Hani memasuki restorannya. Terlihat para karyawan sedang merapihkan setiap kursi sebelum jadwal restoran dibuka.
"Resa kumpulkan semua pegawai."
"Kenapa Kak? Ada meeting atau apa?"
"Hari ini ada pemeriksaan, mereka datang langsung dari perusahaan."
"Baik Kak."
Pemeriksaan karyawaan dan restoran pun dilakukan. Staf bahkan datang langsung dari perusahaan utama untuk mengecek setiap operasional restoran berjalan dengan lancar.
"Selamat datang Pak," sapa Hani.
"Selamat pagi Bu Hani. Hari ini restoran ada sedikit pemeriksaan, izinkan kami untuk memulai tugas kami Bu," ucap petugas.
"Silakan."
Pria berjas abu memasuki restoran dengan senyuman. Alkan hari itu datang untuk mengontrol pemeriksaan restoran barunya itu.
"Alkan," gumam Hani.
"Pagi semua!"
"
Pagi Pak Alkan," ucap para karyawan.
"Hani, hari ini ada pemeriksaan?"
"Iya mereka semua sedang melakukan tugasnya. Tunggu, bukannya kamu tugas di perusahaan utama kan?"
"Aku ada meeting. Aku izin untuk itu. Kebetulan pemeriksaan ini tanggung jawab aku."
"Emm gitu."
"Eh, Han?"
"Iya ada apa?"
"Ada yang ingin aku omongin sama kamu."
"Soal apa? Ngomong aja."
"Aduh gue harus lakuin apa? Bodoh banget sih lo Alkan, padahal kan gue cuma mau ngobrol sama Hani. Kenapa lo malah bilang mau bicara sama dia?" batin Alkan begitu gugup.
Alkan di telepon oleh Nino. Dan itu kesempatannya untuk tidak panjang lebar menjawab pertanyaan Hani yang penasaran akan ucapannya. Sungguh, melihat Hani sebentar saja membuat hati Alkan kembali bahagia.
"Emm Hani, nanti aku ke sini lagi, Nino udah nelpon." Alkan canggung sendiri.
"Ih gak jelas banget dia."
"Ekkheeemmm." Resa mendekati Hani. Ia tersenyum meledek menatapi Hani yang baru saja berinteraksi lagi dengan Alkan.
"Kenapa kamu Sa?"
"Kakak gak liat wajahnya Pak Alkan merah gitu."
"Kenapa? Apa yang salah sama dia? Mukanya emang selalu aja merah kalau cuaca panas kayak gini."
"Dia blushing karena kakak."
"Apa kamu bilang? Kenapa karena aku Sa? Kok kamu gak jelas."
"Ya ampun kak Hani, polos banget sih," batin Resa.
Alkan pergi untuk pertemuannya dengan investor perusahaan cabang. Syila berniat untuk mengungjungi Alkan ke kantor pusat, tapi Alkan tidak ada di sana. Heru menelpon Alkan bahwa ada seorang gadis yang sedang menunggunya di kantor.
Setelah selesai melakukan meeting, Alkan langsung pergi ke kantor menemui Syila.
"Syila!" Alkan terkejut, Syila bahkan datang tanpa seizinnya.
"Alkan, aku ... aku minta maaf sebelumnya gak telpon kamu dulu, aku langsung ke sini aja."
"Gak apa-apa, kamu kenapa ke sini? Toko kamu gimana?"
"Aku libur hari ini. Kasian para karyawan belum libur saat toko baru buka."
"Em gitu, terus kamu kenapa gak telpon, kalau ada sesuatu biar aku yang jemput kamu." Alkan berusaha bersikap baik di depannya. Sebenarnya hati Alkan sedang mood karena ia baru saja melihat Hani. Dan sikap itu terbawa pada Syila karena Alkan benar-benar merasa bahagia.
"He gak apa-apa kok. Aku ke sini niatnya mau ngajak kamu makan, tapi aku rasa kamu lagi sibuk ya?"
"Eh nggak kok, kebetulan aku lagi di jam istirahat, kamu mau makan? Kalau gitu ayo kita cari makan."
Syila menganggukan kepalanya dengan semangat.
Mereka pergi bersama untuk makan. Alkan tahu, ia sedang memainkan sebuah drama. Tapi jika membiarkan Syila begitu saja, Pak Deni pasti akan meracau lagi di depannya. Ia pasti selalu membawa masalah perusahaan ketika ia sedang berada di level emosi.
"Kamu mau makan di mana?"
"Seterah kamu, yang penting kita bisa makan."
Alkan tadinya ingin mengajak Syila ke resto Moonlight, tapi niatnya terhenti kalau ia lupa di sana ada Hani. Jujur saja, Alkan tak ingin Hani tentang perjodohan ini. Akan lebih sulit bagi Alkan jika Hani terus-terusan menjauh darinya.
Alkan dan Syila sampai di sebuah restoran yang mewah. Mereka menyantap menu paling best seller di restoran itu. Alkan beralih fokus karena Syila yang melamun menatapinya.
"Kenapa? Makanannya gak enak?" tanya Alkan datar.
"Oh nggak kok. Ini enak, cuma kenapa kamu gak makan udangnya, ini kan enak." .
Sontak, ingatan Alkan terus merujuk pada Hani. Peristiwa alergi Hani karena udang di restoran lalu, membuat Alkan berhenti untuk makan udang lagi saat ini. Karena ia tahu, bagaimana rasanya Hani tak memakan udang walaupun itu adalah menu yang paling enak.
"Alkan, kenapa bengong? Apa kamu punya alergi?"
"Hhh nggak kok, aku lagi gak selera makan udang, kamu aja yang makan."
Pak Deni tahu kalau Alkan sedang berkencan dengan Syila. Ia yang pulih dari sakitnya itu kemudian ke kantor untuk bertugas lagi di sana. Pak Deni menelpon Alkan.
"Halo Alkan."
"Iya Ayah ada apa? Jam istirahat Alkan masih lama Yah."
"Oh bukan bukan, Ayah tau kamu lagi jalan sama Syila kan? Reno bilang sama Ayah tadi, Ayah udah di kantor."
"Apa? Ayah di kantor? Ayah kan masih sakit."
"Nggak kok Alkan, Ayah udah sembuh. Kamu senengin aja dulu Syila, nanti kamu gak usah ke sini, langsung ke kantor cabang kamu."
Pak Deni menutup teleponnya begitu cepat. Jujur saja, Alkan bahkan ingin bekerja dan terlepas dari Syila. Ayahnya benar-benar membuatnya begitu tertekan untuk menjalani ini semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONLIGHT (Love in Business)
Teen FictionKetika sebuah bisnis mencampuri kehidupan percintaan antara Alkan dan Hani. Alkan Adiputra, anak pengusaha tajir yang hidupnya mulai bermasalah ketika ia berpisah dengan cinta pertamanya karena sebuah bisnis sang Ayah. Mereka memutuskan untuk berpis...