Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Sementara, Alkan masih tertidur di atas kasur apartemennya. Padahal, Nino sudah menelponnya berkali-kali karena Alkan juga datang ke kantornya. Hal itu membuat Nino khawatir jika ada sesuatu yang terjadi pada bosnya itu. Nino bahkan datang langsung ke apartemen Alkan memastikan bahwa Alkan ada di dalam. Ia menekan bel pintu apartemen Alkan.
"Aduh siapa sih udah berisik pagi-pagi begini?"
"Pak Alkan!" panggil Nino seraya terus menekan-nekan bel.
"Iya iya aku keluar."
Alkan membuka pintunya dan mendapati Nino di depannya.
"Kamu!"
"Selamat pagi Pak!"
"Maaf Pak, ini sudah jam sepuluh. Jam dua belas nanti Bapak ada pertemuan dengan para komisaris."
Alkan masih saja mengucak matanya malas. Bahkan ia masih terlihat mengenakan T-shirt polos dan celana boxer.
"Nino, kenapa kamu pagi-pagi begini ke apartemen saya? Kamu kan bisa nelepon. Rapat masih lama."
"Tapi Pak, apa Bapak tidak mendengar bahwa saya sudah menyebut kalau sekarang jam sepuluh."
Alkan tersadar dari mimpinya. Ia terkejut mendengar ucapan Nino yang diulang. Ia pun melihat jam di rumahnya dan melotot kaget saat baru sadar kalau ia memang terlambat.
"Aih, gue telat! Kenapa kamu gak bangunin saya Nino?"
"Saya sudah menelpon berkali-kali tapi Bapak tak kunjung mengangkatnya Pak. Saya pikir ada sesuatu yang terjadi sama Bapak."
"Ya udah, tunggu saya sepuluh menit. Saya mau rapih-rapih."
Mereka segera pergi ke kantor. Alkan segera mendatangi sebuah pertemuan penting. Dua jam setelah pertemuan di perusahaan utama, Alkan pulang kembali untuk ke Bandung bersama Nino.
"Tunggu dulu Pak," ucap Nino mengawali perbincangan mereka di mobil.
"Apa lagi?"
"Bapak gak mau ke resto Moonlight dulu? Biasanya Bapak selalu ke sana untuk makan siang."
"Nggak, saya lagi malas! Lagi pula kerjaan masih banyak. Emangnya kamu mau habisin waktu buat makan di sana sementara kerjaan masih banyak?"
"Tidak Pak, maafkan saya Pak."
"Udah, balik aja ke kantor."
Nino bingung dengan perubahan sikap Alkan yang aneh hari itu. Dia berubah menjadi sedikit sensitif. Smentara di kantor, ia terlihat memarahi karyawannya yang tidak merevisi laporan yang ia inginkan secepatnya. Padahal, kesalahan yang dilakukan karyawan tersebut tak selebar gunung.
"Kamu apa-apaan sih? Di sini kamu kerja bukan hura-hura, laporan belum juga selesai sampai sekarang. Saya kasih waktu buat kamu, kamu pakai buat apa?" Alkan membanting berkas di depannya.
Nino datang dan terkejut melihat Alkan membuang-buang oksigen dengan emosi.
"Maafkan saya Pak, saya akan segera revisi laporan ini," sahut karyawan itu dengan terus tertunduk karena cercaan Alkan yang begitu keras.
Setelah karyawan itu pergi, Nino mulai menenangkan Alkan.
"Maaf Pak, minum dulu."
Alkan mengusap wajahnya. Rasa pusing tiba-tiba tertahan di kepalanya.
"Sebenarnya kenapa Bapak seperti ini? Bapak bukan tipe orang yang mudah marah, baru kali ini saya liat Bapak marah besar. Dia belum revisi karena menyudahi file yang Bapak kasih ke dia kemarin sore."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONLIGHT (Love in Business)
Teen FictionKetika sebuah bisnis mencampuri kehidupan percintaan antara Alkan dan Hani. Alkan Adiputra, anak pengusaha tajir yang hidupnya mulai bermasalah ketika ia berpisah dengan cinta pertamanya karena sebuah bisnis sang Ayah. Mereka memutuskan untuk berpis...