Jadi gitu?
Di rumah, Vano merasa jenuh. Dia berniat untuk tidak pergi ke mana-mana, awalnya ingin mengerjakan tugas. Namun mendengar Trey tidak akan pergi kemana-mana. Diapun memilih untuk bermain game, sudah jarang sekali, terakhir main game 4 hari yang lalu, ini jarang versi dia loh ya. Menurut Vano game itu mood booster, yang paling ampuh sejak dia kecil. Dia akan lupa segala hal, termasuk makan dan mandi kalau sudah main game.
Dreet
Drett
Vano mencari handphonenya, dengan meraba sekitar, tanpa menoleh, hanya memperkuat insting. Dia hanya fokus pad layar yang ada di depannya. Tipe-tipe manusia mager.
"Hallo," ucap seseorang di antah berantah Vano tidak tau. Yang jelas ini temannya yang sudah janjian dengannya untuk mengerjakan tugas seni budaya.
"Apaan sih, ganggu aja!" Ketus Vano yang masih asik dengan stik PS 4nya.
"Woy! Inget tugas napa lu, katanya tadi udah di jalan, gue yakin lu gak jadi pergi, dan malah main game. Brengsek banget emang!"
"Tugas apaan?" Tanya Vano, pura-pura lupa. Sebenarnya dia pegal menaruh handphone diantara pundak dan kepalanya."Seni. Jangan pura-pura lupa, pokonya kalau lu gak datang. Gak akan gue tulis di makalah nanti. Liatin aja." Ancaman klise supaya teman mau ngerjain tugas, biasanya sih ampuh.
"Ya kan masih ada lu, lu adalah manusia yang paling bisa diandalkan, maka dari itu, gue seneng banget sekelompok sama lu."
"Kan kerja kelompok, lu ngerti kan artinya kelompok?" Tanyanya dengan sinis. Menyindir Vano agar segera sadar.
"Ya udah, lu kerja, gue kelompok. Beres kan? "
"Ouh jadi gitu yaudah, padahal yah tadi itu,"ucapnya membuat Vano sedikit penasaran.
"Apaan? ga usah so misterius deh kancing sepatu," gasnya."Ga jadi deh." Dia memberikan nada gak enak, seakan minta dibujuk.
"Baperan banget sih lu kutu air, yang begini-begini nih, yang kalau jalan di jembatan sirotol Mustaqim, itu macet. Kalau ngomong suka setengah-setengah."
"Tadi gue liat cewe incaran lu, itu yang anak SMA, gue lupa namanya, lagi jalan sama cowoknya deh kayaknya. Soalnya mesra gitu," ucapnya dengan hari yang tidak enak, takut Vano patah hati, walaupun sahabatnya itu suka ngilangin pulpennya. Tetep aja, Vano suka traktir dia makan di ayam goreng yang terkenal itu.
"Galeri mana? Gue otw kesitu!"
TutttVano segera bangkit dan memakai kembali baju beserta sepatunya. Dalam hitungan lima menit, Vano sudah siap mengendarai motor yang sempat dia panaskan tadi.
Tidak sampai satu jam, dia sudah berada di hadapan Andrew.
"Mana Trey?" Tanya Vano dengan tak sabaran.
"Mana gue tau, emangnya gue ngikutin dia apa," ucapnya dengan tampang wajah tanpa dosa.
Pletek
"Beloon, gue ke sini kan buat liat Trey jalan sama siapa, kenapa gak lu tahan dia."
"Lu bego atau oon sih, kan lu bisa nelpon dia, nanya dia lagi di mana."
"Ouh iya ya."
Pletek
Kini giliran Andrew yang menjitak Vano.
"Sakit bego."
"Apa kabar yang lu lakuin tadi,""Ish jijik gue deket-deket sama lu
Drew, nanti dikira kita maho lagi.""Adek mau ko mahoan sama abang Vano mah," katanya dengan suara dicentil-centilkan.
"Awesome njirr, pengen gue geprek kali tuh otak ya."
"Hahahaha."Note: Vano dan Andrew sudah temanan sejak SD semenjak vano pindah ke jakarta.
Ayooo absen dulu, kalian yang baca ini dari daerah mana aja.
Pernah gak sih, mikir, kira-kira ada gak ya yang suka sama gue, tapi dia takut buat ngomong?
KAMU SEDANG MEMBACA
Remaja Jatuh Cinta
Novela JuvenilFollow dulu, biar bacanya tenang. "Cinta itu bukan surat yang harus selalu ada balasannya" @ayufitriani656