Part 12. Past

36 11 0
                                    

Se Ri berjalan dua langkah di depan adiknya. Keduanya baru saja kembali dari perpustakaan kota.

"Nuna, kita berhenti saja dulu. Kau tidak lihat di depan sana ramai sekali?"

"Memangnya kenapa kalau di sana ramai? Kita masih bisa lewat kalau mau mengantri."

"Aku lelah. Duduk dulu di bangku itu. Barulah kita melanjutkan perjalanan."

Se Ri mendesah berat, dia kurang setuju dengan usulan adiknya. Tetapi, karena dia juga merasa lelah akhirnya dia mengikuti Se Han yang sudah menuju bangku kosong.

"Nuna, mereka sedang apa di sana? Memenuhi jalan saja, apa mereka tidak bisa melihat banyak orang yang berlalu lalang di jalanan ini?"

"Aku tidak tahu. Jangan bertanya padaku."

Jika diperhatikan lagi keramaian itu berasal dari sebuah toko roti yang baru buka beberapa hari yang lalu. Sepertinya para pelanggan itu berdatangan lantaran si pemilik toko roti memberikan potongan harga yang lumayan.

Orang-orang berdatangan dengan mengendarai motor dan mobil. Tak heran jalanan menjadi macet meskipun polisi sudah ikut menangani.

Yang lebih membuat Se Ri heran adalah banyak pengendara sepeda motor yang melaju kencang seakan jalanan sedang kosong.

Brukk

"Nuna, pengendara motor itu jatuh."

"Biarkan saja. Ada banyak orang di sini, bahkan ada polisi juga."

Se Han menurut. Pengendara itu membuka helmnya. Mengabaikan beberapa orang yang mendatanginya.

"Uh, rambut laki-laki itu berwarna biru. Lucu sekali dia," kekeh Se Han.

Laki-laki berambut biru itu meninggalkan motornya dan menepi ke pinggir jalan.

"Minggir. Aku ingin duduk."

Se Ri dan Se Han melongo dibuatnya. Lelaki berambut biru itu main mengusir mereka.

Se Han sedikit bergeser ke dekat kakaknya, memberikan tempat kosong di sampingnya untuk si lelaki dengan rambut biru yang mencolok itu.

"Hei, kau tidak apa-apa?"

Seorang laki-laki bertindik menghampiri laki-laki rambut biru. Bisa Se Ri pastikan dia adalah teman si aneh biru itu.

"Tanganku sedikit lecet," jawab si rambut biru.

"Tanganmu terluka, bodoh. Bukan lecet."

"Bagiku ini lecet."

Si laki-laki bertindik itu menggeleng pelan. Kemudian pandang matanya bertemu dengan Se Ri.

"Kau siapa?"

Se Ri terkejut. Tentu saja. Bagaimana jika lelaki itu adalah orang jahat.

"Abaikan saja dia. Cepat carikan aku obat," ucap si rambut biru.

"Hei, anak kecil. Kau tidak dengar temanku butuh obat? Cepat belikan dia obat."

Se Han menggeleng. "Aku tidak mau. Diakan temanmu, harusnya kau yang membeli obat."

"Kau berani melawanku?"

Se Ri berdiri dan menghadang laki-laki bertindik yang akan menyerang Se Han. "Kau mau apa? Mau menyakiti adikku? Dasar laki-laki bertindik!"

"Apa?! Kau tidak takut padaku?"

"Aku akan teriak kalau kau berani menyakiti adikku. Akan kupastikan kau masuk penjara."

"Kau mengancamku?"

"Iya! Kenapa? Kau takut padaku?"

"Tidak."

The Hidden (Kang Daniel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang