⚽ TIGA PULUH ENAM ⚽

2.4K 216 32
                                    

Setengah jam lagi sampai di tempat tujuan, semua pemain terlelap kecuali Satria Tama dan Andy Setyo juga Bagas Adi yang tengah meratap. Sementara Alma, dia baru saja terbangun dari tidurnya di samping Febri dan Mama. Diajaknya Febri membangunkan beberapa pemain, tunggu, bukan diajak, tapi diminta. Alma tak bisa berjalan menyusuri sela-sela kursi, jadi dia hanya minta Febri membangunkan dan membawa kamera untuk memfoto sebelum membangunkan.

"Adik mau usil ya?" Tanya Febri memelankan suaranya.

Alma menggeleng. "Hanya hiburan," jawabnya.

Satu persatu Febri mendatangi para pemain. Dimulai dari yang paling depan, ada Hansamu Yama dan Evan Dimas. Belakangnya ada Bagas Adi dan Septian David. Samping ada Hanif Sjahbandi dan Osvaldo Haay. Terus hingga ke belakang.

Sesekali Febri tertawa. Bagaimana tidak? Ada yang tidur dengan mulut terbuka, ada yang tidur tapi matanya seperti orang tengah terjaga, ada pula yang tidur dengan pose meringkuk bak kedinginan.

Sampai di tempat dimana Andy Setyo dan Satria duduk berjajar, memandangi pemandangan melalui kaca bus. Juga Bagas di depannya yang melakukan hal yang sama.

"Andy," panggil Febri dan segera dia tekan tombol kamera, maka dapatlah wajah datar tak sadar kamera. Cukup lucu, orang Jawa suka menyebutnya "Cengoh".

Lalu Febri tertawa dan hanya ditanggapi datar oleh Andy. Ketika berlanjut pada Satria, dia juga melakukan hal yang sama tapi juga mendapat tanggapan yang sama. Entahlah, semua pemain belakang dan Satria Tama memang lebih banyak murung, jika dipikir memang mereka mendapat hujatan yang paling parah selama gelaran kualifikasi piala Asia U-23.

Ketika sudah dapat semua wajah pemain, Febri menunjukkannya pada Alma, dan dia tersenyum manis pun bahagia.

"Kakak seneng lihat kamu juga seneng, Dik. Tersenyumlah seperti ini saat kamu harusnya tersenyum," batinnya mengusap kepala Alma.

"Adik usil ya?" Tanya Mama yang mendapati anak keduanya tengah tertawa cekikikan memandangi kameranya.

Alma menggeleng. "Hanya mencari hiburan," jawabannya sama.

Mama hanya menggeleng dan mencubit pipi Alma.

Sampai di depan Villa, Mama, Mbak Perawat, Alma dan Febri sibuk membangunkan satu persatu pemain timnas U-23 yang belum bangun sempurna atau memang kembali lagi tertidur. Ada yang masih menguap sampai ada yang marah ketika dibangunkan, manusia memang diciptakan dengan berbeda-beda kondisi.

"Ahh," teriak Zola yang bahkan belum sempat dibangunkan oleh Febri. Langkah Febri bahkan baru sampai di 2 kursi di depan Zola.

Semua pemain yang sudah terbangun langsung memandang Zola dengan mata yang membulat sempurna, dengan air muka yang krik-krik pula. Dan Zola, dia hanya tersenyum kaku dan menahan malu.

"Itu anak mimpi jadi korbannya pedofil kali," celetuk Ricky sambil mengucek matanya.

"Eh, ko pung mulut!" Osvaldo langsung menyambar. "Kemungkinan besar tebakanmu benar, hahaha," justru menjerumuskan.

"Maklum, dia yang paling kecil diantara kita," kata Ricky.

"Tapi Saddil sama Asnawi lebih kecil lagi," sahut Bagas ikut membantu Febri membangunkan yang lain.

"Heh, tapi bocah-bocah kuwi rai boros, Gas," kata Ricky dengan lantangnya.
(Heh, tapi anak-anak itu wajah boros, Gas. Maksudnya wajah tua.)

"Haha, muka boros," seru Evan Dimas.

"Eh lambemu a!" Celetuk Hanif Sjahbandi yang agaknya sudah mulai terbawa bahasa-bahasa Malang, atau bahkan Bagas Adi yang notabene orang Jawa mengajarkan hal-hal buruk semacam itu pada pemain yang terkenal baik-baik di luar lapangan, tapi jangan tanya ketika dia di dalam lapangan. Kalian pasti ingat sudah berapa banyak kartu kuning maupun merah yang dia kantongi, bahkan kemarin dapat kartu merah juga bersama Hargianto.

Sayap GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang