Part 21. Nervous

26 7 0
                                    

Mobil yang dikendarai Daniel melaju secara perlahan. Daniel duduk di kursi kemudi, di sampingnya terdapat Se Ri dan di kursi belakang terdapat Se Han.

Setelah pulang sekolah, Se Ri dan Daniel bergegas menuju ke rumah sakit untuk menjemput Se Han. Adik laki-laki Se Ri itu sudah diperbolehkan pulang ke rumah setelah satu hari satu malam dirawat di rumah sakit.

Se Ri menoleh ke kursi penumpang yang berada di belakangnya. Adik laki-lakinya itu sedang duduk diam memandangi jalanan. "Se Han?"

Se Han menoleh ketika suara sang kakak memanggilnya. "Ya, Nuna?"

"Berbaringlah kalau kau masih merasa pusing. Tidak apa-apa, lebih baik kau berbaring."

Se Han menggeleng pelan. "Leherku sakit, Nuna. Punggungku juga terasa pegal."

Daniel tersenyum singkat. Telinganya memang selalu awas mendengar, berbeda dengan matanya yang fokus ke depan.

"Hyung, kau tersenyum? Apa kau sengaja ingin mengejekku?" tanya Se Han kepada Daniel.

Daniel menoleh singkat, sebelum kembali fokus ke depan. "Aku tersenyum?" tanyanya.

Se Han mengangguk. "Ya. Kau tersenyum. Kau mau mengejek bukan?"

"Mengejek? Untuk apa aku mengejek? Itu hal yang tidak penting, kau tahu?"

"Tetapi, kau tersenyum diam-diam, Hyung. Kalau bukan mengejek, lalu apa?"

"Apakah tersenyum bentuk lain dari mengejek?"

"Tentu saja bukan. Tetapi, banyak yang menggunakan senyuman untuk mengejek. Mengejek secara halus."

"Tidak ada yang namanya mengejek secara halus. Bagiku, mengejek tetaplah mengejek," sahut Se Ri.

Daniel mengangguk setuju. "Kakakmu benar, Se Han."

"Tidak mungkin. Hyung, kau memang mau menertawakan aku bukan? Tubuhku memang terasa pegal. Seharian tidur di ranjang membuat tubuhku pegal-pegal," ucap Se Han.

Daniel mengangguk lagi. "Terserah apa katamu. Yang jelas aku tidak bermaksud untuk mengejekmu."

Se Han memberengut kesal. Mulutnya memang tidak mengeluarkan kata-kata lagi. Tetapi, batinnya masih mengoceh.

Melihat tingkah adik laki-lakinya, Se Ri tersenyum. Sepertinya Se Han benar-benar sudah sembuh. Sifat asli Se Han yang mudah kesal kembali muncul.

"Oppa."

"Hm?"

Se Ri mengernyit heran. "Kenapa kita melewati jalan ini?"

Daniel menoleh singkat, kemudian kembali menatap ke depan. "Kenapa? Bukankah jalan ini menuju ke rumah Jiyeon?"

Se Ri mengangguk membenarkan. "Biasanya kau tidak pernah melewati jalan ini."

"Oh, benarkah?"

Se Ri mengangguk. "Biasanya kita melewati jalanan yang dekat dengan halte bus."

Daniel tersenyum. "Oh, itu. Aku memang sengaja melewati jalanan ini daripada jalanan yang biasa kita lewati."

Se Ri mengernyit bingung. "Kenapa?"

"Aku tidak mau kau bertemu lagi dengan Jacky dan rombongannya."

"A-apa?"

"Aku tidak mau kau bertemu lagi dengan Jacky dan rombongannya," ulang Daniel.

"Oppa, kau...."

Daniel mengangguk. "Benar. Aku sudah tahu. Minhyun yang memberitahuku."

Se Ri menunduk sedih. Ia merasa bersalah. Daniel selalu terbuka kepadanya. Kenapa Se Ri tidak bisa terbuka kepada Daniel?

The Hidden (Kang Daniel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang