⚽ EMPAT PULUH SATU ⚽

2K 191 2
                                    

Masih dalam suasana duka saat semua orang mulai menyuarakan perdamaiannya. Tapi ini sudah pernah terjadi, semua orang berbicara tentang perdamaian tapi hanya ketika ada yang terluka. Nanti di laga selanjutnya, permusuhan semakin abadi. Begitulah orang kolot, bijak hanya saat dia bersedih.

Alma memakai pakaian hitam, beserta dengan beberapa pemain Persib juga bersama dengan Andy Setyo yang sudah berjanji menemaninya. Putu Gede dan Evan Dimas? Mereka harus segera kembali sebab tidak mendapat perpanjangan izin.

Tidak ada satupun yang tidak berduka, tidak ada satupun yang tidak mengeluarkan kata-kata bijaknya tentang perdamaian dan persatuan. Televisi juga sibuk menyuarakan tentang kabar duka ini, seolah konsumsi nikmat bagi seluruh pemirsanya. Bukan apa-apa, hanya berharap mereka bisa menyampaikan pesan dengan lebih baik sehingga kejadian Ricko Andrean bisa menjadi pelajaran bagi semua suporter. Akan lebih baik jika kejadian ini bisa mendamaikan bahwa nyawa itu berharga dibandingkan 90 menit berlaga.

Alma terus menggenggam tangan Febri, iya, dia lupa bagaimana tangan kanan itu pernah menampar pipinya dengan keras. Dia melupakannya sejak tangan itu pula memeluknya dengan erat. Sementara Andy memilih mendorong kursi roda untuk Alma. Dia tak ada latihan hari ini jadi cukup santai menemani Alma.

Ricko sudah dimakamkan, Alma dan yang lain memang datang terlambat. Alasan utamanya, dengan banyaknya pelayat yang datang, tidak mungkin mengajak Alma berdesak-desakan dalam kondisi selang infus merekat sempurna di tangannya. Selain itu beberapa pemain bergantian datang, tidak mungkin bisa langsung semuanya.

"Pengen nangis gue, abis baca tulisan di Instragram tentang kecintaan almarhum pada Persib," ucap Kang Jupe sedikit memelankan langkahnya, dia juga berjalan mundur agar tangisnya tak dilihat orang di depan.

"Duka mendalam, Kang," timbrung Henhen yang berjalan di sebelahnya.

"Semua pemain sadar tentang rivalitas 90 menit tapi suporter tidak semua sadar tentang itu. Merupakan salah satu hal berat yang juga kita emban sebagai pemain sepakbola sebab bola bukan hanya tentang hobi pemainnya tetapi juga tentang bagaimana ia ikut andil dalam merekatkan perbedaan," kata bijak dari Dedi Kusnandar yang baru saja datang dan menyusul. Entahlah kenapa bisa begitu pas dengan percakapan sebelumnya.

"Apa kabar, Alma? Lama tak jumpa di graha, sampai rindu rasanya," goda Mas Har yang langsung mendapat senggolan bahu dari Kang Jupe.

Alma tak tersenyum sama sekali, dia sungguh tak berniat tersenyum hari ini. Dia masih merasa kehilangan juga masih terbayang bagaimana hantaman-hantaman keras itu dilihatnya di atas tribun.  Kali ini, dia akan mengunjungi seseorang yang tak bisa diselamatkannya.

"Suporter mengira dia Jakmania juga masalahnya dia ikut melindungi yang katanya Jakmania. Berita terlalu memusingkan tapi apa yang tersimpan di rumah almarhum itu Persib Bandung. Ini yang mukul dosanya berlipat nggak?" Tanya Gian Zola yang ternyata ikut juga dalam rombongan.

"Lah kenapa jadi ngurusin dosanya yang mukulin? Mending juga beres dulu jalur hukum di dunia, toh Allah punya hukumnya sendiri untuk suporter yang menyakiti orang," timbrung Kang Imam.

"Loh, ndak masalah kita bahas dikit, Kang. Masalahnya yang mukul udah fitnah almarhum. Dosa kan ya fitnah kan? Eh masih nambah mukul suadara sesama muslim, ya paling enggak sesama tanah air. Lipat ganda tuh," balas Gian Zola saat kurang dari 10 meter lagi gerbang pemakaman.

Kang Imam dan Kang Jupe langsung berhenti. "Kok fitnah?" Tanya mereka begitu kompak.

"Lah iya, orang dia Bobotoh masa' difitnah jadi Jakmania. Dosa tuh!" Gian Zola cukup polos kali ini.

"Aaaa dasar bocah!" Kang Jupe menempeleng kepala Zola.

"Tapi bener juga. Almarhum sudah dipukulin masih difitnah lagi kan?" Gumam Kang Imam langsung mendapat tatapan dari Kang Jupe.

Sayap GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang