⚽ DUA PULUH LIMA ⚽

2.4K 213 2
                                    

Semua orang masih bingung dengan apa yang dikatakan oleh Hanif. Tidur dalam satu kamar? Sepuluh orang lebih? Memangnya mereka itu ikan pepes yang disatukan, berdesak-desakan.

"Nif, kita bayar hotel pakai uang loh, masa' yang ditempatin cuma satu doang?" Protes Dimas Drajad.

"Ralat, yang bayar hotel itu PSSI bukan kita," ralat David sambil tertawa mengejek.

"Bukan, bukan begitu, maksudku untuk kalian yang benar-benar peduli saja. Dan Dimas, Andy, Putu Gede, Hargianto, di TNI maupun di Kepolisian diajarkan jiwa korsa kan? Mungkin jiwa itu kita butuhkan malam ini. Hanya untuk sehari," kata Hanif.

Keempat nama yang dipanggil itu mengangguk-angguk.

Hansamu Yama mengernyitkan dahinya. Sebagai seseorang yang terbiasa dengan sebuah kepemimpinan, cara berpikir yang dewasa, dia menyela barisan dan berada tepat di depan Hanif.

"Sepertinya ada masalah, apa tentang Febri? Masalahnya aku baca artikel di lama resmi Persib siang ini tentang kebahagiaan Febri dan tentang kondisi terkini Adik kandung Febri. Dan kita di sini, maksudku tanpa Febri, kamu juga minta kami datang ke sini, selain untuk kamu pasti untuk Febri," tebak Yama.

Hanif mengangguk. "Sepertinya ini juga soal Alma, Adiknya Febri yang terkena penyakit leukimia. Mungkin banyak dari kalian yang belum tahu," jelas Hanif cukup membuat yang lain menganga.

"Dan sudah cukup parah penyakitnya," timbrung Yama.

"Dan Bow sangat menyayangi Alma," giliran Zola.

"Yang kudengar besok harus menjalani pemerikasaan dan pengobatan lagi," sahut David. 

"Yang terpenting Bow selalu gelisah jika dia tidak di samping Alma ketika Adik kesayangannya itu mau menjalani pengobatan," Zola lagi.

"Oke, kita tidur di kamar kamu. Mungkin tidak semua bisa, tapi yang benar-benar merasa telinga dan bahunya berfungsi dengan baik silahkan masuk," usul Yama yang langsung disetujui Bagas.

Setelah berbincang dan menentukan, orang-orang dengan cara pikir yang dewasa akhirnya masuk ke dalam kamar. Beberapa orang yang dianggap humoris dan bisa mencairkan suasana juga ikut masuk ke dalam.

"Oy, kalian ngapain?" Tanya Satria Tama bersama dengan Kurniawan Kartika Aji saat Bagas baru saja hendak masuk ke dalam kamar Febri.

Hanif lupa, dia melewatkan satu kamar dimana para kiper tengah membicarakan soal Kurnia Mega, kiper Timnas sekaligus Arema yang belum ada kabar hingga saat ini.

Bagas langsung melangkah mendekati Satria Tama, merangkulnya. "Lu ikut sama gue," katanya menarik paksa.

"Ngapain?" Tanya Satria berusaha melepas tangan Bagas tapi tidak bisa. Dia baru berhenti bertanya ketika melihat Febri tengah berdiri di tepian balcon sambil memandangi ponselnya begitu pilu. "Kenapa tuh dia? Mau bunuh diri?" Tanyanya langsung dibungkam oleh Bagas.

"Bunuh diri lambemu a," jawab Evan Dimas yang sama-sama dari Jawa. Sama-sama Persebaya meski tidak sedang main untuk klub tersebut.

Semua orang langsung melihat ke arah Evan Dimas. Memandangnya aneh dan tidak percaya.

"Kan nggak selamanya omonganku itu berkelas, Boy. Sekali-kali juga enggak ada isinya kaya gini," katanya menjelaskan sendiri tanpa diminta.

Hansamu Yama langsung menghela napas. "Jangan perdebatkan masalah yang belum terlalu penting. Fokus sama masalahnya Febri."

Zola langsung membalikkan badan dan hendak membuka pintu menuju balcon mungkin dia ingin menemui lebih dulu.

"Zola," menghentikan langkahnya. "Nanti dulu. Biarkan Febri sedikit berdamai di sana. Kalau kita masuk ke permasalahan sekarang, dia pasti akan sangat emosional. Jika nanti, mungkin dia lebih bisa tenang," jelas Yama langsung disetujui oleh semua pemain yang terlibat.

Sayap GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang