46. Penolakan

275 8 0
                                    

Alkan terbangun. Apartemennya terlihat seperti tempat pembuangan sampah. Ia bangun dengan tangan masih saja mengucak matanya. Kepalanya masih terasa pusing dan ia langsung menghampiri lemari es untuk sekedar mengambil minuman dingin. Alkan layaknya orang amnesia. Ia bahkan tak mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya waktu malam itu. Ia duduk di sofa lembutnya dan menyalahkan TV, lalu ponselnya berdering keras.

"Nino, kenapa dia nelpon?" gumamnya dengan seraya sedari tadi terfokus pada layar televisi.

"Halo Nino ada apa?"

"Maaf Pak Alkan, apa Bapak belum berangkat? Kami di sini menunggu Bapak."

"Berangkat ke mana?"

Nino bingung dengan ucapan Alkan.

"Maaf Pak, kita semua di kantor sedang menunggu Bapak."

Alkan baru teringat dan mungkin setengah jiwanya masih tertinggal di tempat tidur. Ia menyeringai aneh. Matanya langsung melirik jamnya dengan sergap. Ia pun melebarkan matanya kaget.

"Sial! Jam sembilan," ujarnya dengan terburu-buru untuk merapikan dirinya.

Alkan sampai di kantor dengan tergesa-gesa. Semua karyawannya melirik juga membicarakannya perihal keterlambatan sang Direktur yang sungguh tak biasa. Alkan lantas berjalan cepat ke ruangannya. Nino pun terlihat sudah menunggu.

"Pak Alkan?"

"Apa jadwal saya sekarang?"

"Bapak ada pertemuan dengan Pak Bondan."

"Apa?"

"Pak Deni menelpon saya, supaya jadwal Bapak hari ini dicancel dan diganti besok Pak."

"Ya ampun Ayah, kenapa dia semakin ke sini semakin seenaknya. Kalau kayak gini mending saya terlambat aja seharian. Oh iya, soal tadi malam saya baru ingat. Cuma kamu yang tau tentang saya di sini."

"Saya mengerti Pak. Dan saya juga tau apa yang harus saya lakukan."

"Kalau begitu bagus, antar saya ke rumah."

"Siap Alkan. Em maksud saya Pak Alkan."

"Santai aja."

Sesampainya Alkan di rumah, terlihat kedua tangannya menyodorkan sebuah cincin pertunangannya bersama Syila. Dan akhirnya pertunangan itu pun telah terjadi. Walaupun begitu, Alkan masih tenang karena itu hanyalah sebuah pertunangan yang bisa dibatalkan kapan saja.

"Gak terasa ya, semua ini terasa cepat bagi saya. Akhirnya kita akan menjadi besan dan juga kerja sama dengan baik," ucap Pak Bondan.

"Iya Pak Bondan, saya pikir juga begitu."

Alkan terdiam dengan tenang setelah acara itu. Hatinya merasa begitu hancur karena penolakkan Hani membuatnya kini harus melingkarkan cincin di jari orang lain.

Alkan memiliki jadwal meeting dengan para karyawannya. Ia terlihat melamun sepanjang karyawan lain menjelaskan argumennya. Dan tiba lah waktu Alkan untuk memberikan argumennya. Namun, seluruh mata karyawan bingung karena melihat Alkan yang terdiam melamun. Mereka bahkan sudah menunggu untuk Alkan bicara.

 Mereka bahkan sudah menunggu untuk Alkan bicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MOONLIGHT (Love in Business)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang