⚽ TIGA PULUH DELAPAN ⚽

2.3K 202 52
                                    

Juli, bulan yang cukup indah bagi Alma. Mengapa? Sebab ia akhirnya dipertemukan lagi dengan Milan, teman pertamanya di Bandung. Secara tidak sengaja memang, tapi dia cukup bahagia setelah sekian bulan merasa kehilangan.

Di alun-alun kota Bandung, saat dia minta Papa dan Mama mengantarnya liburan, dia lihat Milan tengah duduk bercengkrama dengan teman-temannya. Tak berpikir lama, Alma langsung menghampiri Milan dan menyapanya.

Kini, setelah banyak kata yang terucap, Alma dan Milan berjalan berdua di sekitar alun-alun kota. Sementara Mama dan Papanya sibuk berdua, menikmati waktu luang yang sangat-sangat jarang mereka dapatkan.

"Teteh kenapa menghilang beberapa bulan ini? Karena ucapan Kak Febri ya? Atau karena Alma bikin salah?" Tanya Alma di atas kursi roda yang tengah di dorong oleh Milan.

Milan menggeleng. "Enggak ada apa-apa kok, Dik. Gimana kabar kamu?"

Alma tersenyum. "Kabar aku apa kabar Kak Febri?" Godanya.

"Kabar kamu, Dik."

"Beginilah, sebentar lagi Alma ada operasi transplantasi. Kalau kabar Kak Febri, Teteh nggak butuh? Enggak sih ya, habis kabar tentang Kakak selalu ada di laman resminya Persib. Bahkan, sekedar Kakak flu dan tidak bisa bertanding saja ada di sana."

"Transplantasinya kapan?" Tanya Milan benar-benar tidak peduli lagi dengan yang namanya Febri. Tapi entahlah, hanya kalimat pedas sedikit saja Milan menjauhnya cukup lama.

Padahal selama ini, dia cukup tersiksa oleh perasaannya sendiri, baik rindu dan rasa sayangnya yang membumbung. Dia baru saja jatuh cinta dengan Febri tapi masalah kecil membuatnya pergi. Dia selalu tersiksa oleh perasaan itu, tapi dia sendiri juga tidak mudah untuk mendekat lagi pada Febri. Bahkan satu bulan ini, Febri tak mencarinya lagi. 

"Seminggu setelah laga Persib dan Persija, Teh."

Mengangguk-angguk. "Teteh pasti sempetin berdoa buat Dik Alma, kalaupun bisa datang ke rumah sakit, Teteh pasti datang buat Dik Alma."

Alma menggenggam tangan Milan di tempatnya mendorong kursi roda Alma. "Terimakasih ya, Teh. Asa punya Teteh baru, teman baru, Alma seneng."

Milan mengangguk saja.

Hari ini memang cukup terik. Tapi Alma suka menikmati panasnya Indonesia, sebelum dia merasakan panasnya ruang operasi. Dia juga tanpa Febri hari ini sebab Kakak kesayangannya itu tengah away ke Tenggarong. Bertemu kembali dengan teman di Timnasnya, Septian David Maulana.

"Laga Persib dan Persija tanpa Jakmania ya, Teh?" Tanya Alma tiba-tiba saat mereka sampai di bawah pohon rindang dekat masjid. Ini sudah jauh dari tempat Mama dan Papa, tapi tenang saja, selama ponsel pintar ada sudah pasti bisa tahu dimana keberadaan mereka.

"Iya," jawab Milan singkat.

Cukup prihatin memang, sepakbola yang katanya hiburan bagi masyarakat Indonesia dan menyatukan rakyat Indonesia nyatanya malah memecah belah secara nyata. Dan itu yang diperhatikan oleh Alma dan Milan.

"Alma pengen nonton, di tribun biasa, belakang gawang juga boleh. Yang bisa nyanyi dan teriak sekeras-kerasnya," ujar Alma.

"Jangan, Dik. Itu bahaya sekali buat kamu, sesak di sana."

"Untuk terakhir kalinya di tribun biasa, Teteh mau nemenin Alma?"

Milan terdiam.

"Nggak mau ya, Teh?"

Tetap diam.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan terdiam sepanjang 6 meter dari bawah pohon dekat dengan masjid.

Sayap GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang