⚽ TUJUH BELAS ⚽

2K 215 9
                                    

Ketua telah dipilih, gelaran liga telah dimulai, PSSI sibuk menata diri, meski jauh dari ekspektasi sebelum ini. Tapi tunggu saja, semua tengah menata dirinya, termasuk Persib Bandung yang juga tengah menata diri, maksudnya pemain yang datang silih berganti tapi Febri masih tetap di tempatnya.

Skill yang luar biasa, kecepatan lari bak mobil F1 telah berhasil memantapkan posisinya. Kekuatan bertahan Henhen di lini belakang juga masih membuat pelatih memasang mereka pada starting line up. Bukan hanya karena kewajiban menggunakan pemain U-23 tapi karena mereka yang berkualitas diantara yang lain.

Kompetisi juga semakin sibuk dijalani, turnamen panjang, liga-liga normal berjalan.

"Dengar-dengar kamu lagi cari channel buat ngajak Hanif Sjahbandi dan Bagas Adi ke rumah kamu ya?" Tanya Zola di sela waktu istirahatnya di kamar.

Febri mengangguk. Dia ingat beberapa Minggu yang lalu Alma bilang pengen ke stadion waktu Persib Bandung vs Arema FC di stadion GBLA. Tapi kondisi Alma tak memungkinkan untuk pergi ke stadion. Bahkan beberapa laga terakhir tak pernah bisa ke stadion karena tubuhnya terlalu lemas untuk perjalanan.

"Sudah dapat?" Tanya Zola lagi.

Febri menggeleng. Dia sempat kirim DM ke Hanif dan Bagas tapi belum mendapatkan respon yang positif.

"Tanya saja Teh Milan, aku lihat kemarin dia komen-komen gitu di Instagramnya Hanif," kata Zola membuat Febri langsung duduk di tepi tempat tidur, padahal tadi dia berbaring santai.

"Milan kenal sama Hanif? Kok dia enggak bilang pas aku ngomong Alma pengen nyetadion biar bisa lihat mereka berdua main lawan aku, tapi tidak memungkinkan. Jadi setidaknya bisa menghibur Alma sedikit saja kalau mereka mau mampir ke rumah. Aku bilang gitu ke Milan tapi dia enggak bilang apa-apa, maksudnya menyarankan channel untuk menghubungi Hanif juga enggak," jawab Febri menahan kecewa.

Zola hanya mengangkat kedua tangannya tidak tahu. Alasan semacam itu jelas hanya Milan yang tahu.

"Bow, dicari Milanmu 2016 tuh," ujar Henhen memperlihatkan kepalanya saja di balik pintu kayu kamar Febri dan Zola.

"Panjang umur Teh Milan," gumam Zola kembali memiringkan ponselnya untuk bermain game.

Febri hanya menatap Henhen sejenak lalu mengangguk.

"Dukunnya orang Solo enggak kalah manjur sama Dukunnya orang Madura ya? Hahaha, gila bener disamperin terus sama Milan," canda Henhen.

Memangnya Solo sekuno itu, tidak ada dukun-dukun semacam itu. Toh katanya musyrik, mempercayai dukun itu 40 hari sholat dan ibadahmu tidak diterima oleh Allah.

"Bow sudah enggak pakai pelet Lele lagi buat nangkep Milan, tapi pakai pelet cinta. Hahaha," Zola ikut bercanda.

"Makasih," kata Febri langsung keluar dari kamarnya.

Milan menunggu di tepi lorong-lorong ketika Febri mendekatinya. Seperti biasa membawa buah-buahan untuk Febri, selalu begitu sebab katanya dia tidak tahu makanan apa yang sehat bagi pemain sepakbola kecuali buah-buahan, sayur atau nasi. Dan yang bisa dia bawa untuk buah tangan jelas hanya buah-buahan.

"Ada apa?" Tanya Febri ketus, lalu duduk di samping Milan. Dia masih dengan rasa kecewanya. Saat Febri mengatakan sibuk mencari channel, dia yang dekat dengan Hanif Sjahbandi justru hanya diam saja. Dia bilang sayang dengan Alma, seperti sayang pada Adik sendiri, tapi dia tidak mau memperjuangkan kebahagiaan Alma. Itulah yang membuat Febri kecewa, Febri tak suka banyak kata yang penting itu realitanya bagaimana.

"Biasa mau jenguk kamu aja sih. Gimana? Persiapan lawan Madura United besok sore?" Tanya Milan, manis seperti biasanya. Biasanya Febri akan tersenyum tapi sekarang tidak.

Sayap GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang