiki suasana hatinya. Maksudnya, gejolak rasa yang sehari-hari makin tidak jelas.

"Kakak cuma ngajak muter di sini saja. Duduk lihat senja di sana, tapi sudah hilang rupanya," jawab Alma tersenyum lebar lantas memperhatikan Febri yang masih kaku di tempatnya.

Milan tersenyum. "Kalau senja sudah hilang, waktunya pulang. Udara malam tidak baik buat kamu, betul?"

Alma mengangguk di atas kursi roda.

Tanpa persetujuan dari Febri, Milan langsung mendorong kursi roda itu ke arah dimana Alma harus kembali. Milan masih menggunakan ransel kecil dan almamater universitasnya. Dia baru saja pulang dari kampus dan langsung mampir. Waktu luangnya saat ini memang sering kali menjadi milik Alma. Teman yang dia temui di stadion.

"Teh, Teteh sudah ketemu pemain siapa saja di luar pemain Persib?" Tanya Milan saat perjalanan itu.

Febri berusaha mengimbangi langkah Milan dan gerak kursi roda Alma tapi mulutnya tak bisa mengimbangi percakapan antara Milan dan Adiknya sendiri. Dia hanya diam.

"Em, siapa ya? Hanif Sjahbandi. Kenal? Dia juga sempat membela Timnas U-19, asuhan Eduard Tjong kayanya."

"Hanif Sjahbandi, yang senyumnya manis gila itu?" Tanya Alma padahal Milan belum sempat menyebutkan semua daftar nama yang pernah ditemuinya, selain pemain Persib tentunya.

Mengangguk. "Teteh kenal dekat malah," sahutnya.

"Masa'?"

Milan mengangguk untuk kedua kalinya. "Dia dulu pernah tinggal satu kompleks denganku, mulai dari kita lahir sampai kita lulus SD. Habis itu aku pindah sih. Tapi Alhamdulillah, masih sering komunikasi."

"Serius?"

"Iya, Alma. Ada gitu wajah-wajah pembohong?"

"Hehehe, semoga kapan-kapan Alma bisa ketemu sama Hanif Sjahbandi. Kabarnya sekarang dikontrak Arema FC ya, Teh?"

Milan mengangguk untuk ketiga kalinya. "Iya, kamu bisa tahu soal Hanif Sjahbandi, emang mengikuti sepakbola banget kamu ya, Dik?"

Alma tersenyum. "Itu juga karena stalking sama Kak Febri, Teh. Awalnya kepo soal Dimas Drajad, terus dapat Septian David, ketemulah Bagas Adi, terakhir Hanif Sjahbandi."

"Hahaha, Kakak kamu aneh ya? Suka stalking cowok bukan cewek."

"Iya, Kak Feb mah gitu, tadi ingat sama Septian David aja bisa senyum-senyum sendiri. Kan bahaya, Teh," canda Alma yang disambut tawa kecil oleh Milan.

Febri hanya diam dan menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya. Alma sungguh telah tertipu dalam hal ini.

Milan sesekali melirik, takut-takut ketahuan tengah memperhatikan. "Kalau dilihat-lihat dari jarak dekat, ganteng juga ini anak," batin Milan setelah lirikan yang sekian kalinya. "Astaghfirullah, ngomong apa aku ini," batinnya lagi menepuk mulut dengan telapak tangan kanan.

Sementara Febri, tanpa Milan sadari dia tahu tengah dilirik, dan dia juga membalas lirikan itu sesekali. "Cantik, menarik, lucu," batinnya berjalan sendiri menilai Milan. "Astaga, ngomong apa lagi!"

Sayap GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang