Restoran sudah siap untuk menerima customer yang siap mengisi perutnya. Sementara, Hani menghampiri Gilang pegawainya dengan sekotak bekal makanan di tangannya.
"Gilang, tolong bawain ini ya ke Pak Alkan. Dia lagi sakit di apartemennya sendirian. Saya yakin, Nino belum datang."
"Baik bu, saya antar sekarang."
"Kak Hani, selain perhatian sama pegawai dia juga perhatian sama atasannya," batin Resa sambil tersenyum menatapi peristiwa itu.
Alkan bangun dengan selimut yang masih menempel di badannya. Ia masih merasa pusing di kepala. Badannya pun masih terasa lemas bekas demam tinggi yang menjangkitnya kemarin.
"Pagi, Pak Alkan." Teriak Gilang di luar pintu apartemen.
"Kayaknya lagi malam gue lupa ngunci pintu deh, siapa?"
"Saya Gilang Pak dari resto Moonlight."
"Masuk."
"Maaf Pak, saya disuruh bu Hani buat nganterin ini ke Bapak, mohon dimakan Pak."
"Hani yang suruh?"
Alkan terkejut mendengar ucapan Gilang.
"Iya Pak, kalau gitu saya balik lagi ke resto."
"Makasih ya."
Alkan menatap bekal makanan pemberian Hani. Ia menarik senyum dan jatuh tersipu sendiri. Perhatian Hani malah membuatnya berharap lebih saat ini.
Nino lalu masuk untuk menemui bosnya itu.
"Nino?"
"Maaf Pak, gimana kondisi Bapak? Saya habis beli bubur buat Pak Alkan," ucap Nino sambil menjinjing sebuah plastik.
"Kamu yang makan aja buburnya. Saya udah punya sarapan."
Nino melihat bekal itu dengan heran. Pasalnya, Alkan hanya tinggal sendirian dan tidak mungkin untuk dirinya memasak sarapan.
"Bekal dari siapa Pak?"
"Oh, ini dari resto Moonlight. Tadi Gilang ke sini."
"Oh, mereka perhatian banget sama Bapak. Saya lega dengarnya."
Beberapa menit kemudian, Alkan membuka lemari yang penuh dengan bajunya, tubuhnya yang atletis mulai ditutupi dengan kemeja, dasi dan jas yang ia kenakan. Lemari sepatu dibuka oleh Alkan, yang seisinya hanya penuh dengan sepatu branded, lalu dikenanakannya. Alkan berkaca di depan cermin, melihat dirinya yang rapih nan tampan sudah siap untuk pergi.
"Yah, baru seharian sakit, muka ganteng gue udah ngurangin aja, apa gue butuh perawatan?" gumamnya sambil bercermin.
Alkan melangkah melewati koridor kantor. Sapaan demi sapaan ia dapatkan dari para karyawan setianya.
"Selamat pagi Pak Alkan!"
"Pagi!"
"Pak gimana kondisi Bapak? Saya denger Bapak sakit kemarin?" tanya Dena.
"Saya baik-baik aja kok."
"Wah, bosku yang tampan udah balik lagi ke sini gaesss," ucap Heru meledek.
Alkan tersenyum tak habis pikir.
"Maaf Pak, saya mau ngingetin bapak buat minum vitamin." Nino memberitahu.
"Iya saya gak lupa kok, saya selalu bawa obat di mobil, makasih udah ngingetin saya."
Sore itu Alkan mengejutkan Hani karena kehadirannya ke restoran.
"Alkan, ngapain kamu ke sini? Kamu udah sehat?"
"Aku mau makan Han."
Hani menatapi heran Alkan yang terduduk di kursi restoran.
"Sore Pak Alkan, gimana kondisi Bapak?" tanya Resa.
"Saya baik!"
"Kamu lagi ngapain Han?"
"Kamu gak liat aku sibuk gini?"
"Kamu sibuk? Padahal tadi sempat bikinin aku sarapan."
Hani melotot kaget karena ucapan Alkan. Alkan sendiri tertunduk menahan senyumannya.
"I ... itu ... itu karena, kamu tinggal sendiri di apartemen segede itu, pasti gak ada yang masakin kan, sedangkan kamu kan lagi sakit."
Alkan tersipu malu mendengarnya. Ia bahkan terus tersenyum meledek Hani.
"Heh, udah lah ngaku aja kamu masih perhatian sama aku." Alkan masih terus meledekanya.
"Siapa yang ..."
Tiba-tiba Rama datang di saat mereka berdua sedang salah tingkah. Hal itu membuat Alkan menghentikan senyumannya seketika.
"Hai semuanya!"
"Rama."
"Alkan, lo di sini? Gue denger lo sakit?"
"Gue baik-baik aja, lo lagi libur?"
"Iya, mumpung lagi libur, mau nyenengin Hani dulu."
"Nyenengin?" tanya Alkan layaknya terkejut. Ia mengerutkan dahinya heran atas kalimat yang Rama lontarkan.
"Iya, kenapa? Hani paling suka nyemil walaupun restorannya penuh sama makanan."
"Lo bawa apa Ram?" tanya Hani begitu antusias atas apa yang Rama bawa. Rama selalu datang tanpa tangan kosong ketika ia datang ke Moonlight resto.
"Gue bawa nasi goreng, es krim, sama udang bakar."
"Udang?" Hani kaget mendengar kata udang.
"Iya udang, katanya enak. Jadi gue coba beliin buat lo."
Alkan terkesiap ketika Rama membeli Hani udang bakar yang begitu harum tercium sedapnya. Matanya menatap Hani layaknya ingin berkata sesuatu. Namun, Hani terlihat membuang semua wajah terkejutnya dan duduk dengan girang bersiap menyantap apa yang Rama bawa.
Alkan duduk terdiam dengan melipat tangannya ke dada. Ia tahu, bahwa Hani alergi dengan udang. Hal itu membuat Alkan penasaran apakah Hani akan memakannya untuk membahagiakan Rama dan memilih untuk menderita, atau Hani akan menyangkalnya untuk tidak makan. Karena sedari yang Alkan lihat, Hani berusaha terlihat baik di depan Rama walau ia sendiri tahu bahwa ia alergi udang. Kegirangan Hani atas kedatangan Rama, membuat Alkan terlihat tak suka. Ia begitu kesal melihat keakraban di antara mereka. Dan Alkan ingin melihat sejauh mana Hani bisa menyenangkan temannya itu.
"Apa? Dia mau makan udang? Apa alerginya udah ilang ya?" batin Alkan.
Wajah Hani tak sengaja terlihat cemas oleh Alkan. Ia bahkan berusaha untuk terlihat baik di depan Rama, dan itu menjengkelkan Alkan akhirnya.
"Ayo, makan udangnya. Kayaknya ini enak. Coba lo makan." Rama begitu senang menyuruh Hani memakannya.
Hani mencoba memasukkan udang ke mulutnya. Sontak, mata Alkan melotot tak terima.
"Jangan dimakan!"
Alkan membuat mereka terkejut. Dan udang itu pun sampai terpental karena Hani ikut kaget atas ucapan Alkan.
"Han, bukannya kamu alergi udang?"
Pertanyaan Alkan membuat Hani terdiam.
"Kamu alergi udang? Kenapa gak bilang?" tanya Rama begitu cemas.
"Maafin gue Ram. Gue emang alergi udang. Lo udah beli mahal-mahal, sia-sia kalau gak dimakan."
"Heh Han, gak usah dipaksa kali. Gue bisa ngerti. Tapi ... lo Alkan. Kok lo bisa tau Hani alergi udang?"
Pertanyaan Rama membuat Alkan jatuh canggung. Hani pun terlihat gugup depan Rama karena sanggahan Alkan membuat begitu malu.
"Ya, yaa ... gue cuma nebak aja. Beberapa orang kan ada yang alergi sama udang. Oh iya, kebetulan gue pernah liat Hani makan di sini, dia pernah bilang alergi udang."
Rama bingung mendengarkan perkataan Alkan yang begitu berbelit. Bahkan, Hani pun malah jatuh canggung. Ia lantas membuang rasa canggung dan berusaha menimpali perkataan Alkan dengan tenang.
"Iya Alkan bener. Gue pernah bilang sama dia waktu itu."
Alkan mengusap hidungnya yang memerah. Gerak-geriknya membuat Rama terheran sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONLIGHT (Love in Business)
Novela JuvenilKetika sebuah bisnis mencampuri kehidupan percintaan antara Alkan dan Hani. Alkan Adiputra, anak pengusaha tajir yang hidupnya mulai bermasalah ketika ia berpisah dengan cinta pertamanya karena sebuah bisnis sang Ayah. Mereka memutuskan untuk berpis...