Terlihat beberapa orang sibuk berlalu-lalang ketika Rama datang ke moonlight resto.
"Wah wah, ada apa ini? Kenapa bangunan ini di bongkar. Wuy? Siapapun tolong jawab dong."
Seseorang berdasi dengan jas hitamnya menghampiri Rama.
"Bukannya lo Rama ya?"
"Ouh, bapak! Kenapa bapak ada di sini?"
"Jangan panggil gue bapak."
"Maksud gue, lo kenapa ada di sini?"
"Hani belum kasih tau lo? Gue beli resto ini, dan sekarang panggil Hani sebagai manager ya."
"Apa? Sebenarnya ada apa sih ini?" Rama bingung sendiri.
Hani lalu datang. Ia menarik paksa Rama untuk menjauh dari Alkan. Hani menjelaskan semuanya pada Rama. Saat itu, Rama mendengarkan baik perkataan sahabatnya itu.
"Jadi, dia udah beli resto lo? Tapi resto ini atas nama lo?"
"Iya."
"Sebelumnya, kita belum resmi kenalan. Gue Alkan Adiputra. Sebelumnya, lo udah pernah dengar tentang gue kan? Tugas gue sekarang di daerah sini."
"Iya iya. Gue ngerti sekarang. Pak Direktur. Iya iya, paham." Rama mengangguk-anggukan kepalanya. Ia pun masih bingung atas kerjasama yang Hani dan Alkan jalani sekarang.
"Btw, lo kerja di mana Ram?"
"Cuma di perusahaan listrik kecil."
"Emm gue tau itu, perusahaan cukup bergengsi di sini sih."
"Ah biasa aja sih." Rama senyum.
Alkan, Rama dan Hani memutuskan untuk minum teh bersama di sela mereka mengamati renovasi restorannya.
"Btw, kalian ini temenan udah lama?" tanya Alkan pada Rama. Ia pun sempat melirik Hani ketika melontarkan pertanyaan itu.
"Kami udah dua ahun berteman," tukas Hani.
Alkan hanya terdiam dan menganggukkan kepalanya perlahan.
"Gue pernah dengar kalian ini teman lama kata si Gilang. Jadi, gimana tuh ceritanya?" Rama asik menyeruput tehnya.
Alkan dan Hani tertegun diam. Mereka melirik canggung satu sama lain.
"Em maksud gue, apa kalian satu sekolah gitu? Atau apa?" Rama sendiri menjadi canggung ketika mereka malah terdiam layaknya orang asing.
"Iya kami teman lama, di SMA."
Alkan bergeming mendengar jawaban Hani. Gadis itu bahkan menyebutnya teman lama. Padahal, mereka dulu sering bersama-sama dalam hal apapun.
"Teman lama?" batin Alkan.
Jujur saja Alkan begitu bingung, harus bahagia atau terluka. Dan ia pun sempat bingung kenapa setelah tiga tahun mereka malah menjadi orang asing yang layaknya baru mengenal pertama kali. Padahal, keputusan mereka berpisah itu tanpa diiringi alasan yang jelas. Hanya kekangan orangtua mereka yang membuat mereka akhirnya sama-sama asing setelah tiga tahun tak bertemu.
"Apa begitu lama, kamu udah lupain aku Han? Setiap detik, aku gak pernah lupain kamu. Hani kayaknya udah bener-bener lupain gue. Gue bahkan gak bisa hilangin perasaan ini setelah tiga tahun. Rasa ini selalu menguat setiap kali gue ketemu sama Hani." Alkan membatin sendu.
Setelah Alkan dipindah tugaskan. Ia sedikit lebih bebas dari aturan sang Ayah yang menurutnya suka mengada-ngada dan membuatnya harus turut mengikuti peraturannya yang jelas Alkan tak pernah setujui. Ia pun begitu senang ketika bisa jauh dari Syila.
Bu Fika menelpon Alkan.
"Halo Alkan, kamu apa kabar?"
"Ibu, aku baik-baik aja kok bu, ibu gimana di sana?"
"Ibu demam karena kangen sama kamu."
"Ya ampun, ibu serius? Aku ke sana ya sekarang."
"Nggak kok Alkan, ibu cuma bercanda."
"Apa? Ibu, aku mohon jangan bercanda kayak gitu lagi, aku setengah mati kaget kalau ibu bener-bener sakit."
"Iya maafin ibu, ya udah kamu jangan lupa jaga kesehatan ya, kapan-kapan ibu nanti berkunjung ke sana."
"Ibu juga, jaga kesehatan ibu. Kalau kaki ibu sakit minta bi Sari pijitin ibu, kalau urusan ini udah kelar, Alkan pergi temui ibu nanti."
"Ya udah, kamu kerja lagi ya Alkan, see you."
"Love u mom." Alkan menutup telponnya.
Alkan tak pernah bisa jauh dari sang Ibu. Dan bu Fika sendiri tak pernah bisa jauh dari anak satu-satunya. Alkan tak punya saudara. Ia bahkan terlahir menjadi anak tunggal. Begitu sayangnya orangtuanya, hingga mereka bisa mengatur kehidupan Alkan, bahkan di masa depan. Hal itu yang membuat Alkan tak pernah suka. Karena ia tahu, bahwa ia sudah sangat dewasa untuk bisa memikirkan masa depannya sendiri.
***
Hari begitu cerah, secerah hati Alkan yang bertemu dengan cinta pertamanya lagi. Hari itu hari pertama Hani bekerja sebagai manager resto moonlight. Alkan tentunya sangat senang karena ia bisa menemui Hani kapan pun pastinya.
"Hani, hari ini aku mau mempekerjakan seorang wanita untuk menjadi asisten kamu sebagai manager di resto ini. Kenalkan, namanya Resa dia sedikit lebih muda dari kamu."
"Resa, kenalkan ini bu Hani dia manager di resto ini, dia sekarang atasan kamu."
"Baik pak, selamat pagi Bu Hani. Mohon bantuannya," ucap Resa.
"Selamat pagi, good luck ya. Terima kasih, Pak Alkan."
"Hani, bisa gak si kamu bersikap informal aja sama aku?"
"Maaf ya pak Alkan, di sini saya lagi kerja. Bapak itu atasan saya, jadi saya harus profesional saat bekerja."
"Ya udah terserah kamu deh. Ini menu baru dari chef Chiko. Gimana, kamu setuju?"
"Kenapa nanya sama aku?"
"Mungkin ada yang mau kamu tambahin."
"Aku setuju aja, raja dapur kan chef. Buat apa kamu nanya itu?" Hani terlihat sinis setiap kali ia menjawab apapun ucapan Alkan.
"Iya iya."
"Ah iya Han, kenapa kamu kasih nama Moonlight resto ini?"
Mata Hani memencar canggung ketika Alkan bertanya alasannya menamai restoran itu dengan nama 'Moonlight'.
"Kenapa kamu nanyain itu? Suka-suka aku, mau kasih nama apapun."
"Apa ini ada hubungannya dengan...." H
"Aku kasih nama Moonlight, karena resto ini suka rame kalau malam hari. Sengaja aku kasih lampu di sana sini biar sesuai dengan nama," ucap Hani tanpa jeda. Ia pun sempat memotong perkataan Alkan.
Alkan tersenyum ketika ia mendengar jawaban Hani secara detail. Ia tahu pasti ada makna tertentu dalam nama itu.
"Ya udah, nanti aku balik lagi ke sini. Ada yang harus aku selesain sekarang."
"Ya udah, pergi aja!"
Alkan menghela napasnya pasrah atas sikap Hani padanya. Ia melangkah keluar restoran. Hani memandangi Alkan yang menjauh darinya. Jujur, ia sungguh sangat bingung untuk bersikap depan Alkan saat ini. Terlebih lagi, ia selalu mengingat masa lalu yang kadang membuatnya kesal sendiri. Namun, menemui Alkan setelah tiga tahun, hatinya tak bisa berbohong. Dan iya rasakan adalah rasa syukur bahwa ia tahu kalau Alkan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONLIGHT (Love in Business)
Fiksi RemajaKetika sebuah bisnis mencampuri kehidupan percintaan antara Alkan dan Hani. Alkan Adiputra, anak pengusaha tajir yang hidupnya mulai bermasalah ketika ia berpisah dengan cinta pertamanya karena sebuah bisnis sang Ayah. Mereka memutuskan untuk berpis...