Part 19. Hospital

32 7 0
                                    

Se Ri mengernyit bingung ketika Se Han tak kunjung bangun. Mama Jiyeon melapor kepadanya kalau Se Han sudah membaik.

Anehnya, Se Han seperti tetap dalam keadaan semula, sebelum Se Ri pergi ke sekolah. Adiknya itu tetap terlihat sakit.

"Se Han?"

Ketika Se Ri akan membangunkan Se Han dengan cara mengguncang tubuhnya, tiba-tiba dia mendengar suara pintu kamar diketuk dari luar.

Tak lama, mama Jiyeon datang bersama suaminya. Kedua pasangan itu tiba-tiba terlihat cemas.

"Se Ri? Kenapa kau berdiri di sini? Se Han baik-baik saja bukan?" tanya mama Jiyeon.

Se Ri mengangguk pelan. Kemudian, dia menggeleng. "Aku belum memeriksa keadaan Se Han, Bibi."

Papa Jiyeon bergerak lebih dulu untuk mengecek kondisi Se Han. Tangannya menyentuh kening Se Han. "Sepertinya kita harus membawa Se Han ke rumah sakit."

Se Ri membelalak terkejut. "Tubuhnya semakin terasa panas, Paman." Se Ri berubah cemas setelah memeriksa suhu tubuh Se Han.

"Aku akan siapkan mobil."

Setelahnya, Se Ri mencari jaket tebal Se Han, dan jaket tebal untuknya. Papa dan mama Jiyeon sudah menuju ke luar kamar.

Se Ri tidak yakin apakah Se Han sakit parah atau hanya demam biasa. Biasanya Se Han tidak pernah sakit hingga seperti ini.

"Se Ri?"

Tiba-tiba Jiyeon masuk ke dalam kamar Se Han. Dia merasa cemas melihat kondisi Se Han. Dia juga merasa cemas melihat Se Ri saat ini.

"Se Han akan baik-baik saja. Kita akan membawanya ke rumah sakit."

Se Ri mengangguk pelan. "Jiyeon...."

"Ada apa?"

"Se Han, dia akan baik-baik saja bukan? Se Han hanya demam, demamnya pasti turun setelah dia meminum obat bukan?"

"Se Ri, aku mohon kau harus tenang. Se Han akan segera membaik setelah dokter memeriksanya."

"Bagaimana kalau mama marah padaku? Bagaimana kalau-"

"Tenanglah, bibi tidak akan marah. Dia tidak akan marah padamu. Karena Se Han akan baik-baik saja. Percayalah."

***

Seongwoo melempar botol minuman yang isinya telah habis ke tong sampah. Malam ini dia sudah mengisi perutnya dengan banyak makanan dan minuman, entah kenapa perutnya tetap merasa lapar.

"Apakah hanya aku saja yang merasa lapar?" tanya Seongwoo.

Jaehwan menggeleng cepat. "Aku juga lapar. Tetapi, perutku sudah kencang, dan sepertinya aku tidak sanggup mengisinya lagi."

"Aneh sekali, perutku sudah terisi penuh, tetapi aku masih merasa lapar. Aku harus bagaimana?"

Jaehwan menggeleng pelan.

"Kenapa tidak kau isi dengan batu?" tanya Daniel.

Seongwoo tertawa hambar. "Ha ha ha. Kau mau membuatku mati?"

Daniel mengangkat bahunya. "Kau tetap akan mati tanpa harus memakan batu."

"Kenapa kau tiba-tiba mengatakan tentang kematian, Daniel?"

"Entahlah. Aku merasa, hanya ingin mengatakannya."

"Hei, Daniel." Minhyun menunjuk ponsel Daniel yang bergetar. "Sepertinya ada yang menghubungimu."

Daniel mengernyit. "Se Ri."

"Untuk apa dia menghubungimu malam-malam begini?" tanya Seongwoo.

"Halo, Se Ri?" tanya Daniel.

The Hidden (Kang Daniel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang