33. Bujukan

287 13 0
                                    

Beberapa menit para karyawan menunggu jawaban Alkan. Dan ia pun akhirnya setuju menuruti permintaan para karyawannya tersebut.

"Oke oke, saya akan bawa Hani kembali ke sini."

Semua pegawai tersenyum begitu pun dengan Resa.

"Bener Pak? Janji?"

"Iya iya saya janji. Tapi kalau Hani udah gak mau, saya angkat tangan."

"Aku yakin kak Hani pasti mau," gumam Resa.

Alkan langsung banting stir menuju rumah Hani untuk membujuknya kembali ke restoran.

"Karyawan macam apa yang nyuruh Direkturnya buat hal kayak gini?" gumam Alkan jengkel sambil menyetir.

"Hani ada di rumah gak ya?"

Alkan mencoba mengetuk pintu Hani beberapa kali, namun tak ada jawaban dari dalam. Seorang tetangga Hani keluar dari rumahnya.

"Maaf Pak? Apa bapak cari Hani?" tanya Bibi paruh baya itu.

"Iya bi, kalau boleh saya tau, bibi tau gak Hani ke mana?"

"Saya denger sih, katanya dia mau cari kerja."

"Cari kerja?"

"Iya."

"Ya udah bi, makasih buat infonya, saya permisi dulu."

"Iya iya."

Lagi-lagi ia bergumam jengkel. Ia dibuat pusing oleh para karyawannya terlebih lagi oleh Hani sendiri yang saat ini tengah mencari pekerjaan. Padahal Alkan hendak membujuknya untuk kembali ke restoran.

"Hani cari kerja? Kenapa egois banget sih, ke mana coba gue nyari dia," gumamnya.

Alkan memicing heran ketika ia melihat wanita di sisi jalan tengah berjalan santai di trotoar. Alkan sudah menduga kalau itu adalah Hani karena tinggi dan rambutnya begitu percis layaknya Hani. Alkan menepikan mobilnya, ia membuka jendela dan kaca matanya.

"Hani?"

Hani terkejut karena panggilan Alkan. Ia menoleh kaget karena mobil yang menepi itu adalah milik Alkan.

"Alkan! Ngapain kamu di sini?"

"Kamu mau ke mana Han?"

"Bukan urusan kamu." Hani lalu kembali berjalan dan Alkan mengikutinya dengan menjalankan mobilnya perlahan.

"Aku mau bicara sama kamu, kenapa kamu resign Han?"

"Suka-suka akul ah."

"Han, berenti dulu Han, kita bicara. Penjualan resto moonlight menurun Han."

Langkah Hani terhenti. Beberapa menit kemudian, mereka berbicara di sebuah taman berdua.

"Han, aku minta maaf, karena keegoisan aku kemarin. Aku tau, aku salah, aku mohon kembali lagi ke resto." Alkan bahkan langsung memohon pada gadis itu.

"Kamu gak salah Alkan. Maaf aku gak bisa balik lagi ke sana."

"Kenapa?"

"Aku mau coba kerja keras dari awal lagi."

"Tapi Han, laba resto menurun, karyawan bermalas-malasan, mereka gak mau kalau gak ada kamu."

Hani bungkam. Ia tertunduk sejenak.

"Aku mohon kembali lagi ke sana Han."

"Maafin aku."

Hani lalu pergi dengan menaiki taksi meninggalkan Alkan yang terduduk. Ia bergegas untuk mengejar langkah Hani.

"Han, Hani!" Panggilan Alkan sia-sia karena Hani sudah terlanjur pergi.

"Sial,"bgumam Alkan mengacak rambutnya.

Alkan kembali ke restoran. Para karyawan dan Resa berkumpul menunggu jawaban Alkan.

"Gimana Pak? Udah ketemu kak Hani?" tanya Resa begitu penasaran.

"Jujur aja, Hani gak mau, aku udah minta maaf, menyuruh dia kembali lagi ke sini, tapi itu sia-sia. Kalian udah denger kan!"

Semua karyawan tertunduk sendu, keterpaksaan yang harus mereka ambil adalah bekerja tanpa ada seorang manager.

"Gak mungkin, kak Hani bukan orang yang kayak gitu," gumam Resa.

"Tapi aku baru aja ketemu dia Sa."

"Hemmmm." Resa tertunduk sendu.

"Mulai sekarang, gak ada kata malas-malasan lagi, kerja yang benar."

Alkan kembali ke kantornya yang penuh akan berkas-berkas.

"Pak, ini biodata para kandidat calon manager, silakan Bapak periksa dulu."

Alkan bergeming diam sambil melamun. Hal itu membuat Nino terheran bingung.

"Pak!" tegur Nino.

"Eh iya ada apa?"

"Maaf Pak barusan Bapak melamun. Apa ada sesuatu yang Bapak pikirkan?"

"Ah nggak, mana sini saya liat dulu. Kenapa laki-laki semua? Gak ada perempuannya?"

"Maaf Pak yang kami seleksi hanya laki-laki yang lolos. Mereka tinggal menunggu panggilan untuk interview Pak."

"Ya udah, kamu boleh kembali bekerja. Nanti saya hubungin kamu lagi soal ini."

Di apartemennya, Alkan melamun ditemani secangkir kopi. Ia berpikir bahwa ia memang bersikap terlalu kasar pada Hani waktu di resto lalu. Tersinggungnya Hani saat ini membuat bahan pikiran Alkan. Ia tahu, kalau ia memang tengah merasa cemburu, namun keputusan yang ia buat untuk memarahi Hani di muka umum adalah hal yang salah.

"Mungkin gue terlalu keras marah sama Hani, sampai kembali pun dia gak mau. Gimana lagi ya?"

***

Pagi menjelang, resto aktif seperti biasa walaupun tanpa Hani. Alkan pergi ke kantor untuk menemui para investornya. Dengan mengalami penurunan penjualan, Alkan turun langsung ke resto untuk mengontrol restoran. Ia bahkan menyempatkan diri untuk menyapa para customernya. Jujur saja Alkan belum berniat berganti manager walau ia sudah menyeleksi beberapa kandidat.

"Kasian juga Pak Alkan. Demi resto ini, dia nyempatkan dirinya buat kerja di resto menyapa rekan bisnis-bisnis yang makan di sini. Gak kebayang capeknya kayak apa," gumam Resa merasa iba akhirnya pada Alkan sendiri.

"Aku juga sebenarnya kasian Bu liat Pak Alkan, kenapa ya bu Hani nolak kembali lagi ke sini?"

"Hemm aku juga bingung. Nomornya pun gak pernah aktif kalau aku hubungi."

MOONLIGHT (Love in Business)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang