⚽ EMPAT ⚽

3K 252 6
                                    

Kota Bandung pagi ini begitu cerah, semua wajah warganya juga cerah, terlebih wajah walikotanya yang terlalu cerah. Tapi tidak dengan Febri, dia berangkat menuju kantor PT Persib Bandung Bermartabat dengan wajah yang kusam, garis wajah duka dan tidak bertenaga.

Febri meninggalkan Alma yang harus menjalani kemoterapi pagi menjelang siang ini. Biasanya dia tidak pernah mau pergi dari sisi Alma ketika gadis kesayangan Febri itu tengah menjalani kemoterapi. Sayangnya, kali ini mau tidak mau, dia harus pergi meninggalkan Alma yang tengah menahan panas yang menjalar di tubuhnya.

Masih berjalan santai dari tempat parkir di halaman PT Persib Bandung Bermartabat. Di beberapa sisi parkir ada beberapa suporter perempuan yang tengah duduk-duduk. Tidak banyak, tapi ada lah sekitar 8-10 orang yang duduk di sana. Kabarnya memang para pemain Persib Senior akan berkumpul di sini, untuk membicarakan soal turnamen Piala Presiden.

Di dalam, Febri bertemu dengan banyak orang. Dan yang dikenalnya pertama kali di Persib Bandung U-21 adalah Gian Zola, masih lebih muda darinya 2 tahun tapi sudah bisa masuk Persib.

Febri sempat membatin, "pasti kemampuan olah bolanya di atas rata-rata ini mah."

"Katanya kamu dari Solo ya?" Tanya Zola, yang juga tengah duduk menanti pembicaraan kontrak.

Menggangguk.

Hanya pertanyaan-pertanyaan kecil semacam itu yang mereka jadikan topik pembicaraan. Mungkin karena sedikit canggung atau memang dua orang itu tak pandai menjadi topik pembicaraan.

Selain itu, Febri juga semakin mengenal banyak orang, ada Henhen Herdiana juga yang menjadi kenalan selanjutnya.

"Dengar-dengar mau ada turnamen yang mewajibkan klub memainkan pemain U-23. Dan Coach Djanur pengen mantau Persib U-21 untuk cari pemain terbaik. Maksudnya daripada cari pemain di luar Persib. Kan sayang, mending juga cari yang di tubuhnya sendiri," bisik Zola kepada Henhen dan Febri.

Febri sedikit menjauhkan kepalanya. Benarkah yang dibicarakan itu? Jika benar, itu namanya ada kesempatan untuk Febri.

"Iya kah? Tapi sanksi FIFA bagaimana?" Tanya Henhen.

"Ah, itu urusan federasi tapi kabarnya Menpora dan PSSI sudah mulai akur. Semoga sanksinya segera dicabut. Yang terpenting itu, jika kita lolos Persib Senior. Bukankah keren? Ya, kalau aku sih belum cukup umur masalahnya masih imut-imut," kata Zola yang langsung mendapat pukulan dari Henhen.

"Amit-amit mane teh!"

Febri tertawa kecil karena tingkah kedua temannya. Lantas membatin lagi, "Kakak pasti gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, Dik Alma. Masuk Persib Senior, lalu masuk Timnas suatu saat nanti."

Setelah penandatanganan kontrak dan adu skill ringan, semua pemain U-21 dipulangkan. Esok mereka boleh kembali untuk berlatih dan yang sekiranya jarak rumah ke tempat latihan terlalu jauh, ada mess untuk pemain. Tawaran itu jelas tidak diterima oleh Febri, dia lebih pilih di rumah jika tidak terlalu mendesak harus tidur di mess.

Dalam perjalanan kembali ke rumah sakit, Febri berkeliling, dia memikirkan sesuatu, "seandainya dia bisa masuk Persib Senior". Entah berapa banyak daerah yang sudah dia lewati sembari memikirkan itu.

Sampai akhirnya, mobil Papa yang dikendarai Febri terhenti di depan sebuah stadion SPOrT Jabar. Di lihatnya sebentar lantas dia turun dan mencari celah masuk, membawa bola yang selalu ada di mobil Papa. Untungnya pintu stadion tidak tertutup rapat. Masih ada celah untuknya bisa masuk.

Febri menengok ke belakang sebelum benar-benar masuk ke dalam. Sejak tadi dia merasa ada yang mengikutinya, tapi ketika dia tengok, tak ada wujud manusia. Kemudian dia tetap masuk ke dalam stadion, entah nanti harus diteriaki penjaga atau apa, dia tidak peduli.

Sayap GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang